Vaksinasi Covid19

Vaksin Nusantara Tidak Bisa Dikomersilkan, Hanya untuk Pribadi Pasien Sendiri

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi M.Epid menegaskan vaksin nusantara bersifat individual.

Twitter @aburizalbakrie
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi M.Epid menegaskan vaksin nusantara bersifat individual. Tampak dalam foto Aburizal Bakrie mendapatkan suntikan vaksin nusantara dari mantan menkes dr Terawan 

TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA - Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi M.Epid menegaskan vaksin nusantara bersifat individual.

Ia menyampaikan, vaksin vaksin besutan mantan Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto ini hanya dapat diakses oleh masyarakat dalam bentuk pelayanan berbasis penelitian secara terbatas.

Selain itu, dr. Nadia juga menegaskan vaksin Nusantara tidak dapat dikomersialkan.

''Sel dendritik bersifat autologus artinya dari materi yang digunakan dari diri kita sendiri dan untuk diri kita sendiri, sehingga tidak bisa digunakan untuk orang lain.

Jadi, produknya hanya bisa dipergunakan untuk diri pasien sendiri,'' kata dia dalam keterangannya yang dikutip Tribunnews.com, Senin (30/8/2021).

Baca juga: Sekantong Beras dari MUI untuk Masyarakat yang Vaksinasi Covid-19 di UIN Jakarta

Baca juga: Ahmed Zaki Iskandar Gelar Vaksinasi Covid-19 Bagi Ibu Hamil di Balaraja dan Sekitarnya

Lebih jauh, masyarakat yang menginginkan vaksin Nusantara atas keinginan pribadi nantinya akan diberikan penjelasan terkait manfaat hingga efek sampingnya oleh pihak peneliti.

Kemudian, jika pasien tersebut setuju, maka vaksin Nusantara baru dapat diberikan atas persetujuan pasien tersebut.

Diketahui pada April lalu, disepakati adanya 'Penelitian Berbasis Pelayanan Menggunakan Sel Dendritik untuk Meningkatkan Imunitas Terhadap Virus SARS-CoV-2' antara Kementerian Kesehatan bersama dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), dan TNI Angkatan Darat.

Disuntik Vaksin Nusantara oleh Terawan, Moeldoko: Semoga Dukungan Ini Tidak Diasumsikan Macam-macam

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko disuntik vaksin Nusantara untuk mencegah penularan Covid-19.

"Hari ini, saya menerima suntikan vaksin Nusantara untuk mencegah penularan Covid-19 dari Letjend (Purn) Terawan Agus Putranto di RSPAD Gatot Soebroto."

"Vaksin ini memakai metode dendritik."

"Bahan dasarnya berasal dari sel darah saya sendiri."

"Setelah sel itu melalui proses di laboratorium, sel darah tersebut kembali dimasukkan ke dalam tubuh saya."

"Sebuah inovasi dari anak bangsa untuk berperan serta dalam mengatasi pandemi Covid-19."

Baca juga: 191 Orang Ditetapkan Sebagai Pahlawan Nasional Hingga 2020, dari Kaltara dan Kaltim Belum Ada

"Meski sebelumnya sudah lengkap divaksin 2 kali, saya ingin mencoba Vaksin Nusantara sebagai dukungan pribadi pada kerja keras anak bangsa."

"Semoga dukungan saya secara pribadi ini tidak diasumsikan macam-macam," katanya di akun instagram @dr_moeldoko, Jumat (30/7/2021).

Sebelumnya, mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto meminta dukungan Komisi VII DPR, agar uji klinik fase III Vaksin Nusantara bisa berlanjut.

Baca juga: Menaker Terima Data 1 Juta Calon Penerima BSU Tahap Pertama, Ini Variabel yang Bakal Diperiksa

"Kami ucapkan terima kasih luar biasa teman-teman Komisi VII DPR, yang begitu sangat mendukung program Vaksin Nusantara."

"Saya salut, karena tadinya saya merasa dalam kesendirian," ujarnya dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR, Rabu (16/6/2021).

Ia mengaku bingung alasan pemerintah tidak mengizinkan uji klinik tahap 3 vaksin besutannya.

Padahal, pengembangan vaksin ini telah memasuki tahap akhir.

"Uji klinik fase 3 ini bisa terwujud dengan legalitas, karena rasanya baru terjadi di sini di Indonesia (penelitian vaksin tidak berlanjut)."

"Dan mudah-mudahan rasa gamang saya bisa hilang, karena temen-temen Komisi VII ini bisa support," ucapnya.

Menurut Terawan, dalam kesepakatan sebelumnya bersama Menteri Kesehatan,
Kepala BPOM, dan Kepala Staf Penerangan TNI AD, uji klinik fase III tidak dapat dilanjutkan.

Saat itu, pemerintah menyepakati Vaksin Nusantara dijadikan 'Penelitian Berbasis Pelayanan Menggunakan Sel Dendritik untuk Meningkatkan Imunitas Terhadap Virus SARS-CoV-2', bukan berlanjut sebagai vaksin Covid-19.

"Saya katakan tidak bisa (lanjut) kalau dalam kondisi seperti ini, karena kami sangat taat pada pemerintah."

"Jadi kami akan taat dan kesepakatan 3 menteri."

"Itu mengikat, kalau mengikat ya kami tidak bisa akan laksanakan."

"Kami mohon bantuan dari Komisi VII agar diizinkan menyelesaikan riset, karena ini tinggal selangkah lagi menuju uji klinis III," pinta Terawan.

UPDATE Vaksinasi Covid-19 RI 28 Agustus 2021: Dosis Pertama 61.222.258, Suntikan Kedua 34.702.821

Di akhir RDP, dalam kesimpulan yang dibacakan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno, Komisi VII menyatakan dukungan atas pengembangan Vaksin Nusantara.

"Komisi VII DPR mendukung penuh pengembangan Vaksin Nusantara oleh Dokter Terawan Agus Putranto."

"Dan mendesak kelanjutan uji klinis Fase III Vaksin Nusantara tersebut sesuai dengan kaidah uji klinis," papar Eddy.

Sebelumnya, tim peneliti di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto tak lagi meneliti Vaksin Nusantara.

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa mengungkapkan, Badan Pengawas Obat dan Makanan telah menyatakan penelitian Vaksin Nusantara memiliki kelemahan yang bersifat critical dan major.

Penelitian itu berjudul Uji Klinis Adaptif Fase 1 Vaksin yang Berasal dari Sel Dendritik Autolog yang Sebelumnya Diinkubasi dengan Spike Protein SARS-CoV-2 pada Subjek yang Tidak Terinfeksi Covid-19 dan Tidak Terdapat Antibodi Anti SARS-CoV-2.

Kelemahan yang bersifat critical dan major dari penelitian tersebut, kata Andika, harus direspons oleh tim peneliti.

Oleh karena itu, kata Andika, pemerintah mencarikan solusi, agar penelitian untuk menemukan solusi alternatif atas vaksin Covid-19 tetap berlanjut, sekaligus para peneliti tetap melengkapi respons yang harus diberikan dan diserahkan kepada BPOM.

"Mereka bisa terus, tetapi dengan penelitian yang berbeda."

"Jadi sama sekali tidak melanjutkan."

"Jadi kalau melanjutkan kan mungkin apakah disebut fase kedua atau bahkan mungkin fase-fase yang selanjutnya."

"Jadi berbeda dan judulnya pun dipilih berbeda," kata Andika saat konferensi pers di Markas Pomdam Jaya Jakarta, Selasa (20/4/2021).

Untuk itu, lanjut dia, tim peneliti di RSPAD Gatot Soebroto membuat penelitian baru yang bebeda dari Vaksin Nusantara.

Meski demikian, kata Andika, penelitian tersebut secara umum memiliki kemiripan dengan Vaksin Nusantara, dalam hal penggunaan sel dendritik.

Namun demikian, kata dia, bedanya adalah penelitian tersebut lebih sederhana dan tidak menghasilkan vaksin.

"Ini tidak ada hubungannya dengan vaksin, sehingga tidak perlu izin edar."

"Karena memang dilakukan menggunakan metode yang autologus, dan tidak ada produksi massal, sehingga tidak diperlukan izin edar," jelas Andika.

Andika menjelaskan, sejak 2017 RSPAD Gatot Soebroto telah memulai penelitian berbasis sel dendritik dan metode-metode yang bersifat imunoterapi.

RSPAD Gatot Soebroto, kata dia, juga telah memiliki fasilitas tersebut, yakni cell cure center.

"Jadi terus berbasis sel dendritik, kemudian menggunakan juga metode-metode yang bersifat imunoterapi, dan kebetulan RSPAD memang memiliki fasilitas itu."

"2017 sudah siap teknologinya dari Jerman."

Baca juga: Pastikan Masih WNI, Polisi Bakal Jemput Jozeph Paul Zhang di Jerman, Kemungkinan Dideportasi

"Kita mengirimkan tim selama 6 bulan untuk melakukan pendalaman, dan sampai dengan 2019."

"Jadi 2 tahun pun dikawal dari tim teknis dari Jerman, mengawal pada operasional cell cure center ini di RSPAD," ungkap Andika.

Namun demikian, saat itu penelitian sel dendritik di RSPAD hanya ditujukan untuk penyakit kanker, lupus, alergi, dan penyakit autoimun lain.

Baca juga: Tengkorak Anggota Kopassus yang Dikeroyok di Jaksel Retak, Empat Jenderal Kawal Kasusnya

Berbekal kemampuan dan pengalaman tersebut, kata Andika, RSPAD melakukan penelitian sel dendritik terkait covid-19.

"Apakah ini bisa? Bisa, saya yakin bisa dan pemerintah pun juga mempercayakan itu kepada kami, walaupun sifatnya tadi tidak untuk komersil ya."

"Karena tidak untuk komersil maka tidak diperlukan izin edar dari BPOM," papar Andika.

Baca juga: Anggota Kopassus Dikeroyok di Jakarta Selatan, KSAD: Prajurit Kita Ngapain di Situ Jam Segitu?

Menkes Budi Gunadi Sadikin, Andika, dan Kepala BPOM Penny K Lukito, menandatangani nota kesepahaman 'Penelitian Berbasis Pelayanan Menggunakan Sel Dendritik untuk Meningkatkan Imunitas Terhadap Virus SARS-CoV-2', di Mabes TNI AD, Jakarta, Senin (19/4/2021) pagi.

Berdasarkan keterangan Dinas Penerangan TNI AD, penelitian yang akan dilakukan di RSPAD Gatot Soebroto tersebut akan mempedomani kaidah penelitian sesuai ketentuan peraturan perundangan.

Penelitian tersebut juga bersifat autologus, yang hanya digunakan untuk diri pasien sendiri, sehingga tidak dapat dikomersialkan dan tidak diperlukan persetujuan izin edar.

Baca juga: Karena Alasan Ini, Politikus NasDem Yakin Jokowi Tak Bakal Rombak Kabinet dalam Waktu Dekat

Penelitian ini bukan merupakan kelanjutan dari 'Uji Klinis Adaptif Fase 1 Vaksin yang Berasal dari Sel Dendritik Autolog yang Sebelumnya Diinkubasi dengan Spike Protein SARS-CoV-2 pada Subjek yang Tidak Terinfeksi Covid-19 dan Tidak Terdapat Antibodi Anti SARS-CoV-2.

Alasannya, uji klinis fase 1 program yang kerap disebut Vaksin Nusantara itu masih harus merespons beberapa temuan BPOM yang bersifat critical dan major.

Penandatanganan tersebut disaksikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhajir Effendy. (*)

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kemenkes Tegaskan Vaksin Nusantara Tak Boleh Dikomersilkan, Sifatnya Individu

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved