Sikap Pemerintah yang Lembek Bikin Produsen Enggan Salurkan Minyak Goreng ke Pasar
Ketidaktegasan pemerintah membuat produsen minyak goreng bersikap suka-suka dan tidak mau menyalurkan komoditas tersebut ke pasar
Penulis: Ign Prayoga | Editor: Ign Prayoga
TRIBUNTANGERANG.COM, TANGERANG -– Produsen minyak goreng dinilai bersikap suka-suka dan tidak mau menyalurkan komoditas tersebut ke pasar. Hal ini terjadi karena tidak ada ketegasan terhadap produsen minyak goreng yang melanggar aturan menyediakan minyak goreng sesuai harga eceran tertinggi (HET).
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira meminta pemerintah bersikap tegas kepada produsen minyak goreng yang tidak mematuhi aturan.
Menurut dia, sanksi bagi produsen yang bandel, sangat lemah sehingga cenderung disepelekan. "Apa ada produsen minyak goreng yang dicabut izin ekspor atau izin usaha karena gagal menyalurkan minyak goreng? Kan tidak ada," kata Bhima saat dihubungi, Rabu (2/2/2022).
Bhima mengatakan, ketidaktegasan pemerintah membuat produsen minyak goreng bersikap suka-suka dan tidak mau menyalurkan komoditas tersebut ke pasar. "Dalam hal ini pemerintah memang kurang tegas. Harus ada sanksi tegas berupa teguran sampai pencabutan izin usaha jika kepatuhan di bawah 80 persen," ujar Bhima.
Selain itu, Bhima menilai, kebijakan subsidi ke perusahaan minyak goreng merupakan sebuah kesalahan. Subsidi seharusnya langsung diserahkan ke penerima dan bisa digabung dengan data penerima PKH atau data terpadu bansos. "Selama subsidinya ke swasta maka akan terjadi kesenjangan antara pasokan dan permintaan," tuturnya.
"Kemarin kan chaos sekali penyaluran minyak goreng subsidinya, menimbulkan indikasi adanya penimbunan juga karena satu orang bisa beli lebih dari satu kemasan," sambung Bhima.
Problem lain adalah terlambatnya kebijakan DMO untuk CPO sebagai kunci stabilitas pasokan dan harga di produsen minyak goreng. "Sebelum subsidi minyak goreng idealnya ada DMO dulu," ucapnya.
Baca juga: Pemkot Tangerang Tambah Kapasitas Tempat Tidur Pasien Covid-19 saat BOR Terisi 40 Persen
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengumumkan kebijakan pemerintah soal Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) sebagai respons dari meningkatnya harga minyak goreng. Dalam ketentuan itu, setiap pengekspor harus mengalokasikan 20 persen dari volume yang diekspor untuk pasar dalam negeri.
Pemerintah juga telah menetapkan harga eceren tertinggi (HET) mulai berlaku 1 Februari 2022, dengan rincian minyak goreng curah sebesar Rp11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium sebesar Rp14.000 per liter.
Nyatanya, sejumlah pedagang di pasar tetap menjual minyak goreng di atas harga ketentuan.
Di beberapa ritel modern, minyak goreng lenyap karena tak ada pasokan dari distributor maupun produsen. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) berharap pemasok atau distributor minyak goreng memenuhi permintaan ritel yang mencapai 20 juta liter minyak goreng per bulan.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Aprindo Roy Mande, karena pasokan minyak goreng ke ritel di seluruh pada saat ini hanya 5 persen hingga 6 persen dari jumlah 20 juta liter.
Baca juga: Arief R Wismansyah Luncurkan 55 Unit Bentor Siap Bantu Angkut Sampah dari Pemukiman Warga
Menurut Roy, berbagai alasan disampaikan para distributor terkait kecilnya volume minyak goreng yang dipasok ke ritel modern. "Ada yang bilang karena ada produsen belum dapet pasokan bahan baku kelapa sawit, ada yang bilang karena prosesnya masih produksi, ada yang bilang sedang menunggu perintah atasannya. Macem-macam alasannya," kata Roy.
Roy menyebut, masalah pasokan minyak goreng ke ritel modern telah disampaikan ke Kementerian Perdagangan (Kemendag), dengan harapan pasokan komoditas tersebut menjadi normal. "Sudah disampaikan, setiap hari kita bicara dan melaporkan kepada Kemendag," ucap Roy.
Kecilnya pasokan minyak goreng membuat komoditas pangan itu di ritel seluruh Indonesia menjadi lenyap. "Barang kosong karena pasokan belum normal, misalnya datang beberapa karton itu langsung habis dalam waktu satu jam, ada panic buying juga dari masyarakat," papar Roy.