Putra Ridwan Kamil Hilang
Swiss Mulai Masuk Musim Panas, Polisi Bern Optimis Temukan Tubuh Eril Putra Ridwan Kamil
Swiss segera memasuki musim panas dan polisi Swiss optimis dapat menemukan tubuh Emmeril Mumtadz, putra Gubernur Jabar Ridwan Kamil, di sungai Aare
Penulis: Desy Selviany | Editor: Ign Prayoga
Mungkin ini balasan dari doa-doa malammu, dan akhlak muliamu yang selalu menebar senyum penuh radiasi bahagia itu Ril?
Baca juga: Ungkapan Menyentuh Atalia Ridwan Kamil yang Pamit Harus Pulang ke Indonesia Bikin Terharu
Mungkin ini buah dari saat kamu hujan-hujan memimpin anak-anak muda membagikan sedekah kepada panti asuhan dan duafa-duafa itu Ril?
Mungkin ini berkah dari kebaikamu melindungi sesama manusia di sekelilingmu Ril? Bahkan di saat kejadian itu, kamu selamatkan ibumu dengan melarangnya masuk ke sungai dan kamu relakan pelampung itu untuk adikmu,” tulis mantan Wali Kota Bandung itu.
Berikut tulisan Ridwan Kamil
Kapan Kita Pulang?
Kisah tentang Eril, anak lelaki kesayangan kami. hakekatnya adalah cerita tentang kita semua. Hakekat bahwa semua dari kita, pasti akan pulang. Dengan waktu, tempat dan cara yang kita tidak akan pernah selalu tahu.
Hidup di dunia ini sesungguhnya adalah tentang perjalanan bukan tujuan. Dan seperti cerita setiap perjalanan, kisah selalu dimulai dari sebuah titik awal. Dan kisah akan selesai di sebuah titik akhir. Dan untuk setiap yang datang, pasti akan ada saatnya untuk kembali pulang.
Agar perjalanan selamat, maka petunjuk jalan dan bekalnya harus kita siapkan. Petunjuk jalan adalah keimanan. Bekal perjalanan adalah anafauhum linnas, yaitu tas berisi pahala amal-amal kebaikan kita.
Itulah hakekat cerita Ananda Eril.
Kami sekeluarga sudah mengikhlaskan, bahwa sesungguhnya ia sudah selesai dengan perjalanannya. Paripurna hidupnya dengan segala amalnya. Ia berpulang kepada pemilik sesungguhnya sesuai jadwalnya.
Jadwal yang sudah tertulis di kitab takdir Allah yaitu Lauhul Mahfudz.
Seandainya kami bisa bertukar tempat. Seandainya. Pastilah itu yang setiap orang tua akan lakukan.
Namun, logika manusia tidak sama dengan ketetapan takdir. Dan jika terdengar cucuran tangis ibunya setiap malam, dan raungan tak bersuara ayahnya, itu semata karena hati kami hancur berkeping-keping.
Saat ini kami sedang menggapai tali keimanan dan keikhlasan, agar bisa memandu kami beradaptasi terhadap takdir ini.
Kami meyakini, sesunggunya ada dua cara menilai panjang pendek umur manusia. Yang pertama, menilai dengan panjangnya umur biologis yang dihitung dengan bulan atau tahun. Itu kebiasaan kita.
Namun, ada cara kedua, yaitu menghitung berapa panjangnya, lamanya dan besarnya amal kebaikannya saat ia hidup di dunia fana ini.