Edukasi

Bayi Prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah Tingkatkan Risiko Stunting

Stunting atau kondisi gagal tumbuh pada anak balita dipicu salah satunya adalah kurangnya kecukupan gizi anak pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

Penulis: | Editor: Lilis Setyaningsih
UCLG Aspac
Ilustrasi stunting. Prevalensi stunting di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten pada kisaran 14 persen hingga 38 persen. 

TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA -- Di Indonesia, stunting masih menjadi perhatian karena berdampak pada kualitas sumber daya manusia.

Stunting selain menyebabkan fisik yang pendek, terutama juga mempengaruhi kecerdasan otak.

Indonesia menargetkan penurunan angka prevalensi stunting menjadi 14 persen di tahun 2024 .

Stunting atau kondisi gagal tumbuh pada anak balita dipicu oleh banyak hal, salah satunya adalah kurangnya kecukupan gizi anak pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

Intervensi gizi terhadap anak yang memiliki risiko stunting, seperti bayi prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) menjadi penting dilakukan.

Umumnya stunting terjadi di 1000 HPK yaitu, 20 persen stunting terjadi sejak saat kelahiran, 20 persen terjadi pada 6 bulan pertama, 50 persen terjadi pada 6-24 bulan,  dan 10 persen terjadi pada tahun ketiga.

Sebanyak 20 persen stunting yang terjadi sejak saat kelahiran dialami oleh bayi prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).

Pemberian gizi pada ibu hamil dan perawatan khusus pada bayi baru lahir dengan gejala stunting sangat krusial karena kekurangan gizi pada periode tersebut berdampak permanen dan sulit diperbaiki.

Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI, dr. Erna Mulati, M.Sc, CMFM mengatakan, tahun 2021, berdasarkan Survey Status Gizi Balita Indonesia angka prevalensi stunting turun menjadi 24,4 persen artinya hampir 1 dari 4 balita Indonesia mengalami stunting.

Meskipun terjadi penurunan tapi angka tersebut masih jauh dari target pemerintah yaitu 14 persen ditahun 2024 sehingga perlu dilakukan berbagai upaya pencegahan stunting.

“Penurunan stunting merupakan 1 dari 9 program kesehatan prioritas nasional. Upaya mencegah stunting dilakukan melalui intervensi spesifik dan intervensi sensitif. Intervensi spesifik utamanya pada 1000 Hari Pertama Kehidupan bahkan jauh sebelum ibu hamil," kata Erna, di acara webinar  edukasi kesehatan menyambut Hari Anak Nasional, Senin (25/7/2022).

"Intervensi sensitif dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan yang mendukung penurunan stunting dan dikoordinasikan oleh BKKBN," imbuhnya.

Baca juga: Anemia Banyak Dialami Anak dan Remaja, Tidak Sarapan Salah Satu Penyebabnya

Baca juga: Sama-sama Gangguan Tumbuh Kembang Anak, Simak Perbedaan Stunting dan Wasting

Terdapat beberapa intervensi spesifik untuk mencegah stunting,antara lain:

(1) Tablet tambah darah bagi remaja putri (rematri) 12-17 tahun.

(2) Pemeriksaan Hb bagi rematri kelas 7 dan 10.

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved