Ramadan

Penjual Cilok Keliling Ubah Jam Berdagang dari Sore hingga Subuh saat Ramadan Dipalak Preman

Saat puasa Ramadan, pedagang makanan keliling tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Mereka mengubah waktu berjualannya.

Penulis: Rafzanjani Simanjorang | Editor: Intan UngalingDian
Tribun Tangerang/Rafzanjani Simanjorang
Heri Suparman, pedagang cilok gerobak, menjajakan dagangannya keluar masuk kampung di Kota Tangerang Selatan. Selama Ramadan, dia mengubah waktu berkeliling. Biasanya dari pagi hingga sore, kini dari sore hingga subuh, untuk menghormati umat Muslim yang berpuasa. 

TRIBUNTANGERANG.COM, TANGERANG - Saat puasa Ramadan, pedagang makanan keliling tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.

Namun, waktu berjualan pedagang makanan keliling saat Ramadan ini diubah.

Salah satu sosok penjual makanan keliling yakni penjual cilok gerobak bernama Heri Suparman.

Saat ditemui awak media, Heri Suparman tengah berjalan mendorong gerobak ciloknya di Jalan Aria Putra, Kota Tangerang Selatan.

Gerobak kecilnya memuat sekitar 300-400-an butir cilok, kukusan, kompor gas, hingga bumbu dalam botol plastik.

Dia berkeliling dengan gerobak doronya di sekitar Ciputat, dari Pasar Ciputat hingga Jombang.

Heri mengatakan, saat Ramadan mengubah waktu berdagangnya demi menghargai umat Muslim yang sedang menjalankan ibadah puasa Ramadan.

"Biasanya saya jualan dari 08.00 WIB hingga pukul 20.00 WIB. Itu kalau hari-hari biasa."

"Tetapi di bulan Ramadan ini, saya jualannya dari jam 16.00 WIB hingga pukul 03.00 WIB. Jadi saya tiba di rumah itu sudah langsung sahur," kata Heri.

Ayah dua anak ini bisa saja berdagang pada pagi hingga sore, apalagi cilok punya target pasar anak-anak.

Namun, dia ingin menghormati  sesama sehingga memilih berjualan sore hari hingga subuh, meskipun risikonya tinggi.

"Jualan memang agak berkurang. Kalau agak laris sih bisa pulang pukul 01.00 WIB, tapi kalau lagi pahit sampai jam 03.00 WIB. Itu pas pulang, saya langsung sahur," katanya.

Agar tidak sakit diterpa angin malam, Heri selalu memakai jaket.

Ia juga biasa menghela napas sejenak di pangkalan jika sudah terlalu lelah berkeliling kampung.

Cilok yang dijualnya Rp 1.000 per butir. Dari jualannya ini, diaa bisa mendapat keuntungan antara Rp 70.000 hingga Rp 150.000, tergantung penjualan ciloknya.

"Keuntungannya per butir itu Rp 300 per butir. Kan ini punya bos saya, dan saya diberi bonus juga 30 butir. Jadi keuntungan biasanya dari situ juga," katanya.

Baca juga: Bandung Food Center di Qatar, Menjual Jajanan khas Bandung mulai dari Batagor, Seblak, hingga Cilok

Baca juga: Viral, Tukang Cilok Dikatakan Mirip Al Ghazali Putra Ahmad Dhani Ini Hikmahnya

Heri Suparman tetap berjualan saat Ramadan karena punya tanggung jawab menghidupi keluarga dan anaknya masih duduk di sekolah dasar.

Saat berjualan hingga melewati tengah malam, dia harus menanggung risiko yang bisa mengancam jiwa.

Misalnya, dia pernah dipalak preman atau pemabuk.

"Dipalak sih pernah, meskipun tidak terlalu sering. Kalau nemu preman yang mabuk bisa kena palak. Ngambil ciloknya banyak lagi."

"Makanya itu, saya sekarang memilih mangkal di pangkalan. Kalau sepi, saya geser ke pangkalan lain. Atau yang rame lah, guna menghindari pemalakan," katanya.

Harapannya, selama Ramadan ini bisa mendapat berkah dari penjualan ciloknya.

Impiannya, dia bisa punya usaha sendiri dan tidak bekerja untuk orang lain.

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved