Pajak Hiburan

Pajak Hiburan Naik 40 Persen, Hotman Paris: Pijat-pijat Kaki Bayar Pajak 40 Persen, Siapa yang Mau?

Kalangan pengusaha tempat hiburan mengeluh karena pajak hiburan naik hingga 40 persen.

Editor: Ign Prayoga
Tribun Tangerang/Ikhawana Mutuah Mico
Pengacara kondang Hotman Paris. 

TRIBUNTANGERANG.COM, BALI - Kalangan pengusaha tempat hiburan menjerit karena pajak hiburan naik hingga 40 persen.

Pajak hiburan ini menyasar usaha-usaha hiburan seperti diskotek, spa, karaoke, dan yang lainnya.

Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea juga menolak keras kenaikan pajak hiburan atau besaran Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang diterapkan pada jasa hiburan, termasuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa.

Pengacara yang sering tampil bersama sekprinya itu pun mengaku pajak PBJT 40 persen akan melumpuhkan usaha hiburan dan SPA, karena tidak ada konsumen yang mau membayar hiburan dan jasa spa yang pajaknya 40 persen.

"Masak kita ke spa membayar pajak saja 40 persen. Hanya pijet-pijet kaki bayar 40 persen, siapa yang mau?" katanya.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung,  I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya menyatakan, industri pariwisata di Bali bisa terpuruk karena pajak hiburan naik 40 persen.

Bahkan PHRI Badung menilai wisatawan bakal beralih ke negara Thailand yang pajaknya sangat rendah.

"Mirisnya negara Thailand menurunkan pajaknya menjadi 5 persen. Sehingga wisatawan berbondong-bondong ke sana sehingga kita kalah bersaing," kata I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya saat ditemui Berawa, Kuta Utara Badung, Bali, pada Senin (15/1/2024).

"Jadi kenaikan pajak ini merupakan berita yang tidak mengenakkan. Sehingga Bali ini tidak seindah kontribusi yang diberikan," beber Suryawijaya.

Wakil Ketua PHRI Bali ini sangat menolak keras Undang-Undang Nomor 1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menaikan pajak hiburan.

Mengingat beberapa usaha akan mati dengan pengenaan pajak yang sangat tinggi.

"Seperti usaha spa, jika dikenakan pajak sebesar itu tamu pasti akan berbalik. Sehingga semua itu akan merugikan pengusaha," ucapnya.

Suryawijaya juga mengakui jika kenaikan pajak hiburan tetap dilaksanakan, maka akan membunuh Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), yang mana 90 persen itu pengusaha lokal.

Suryawijaya mengatakan, bisnis spa di Bali jauh berbeda dengan spa di luar, mengingat spa di Bali adalah untuk kebugaran.

Pihaknya mengaku jika pendapatan pemerintah bukan hanya dari pajak hiburan saja, namun ada juga yang lain.

Dengan begitu Suryawijaya mengaku situasi kenaikan pajak itu tidak tepat.

"Kita sekarang baru bertumbuh pasca covid-19, sehingga harus berkembang. Jangan sampai kita dibunuh pelan-pelan dengan kondisi ini," bebernya.

Ajukan Keberatan

Dinas Pariwisata (Dispar) Bali meminta agar para pengusaha bidang hiburan dan spa agar menggunakan UU Nomor 1 Tahun 2022 sebagai acuan untuk ajukan keberatan pajak 40 persen.

"Sudah kita sampaikan ada pasal untuk mereka melakukan keberatan itu dan menyurati teman-teman di pemerintah kabupaten/kota, mengacu kepada pasal 1 itu yang berupa UU, diskusi-diskusi jadi gunakan pasal 1 itu untuk acuan keberatan,” kata Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Tjok Bagus Pemayun, Senin (15/1/2024).

Hingga kini, Tjok Pemayun mengatakan, pihaknya juga masih menanti keputusan pemerintah pusat terkait penerapan Pajak 40 persen untuk usaha hiburan dan spa.

“Pertama, mengenai uji publik itu kan kita tidak pernah diajak ya. Saya belum tahu ini juga, katanya kan temen-teman (pengusaha hiburan dan spa) juga tidak ada yang tahu. Tapi saya memaklumi karena waktu itu kan memang di usaha spa mereka masih fokus pemulihan usahanya ya,” tutupnya.

Sementara itu, Pengusaha yang tergabung dalam Bali Spa & Wellness Association (BSWA) yang bernaung di bawah PHRI Bali menyampaikan keberatan atas pengenaan pajak hiburan 40 – 75 persen yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Keberatan itu disampaikan Ketua BPD PHRI Bali Prof Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) yang datang menemui Pj Gubernur Bali SM Mahendra Jaya bersama jajaran pengurus BSWA Bali, Senin 15 Januari 2024.

Ketua PHRI Bali Cok Ace menggarisbawahi amanat UU yang memasukkan usaha mandi uap/spa sebagai hiburan. Sebab menurutnya, spa yang berkembang di Bali memiliki kekhasan dan telah diakui WTO sebagai usaha di bidang kesehatan.

Pria yang telah menjabat sebagai Ketua PHRI Bali selama empat periode ini lantas membeberkan cikal bakal terbentuknya BSWA yang mewadahi pengusaha Spa & Wellness di Pulau Dewata. Terbentuk pada tahun 2002, organisasi ini hadir untuk menepis stigma negatif panti pijat.

Awal terbentuknya, BSWA Bali beranggotakan 13 pengusaha dan terus bertambah dan sekarang telah mencapai 185 anggota. “Sejalan dengan penambahan anggota, BSWA terus berupaya meningkatkan kualitas layanan melalui pelatihan SDM sehingga usaha spa di Bali banyak meraih penghargaan,” ucapnya.

Wakil Gubernur Bali Periode 2018-2023 ini menambahkan, usaha spa yang bekembang di Pulau Dewata memiliki keunikan karena dalam pengembangannya juga membawa misi penggalian dan pengembangan potensi lokal ‘boreh Bali’. “Dengan memanfaatkan potensi dan kearifan lokal, spa kita sangat disukai oleh wisatawan,” imbuhnya. 

Artikel ini telah tayang di Tribun-Bali.com 

 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved