Jamaah Islamiyah Bubar

Jamaah Islamiyah Resmi Membubarkan Diri, Eks Ketua Minta Maaf kepada Warga Indonesia dan Pemerintah

Apalagi JI memang kadung dilekatkan dengan kelompok teror karena peledakan bom dan sejumlah aksi kekerasan bermotif ideologi agama.

|
Editor: Joseph Wesly
(KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo)
Mantan Ketua Mantiqi II Jamaah Islamiyah (JI) Abu Fatih. 

TRIBUN TANGERANG.COM. SOLO Ja- Organisasi Jamaah Islamiyah (JI) membubarkan diri. JI resmi bubar setelah berusia 31 tahun sejak berdiri pada 1993.

JI resmi membubarkan diri pada pada Minggu (30/6/2024).

Mantan Ketua Mantiqi II JI, Abu Fatih mengaku meminta maaf atas segala apa yang terjadi selama ini.

Apalagi JI memang kadung dilekatkan dengan kelompok teror karena peledakan bom dan sejumlah aksi kekerasan bermotif ideologi agama.

"Pada hari ini, kami menemukan satu titik temu yang sama-sama kita rindukan, yaitu dengan membubarkan diri. Saya sekali lagi atas nama senior JI menyatakan minta maaf," ujar Abu Fatih, saat ditemui Kompas.com di daerah Sukoharjo, Jawa Tengah, Rabu (17/7/2024).

"Dalam perjalanan itu tentu tercatat banyak hal yang tidak enak, tidak mengenakkan atau tidak baik dan menyulitkan, yang itu menjadi beban khususnya beban negara, beban para aparat, beban masyarakat secara umum," sambung pria yang pernah dipenjara karena terlibat kasus Komando Jihad pada 1970-an ini.

Sempat didatangi Idris dan Dulmatin

Saat disinggung terkait bom Bali I, Ustaz Abu Fatih mengatakan, ia sudah nonaktif baik di program JI maupun secara struktural di organisasi sejak wafatnya tokoh pendiri, Abdullah Sungkar sekitar 1998.

Kendati demikian, sekitar 2002, ia mengaku pernah didatangi lima orang di rumahnya untuk mengajak berjihad.

Mereka yang mendatangi Abu Fatih di antaranya ada nama Dulmatin dan Idris. Diketahui, Imam Samudra, Idris, dan Dulmatin diduga merupakan peracik Bom Bali I.

"(2002) Saya sudah tidak qayid Mantiqi. Cuma saya itu sempat diprovokasi, karena (mereka) datang ke tempat saya, ke rumah saya, lima orang kemudian mengajak berjihad. Saya sampai katakan, 'Saya heran antum mengajak saya berjihad maksudnya antum itu apa? Coba terang-terangan saja maunya apa'. Sampai bertengkar sampai jam 12 malam," kata dia.

Ustaz Abu menambahkan, meskipun sempat ditanyakan maksud kedatangan, kelima orang tersebut tidak memiliki tujuan yang jelas.

"(Tapi) Mereka tetap tertutup, tidak mau menjelaskan bahwa punya rencana Bom Bali itu. Selisih, kalau tidak salah tiga atau lima hari (ketemu), meletus bom Bali itu," kata dia.

"Waktu itu yang saya ingat ada Dulmatin, terus ada Idris kalau tidak salah. Lainnya tidak ingat," imbuhnya. Menurut dia, dari lima orang tersebut tidak ada sosok Imam Samudra. Pasalnya, ia hafal dengan muka Imam Samudra.

"Tidak (ada). Kalau Imam (Samudra) itu saya kan kalau ke Malaysia suka ketemu. Jadi saya hafal," kata dia.

 Tidak ada perintah melawan aparat

Abu Fatih menambahkan, selain sempat didatangi oleh lima orang, dia mengaku sempat bertemu dengan Ali Imron yang juga pelaku Bom Bali I, di kantor perwakilan JI di Surabaya.

"Saya ketemu terus tiba-tiba maki-maki saya, saya itu heran ada apa sebenarnya," kata dia. "Iya, tiba-tiba kami, kira-kira ya, 'Ente itu komandan enggak becus", lah. Aku heran saja," sambungnya.

Lebih lanjut, Ustaz Abu menambahkan, JI tidak pernah atau belum pernah mengeluarkan fatwa tentang keabsahan jihad di Indonesia, apalagi memberikan perintah sampai melawan aparat atau pemerintah.

"Dalam pengadilan itu kan (para pelaku Bom Bali), mereka itu kan memang bisa disimpulkan itu, menjadi splinter dari JI. Artinya menyempal, buat kelompok sendiri, menyempal, dan bawa misi sendiri yang berbeda dengan JI," paparnya.

Terkait JI yang membubarkan diri, Ustaz Abu menegaskan, prosesnya sangat panjang. Pada intinya dalam prosesnya membangun konflik sesama muslim itu merupakan perkara dosa besar.

"Dan itu berbahaya akan bisa menciptakan dosa yang lebih besar kalau sampai terjadi pertumpahan darah," ungkapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Mantan Sekretaris Mantiqi II JI Siswanto juga meminta maaf atas apa yang sudah terjadi.

"Dengan berlapang dada dan rendah hati kami mengatakan mohon meminta maaf kepada negara," kata dia.

"Kami minta maaf kepada negara disibukkan untuk sesuatu yang kemudian ya ibaratnya salah faham itu sendiri kan tercipta kondisinya oleh satu keadaan yang seperti ini yang begitu sengkarutnya," imbuh pria yang pernah divonis 3 tahun karena dianggap bersekongkol untuk melawan negara ini.

Pihaknya memastikan komitmen JI untuk membubarkan diri benar-benar tulus. Bahkan sebagai bentuk komitmen, pihaknya telah menyerahkan orang-orang yang selama ini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

"Orang-orang yang most-most wanted ini saya temukan, bertemu langsung saya antarkan ketemu dengan aparat-aparat negara," katanya lagi.

Bentuk komitmen keseriusan JI membubarkan diri tersebut juga diwujudkan dengan upaya melakukan evaluasi kurikulum dan materi ajar di lembaga-lembaga pendidikan yang terafiliasi JI.

"Perkara apa yang lebih permanen dibandingkan di dunia pendidikan. Materi ajar ini kan sudah paling mendasar karena mengubah jenis pengkaderan kami yang mungkin di pondok pesantren itu muridnya mencapai sekitar 16.000," kata dia. "

Yang kedua, rentang waktu nanti waktu yang akan membuktikan apakah statement ini ngecap atau serius," tuturnya.

Diketahui, kelompok atau organisasi JI ini awalnya didirikan dengan tujuan menegakkan negara Islam di Asia Tenggara, terutama Indonesia.

Didirikan oleh Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir pada 1993, JI kemudian dinyatakan sebagai organisasi terlarang pada 21 April 2008.

Secara historis, nama JI kerap dikaitkan dengan berbagai aksi teror yang melanda Indonesia sejak 2000. Bom Bali I pada 12 Oktober 2002 tercatat sebagai aksi teror terbesar dengan 202 korban jiwa dan memunculkan nama JI sebagai organisasi yang bertanggung jawab atas ledakan bom yang terjadi sebelumnya.

Dikutip dari Kompas.com, pelaku yang merupakan tokoh kunci dari tragedi Bom Bali I adalah Amrozi.

Dari kesaksiannya diketahui ada lima orang yang menjadi tim inti pengeboman yakni Ali Imron (adik Amrozi), Ali Fauzi (saudara lain ibu kandung Amrozi), dan Qomaruddin yang menjadi eksekutor di Sari Club dan Paddy's.

Selain nama-nama di atas, ada M Gufron (kakak Amrozi) dan Mubarok yang membantu mempersiapkan pengeboman.

Tersangka lain Imam Samudra ditangkap pada 26 November 2002 di Kapal Pelabuhan Merak. Kendati demikian, menurut Ali Imron, Bom Bali sebenarnya bukan program JI.

Bom Bali I bahkan membuat sejumlah tokoh JI yang tidak setuju dengan aksi itu menjadi incaran polisi, hingga kemudian banyak yang mendekam di tahanan. Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini

Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved