Respons Ajakan Prabowo, Mahfud MD Ingatkan Kecurangan Pemilu Lewat DPRD: 1 Kursi Bisa Rp 5 Miliar

Dia mengatakan pemilu lewat DPRD tidak lebih baik, Katanya pelaksanaan pemilu tidak langsung atau lewat DPRD yang pernah terjadi di Indonesia, berlang

Editor: Joseph Wesly
(KOMPAS.com / IRFAN KAMIL)
Mahfud MD. 

TRIBUN TANGERANG.COM, JAKARTA- Mahfud MD buka suara soal ajakan Presiden Prabowo agar kepala daerah dipilih melalui DPRD.

Prabowo mengatakan pemilu langsung atau pilkada langsung membutuhkan biaya yang besar karena bisa menghabiskan dana triliunan hanya dalam dua hari.

Untuk itu dia meminta partai politik agar sepakat mengubah peraturan yang ada saat ini agar pemilu berlangsung hemat.

Menanggapi hal itu, mantan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD angkat bicara.

Dia mengatakan pemilu lewat DPRD tidak lebih baik, Katanya pelaksanaan pemilu tidak langsung atau lewat DPRD yang pernah terjadi di Indonesia, berlangsung curang dan mahal. 

Praktik jual beli kursi demi meraup dukungan nyata terjadi, ketika kepala daerah masih dipilih oleh DPRD di era sebelum Reformasi.

Sebab, untuk dapat dicalonkan, seseorang tidak cukup hanya mengantongi dukungan partai politik, tetapi juga anggota dewan.

"Saudara masih ingat, sejak tahun 99, di mana pemilu belum serentak, pilkada belum serentak, lewat DPRD, itu jelas di situ jual beli kursi, agar orang bisa dapat dukungan, harga suara di DPRD (per kursinya) sebesar sekian," kata Mahfud dalam diskusi bertajuk "Plus Minus Pilkada Oleh DPRD", Senin (23/12/2024) malam. 

"Misalnya ada satu calon kuat di satu daerah, mendapat dukungan partai, tapi kurang dukungan dari DPRD untuk bisa menang. Lalu beli ke orang, 'kurang berapa sih kursinya?'. 'Kurang empat'. Empat, Rp 20 miliar dibayar. Satu kursi bisa Rp 5 miliar," imbuh dia. 

Hal ini yang kemudian memunculkan fenomena diborongnya kursi DPRD oleh partai politik.

Menurut Mahfud, semua partai melakukan praktik tersebut pada masa lampau.

"Semua partai. Bahkan dari PKS pun yang nerima uang saya tahu, karena lapor yang membayar itu, yang katanya bersih itu, sama pada saat itu. Pikirannya pokoknya uang," katanya.

Meski pemilu sebelum Reformasi mahal, mantan Calon Wakil Presiden RI itu menyebutkan, bukan berarti pemilu pada saat ini lebih murah.  

Praktik jual beli suara, kata dia, masih terjadi. Bedanya, calon sekarang membeli langsung suara tersebut dari masyarakat atau "diecer".

"Maka lalu kita marah waktu itu, 'kalau gitu kita lewat pilihan langsung'. Sesudah pilihan langsung, tambah jelek. Kenapa? Karena kalau di dalam pilihan lewat DPRD itu belinya... Kalau yang sekarang ini kan eceran, pakai amplop-amplop gitu ke rakyat. Mahal sekali sekarang. Mahal banget," imbuh Mahfud.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved