Wawancara Eksklusif

Perjalanan Karier Andra Soni, Dari Pengantar Surat hingga Menjadi Gubernur Banten Terpilih

Andra Soni adalah sosok inspiratif yang mengukir perjalanan hidup luar biasa dari latar belakang yang sederhana

|
Penulis: Ikhwana Mutuah Mico | Editor: Joseph Wesly
TribunTangerang/Ikhwana Mutuah Mico
PERJALANAN ANDRA - Andra Soni saat ditemui TribunTangerang.com di Ciledug, Tangerang Selatan, Jumat (17/1/2025). Andra Soni, dilantik menjadi Gubernur Banten periode 2025-2030, Senin (20/1/2025). (TribunTangerang/Ikhwana Mutuah Mico) 

Laporan Wartawan TribunTangerang.com, Ikhwana Mutuah Mico

TRIBUNTANGERANG.COM, CILEDUG- Andra Soni telah ditetapkan sebagai Gubernur Banten terpilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Banten saat rapat paripurna Rabu (15/1/2025).

Tak mudah perjalanan hidup yang harus dilewatinya hingga mendapat kursi Gubernur Banten.

Andra Soni adalah sosok inspiratif yang mengukir perjalanan hidup luar biasa dari latar belakang yang sederhana.

Andra Soni pernah bekerja sebagai tukang bangunan untuk membiayai kuliah di Politeknik Swadharma

Kariernya dimulai sebagai messenger dan kemudian beralih menjadi sales tanpa gaji.

Berikut wawancara ekslusif manager peliputan TribunTangerang.com, Eko Priyono yang berlangsung di kediaman Andra Soni di kawasan Ciledug, Tangerang Selatan, Jumat (17/1/2025):

Bagaimana kehidupan Andra Soni dan pekerjaan Orangtua sebelum menjadi Gubernur Banten terpilih?


Saya punya 4 kakak. Terus saya punya 1 adik, saya lebih banyak sama Bapak karena jarak saya sama adik terlalu jauh.

Ibu saya yang mengurus adik, sementara Bapak sering membawa saya ketika ada pekerjaan. Bapak sebenarnya seorang petani yang menggarap lahan milik orang lain. Hingga akhirnya, ketika saya berusia sekitar 5-6 tahun, Bapak memutuskan untuk pergi ke Malaysia.

Di Malaysia bapak saya kerja di perkebunan kelapa sawit. Kami disana gak punya dokumen, gak punya paspor. Pokoknya masuknya secara ilegal. 

Sehingga saya boleh sekolah disana, di dalam perkebunan kelapa sawit, bukan di kota, di kebun kelapa sawit. 


Kebun itu milik siapa?


Itu milik Tabung Haji. Tabung Haji adalah perusahaan di Malaysia yang mengelola dana haji, orang tua saya kerja di situ

Setahun kemudian, ibu saya, adik saya, dan beberapa kakak saya ikut tinggal di sana bersama Bapak. Saya tinggal di sana sampai kelas 5 SD.

Sementara itu, yang lain tidak ada yang sekolah, kecuali adik dan saya yang bersekolah di sekolah Kebangsaan.

Sekolah Kebangsaan, bukan SD (Sekolah Dasar) tapi Sekolah Kebangsaan. Sekolah Kebangsaan Larang Kota Bahagia. Namanya Larang Kota Bahagia. 


Sampai kelas 5? 


Sampai kelas 5, diinformasikan bahwa tidak bisa lanjut saya ke SMP (Sekolah Menengah Pertama) karena harus di tempat lain agak menuju kota, beda kecamatan.


Perkembunan sawit juga? 


Iya, perkebunan sawit dan itu harus boarding saya tidak bisa, karena orang tua saya tidak ada dokumen. Kalau orang tua saya punya dokumen, baru boleh. Walaupun warga negara Indonesia.


Karena SMP gak bisa terus lalu gimana?


Kelas lima naik, saya dibawa kakak saya ke Jakarta. Karena tau SMP-nya gak akan bisa. Ibu saya pengen saya sekolah. Karena kakak-kakak saya tidak ada yang lulus SMA. 

Tidak sekolah karena apa? Iya, biaya ekonomi. 

Masuk SMP saya tetap di Jakarta tepatnya di Gandaria, SMA saya diterima lagi di lokasi yang sama, tetapi kelas dua SMA, saya dipindahkan ke Jogja lanjut kelas tiga, saya pindah lagi ke Bandung.

Selesai SMA, sebenarnya saya keterima di Universitas Padjajaran (UNPAD) tapi saya tidak punya uang.

Saya memutuskan kembali ke Jakarta, pertama kali, hari pertama saya tidur di ga ada temen yang bisa saya sambangin malam itu.

Saya sampai di Jakarta malam. Saya tidur di pasar Cipete kolong lalu saya baru ke rumah temen saya, habis itu saya mencari pekerjaan, akhirnya saya kerja di bangunan.

Menjadi tukang bangunan? 


Iya, ngaduk, bobok tembok karena saya kerja di perusahaan elevator bangun satu gedung, kita uji pagi elevatornya bangun 24 lantai.


Berapa lama?


6 bulan, lebih dari 6 bulan. 


Menurut saya, kalau kuliah, mahal kuliah, lalu ada temen dia ambil formulir di Politeknik Swadharma, saya ambil diploma D3 manajemen perusahaan.

Uangnya hasil kerja bangunan itu? Ya. Dan murah. Murah lah ukurannya

Untuk kuliah, murah. Walaupun untuk orang nguli yang mahal juga. 


Normal apa gimana kuliahnya? 


Tahun 1998 saya mendapat tawaran pekerjaan messenger yang suka ngantar-ngantar surat.

Lalu, Berapa lama bekerja itu? 


Mungkin sejak tahun 1998, 1999, 2000, 2001 Saya udah nggak deket sama istri.

Saat itu bertemu dengan istri, dia jadi front office saya tetap messenger. Kalau messenger itu kurang rapih jadi malu juga, pakaian yang paling rapi itu jadi sales.

Akhirnya saya menawarkan diri menjadi sales, diperkenankan oleh pimpinan saya. Dengan syarat nggak ada gajinya. Nah, sales nggak ada gajinya.

Sales itu dari komisinya. Nggak apa-apalah, saya bilang. Tapi saya minta untuk boleh balik lagi. Dan alhamdulillah dari sales itu saya selanjutnya dipromosikan jadi kepala cabang pada 2001.

Hampir, kurang dari setahun, saya dipromosikan lagi jadi manajer. Balik lagi ke Jakarta, di Mampang Prapatan.

Lalu menikah umur saya waktu itu 27 tahun. Saya dengan istri saya hanya beda sebulan umurnya. Kami sama-sama bekerja.

Sama-sama punya niat untuk menikah dan juga sambil ngurusin orang tua kan. 

Selanjutnya, pada 2005 saya mulai bisnis. Kargo sendiri. Dan kantor pertama saya di ruang ini.

Saya pilih untuk keluar dan saya bikin usaha sendiri. Tahun 2005. Lalu saya buka usaha sendiri. 2005. 2006, 2007 berkembang pesat lalu legalitasnya saya urus. Pada 2008 saya mulai dapat customer dari luar negeri. 

Kemudian, 2013 kenal politik. 2014 nyolon Jadi anggota DPRD, jadi lebih banyak beraktifitas politik. Usahanya agak turun, karena bisnis kargo itu bisnis trust, sampai sekarang masih ada, tapi biasa aja.


Rezekinya udah lumayan, memaknai kehidupan rumah tangga ini gimana menjelaskan? 


Artinya ada pasang surut, roda berputar, kemudian hidup itu kan pengulangan aja. 

Jadi prinsip saya sebenarnya keluarga yang utama tujuan kita hidup apalagi. Selain ngurusin keluarga. Dari sisi duniawinya ya.

Bahwa karir di politik dan lain-lain itu lebih kepada aktualisasi ya.

Aktualisasi dari proses tahapan-tahapan kehidupan yang terlalui. Karena saya sekolahnya itu di manajemen, saya belajar tentang teori motivasi, tahapan-tahapan kebutuhan manusia. 

Jadi di politik itu lebih kepada aktualisasi sebenarnya. Ya pengen berbuat lebih banyak tapi ya udah kecemplung.

Ya mau-mau harus di situ lah dunia saya. Dan hanya bisa jalanin. Dan istri saya mendukung.

Prinsip saya adalah anak saya gak boleh kelaparan. Orang tua saya gak boleh kelaparan. Saudara saya gak boleh kelaparan.

Kemudian anak saya gak boleh gak sekolah. Tetangga, keluarga saya gak boleh gak sekolah, saudara saya gak boleh gak sekolah.

Keponakan saya gak boleh gak sekolah. Itu aja prinsip saya. Kalau itu sudah terpenuhi berarti saya orang yang bahagia.

Ya kalau kemudian Allah kasih lebih ya berarti saya dikasih tugas untuk ngurusin yang lain. 

Termasuk jabatan Gubernur ini? 

Iya, berarti saya dapat tugas untuk ngurusin orang lebih banyak lagi. (m30)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved