Korupsi Minyak Mentah

Pertamina Dilanda Korupsi, Pengamat Minta Prabowo Turut Evaluasi Erick Thohir

Kasus korupsi tata kelola minya mentah di Pertamina tengah menjadi sorotan publik lantaran kerugiannya capai ratusan miliar.

Editor: Joko Supriyanto
Kompas TV
BANTAHAN KEJAGUNG -- Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan tegas membantah pernyataan PT Pertamina Patra Niaga yang mengklaim bahwa tak ada pengoplosan atau blending Pertamax dengan Pertalite. Untuk itu Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar menyampaikan pihaknya bekerja dengan banyak alat bukti. 

TRIBUNTANGERANG.COM - Kasus korupsi tata kelola minya mentah di Pertamina tengah menjadi sorotan publik lantaran kerugiannya capai ratusan miliar.

Direktur Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah bahkan meminta agar pihak-pihak turut diperiksa dalam kasus itu. Apalagi saat ini Kejaksaan Agung RI (Kejagung) telah menetapkan 7 tersangka.

Dedi Kurnia Syah bahkan secara terang-terangan agar Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir ikut bertanggung jawab atas kerugian negara akibat korupsi itu.

"Kelalaian Erick Tohir sebagai pengelola BUMN yang alami kerugian karena tindakan kejahatan atau korupsi, membuat Erick layak diusut sekaligus didesak mundur,” tegas Dedi, Rabu,(5/3/2025).

Dedi menambahkan, dengan mundur Erick Thohir sebagai Menteri BUMN diyakini juga akan membuat penyelidikan kasus korupsi ini lebih leluasa tanpa adanya tendensi kekuasaan. 

Dedi menekankan, Erick Thohir tidak melepaskan tanggung jawab atas kasus korupsi di Pertamina dan BUMN lain-lainnya yang telah merugikan negara.

"Agar penyelidikan kasus tersebut leluasa tanpa tendensi kekuasaan, bagaimanapun Erick Tohir tidak dapat lepas dari tanggungjawab korupsi di Pertamina, dan di badan usaha lainnya terlebih kasusnya adalah kerugian negara,” jelas Dedi.

Senada, Peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati menilai, kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023 perlu mendapatkan perhatian dari Presiden Prabowo.

Wasisto Raharjo Jati mendorong agar Presiden Prabowo berani mengevaluasi Menteri BUMN Erick Thohir lantaran tidak cermat hingga kecolongan di kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

"Saya pikir kasus korupsi di Pertamina perlu mendapat perhatian serius dari Presiden karena nominalnya yang terbesar sepanjang sejarah korupsi di Indonesia. Untuk Erick Thohir lebih kepada ketidakcermatan dalam menganalisa laporan hasil kinerja dan juga pengawasan / audit terhadap pelaksanaan tugas dan tanggungjawab direksi," jelas Wasisto.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap bahwa dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) menyebabkan kerugian negara yang sangat besar.

Dalam perhitungan sementara, kerugian negara pada tahun 2023 saja mencapai Rp 193,7 triliun. Jika pola yang sama terjadi sejak 2018, maka total kerugian selama lima tahun bisa mendekati Rp 1 kuadriliun.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengatakan angka tersebut masih bisa bertambah seiring dengan proses perhitungan yang lebih mendalam.

"Kemarin yang sudah disampaikan dirilis itu Rp 193,7 triliun, itu tahun 2023. Makanya, kita sampaikan, secara logika hukum, logika awam, kalau modusnya itu sama, ya berarti kan bisa dihitung, berarti kemungkinan lebih," ujar Harli di Jakarta, Rabu (26/2/2025).

Harli menjelaskan bahwa perhitungan Rp 193,7 triliun tersebut baru berdasarkan lima komponen yang terjadi di tahun 2023.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved