Harga Kedelai

HARGA Kedelai Melonjak, Produsen Tempe dan Tahu di Jabodetabek Ancam Mogok Produksi

Penulis: Junianto Hamonangan
Editor: Hertanto Soebijoto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Perajin tempe tahu di Kampung Buaran Indah, Kota Tangerang, beberapa waktu lalu. Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) menyebut akan terjadi mogok produksi oleh produsen tempe tahu seiring naiknya harga kedelai, Senin (14/2/2022).

TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA -- Puskopti atau Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia  DKI Jakarta akan melakukan mogok produksi dan berjualan sebagai bentuk protes naiknya harga kedelai.

Sutaryo, Ketua Puskopti DKI Jakarta mengatakan, pihaknya melancarkan aksi mogok produksi dan berjualan pada pekan depan yakni pada Senin (21/2/2022) hingga Rabu (23/2/2022) nanti.

“Karena dengan harga tinggi pembeli tempe tahu lemah (daya beli),” katanya, Rabu (16/2/2022).

Video: Harga Kedelai Melonjak, Pengusaha Tahu di Depok Perkecil Ukuran

Aksi mogok produksi dan berjualan yang akan diikuti sekitar 4.500 produsen tempe dan tahu tersebut guna memprotes harga kedelai yang mahal dimana saat ini Rp 11.300 per kilogram.

"Tuntutannya pertama stabilitas harga, kedua turunkan harga," ungkap Sutaryo.

Selain itu mogok produksi kali ini juga sebagai pernyataan produsen tempe dan tahu di Jakarta akan menaikkan harga jual selepas tanggal 23 Februari 2022 untuk menutup ongkos produksi.

Baca juga: Harga Kedelai Naik, Gakoptindo Beri Sinyal Mogok Produksi Tahu dan Tempe

 

Ia memperkirakan nantinya dengan kenaikan dari harga jual, maka harga tempe akan naik dari Rp 5.000 menjadi Rp 6.000 per papan. Sementara tahu dari Rp 35.000 naik menjadi Rp 40.000.

"Karena dengan menaikkan harga 20 persen mungkin akan sedikit menaikkan keuntungan," sambung Sutaryo.

Menurut Sutaryo, tiga poin tuntutan tersebut bersifat jangka pendek. Sementara untuk jangka panjang, pemerintah dituntut supaya mengambil tindakan mencegah dampak kenaikan global.

“Biar pemerintah memikirkan, jangan sampai setiap tahun terjadi terus seperti ini dengan hal yang sama,” katanya.

 

Pasalnya, sejak tahun 2020 hingga saat ini harga kedelai impor terus naik. Pada akhir tahun 2020 harganya Rp 7 ribu per kilogram dan kembali naik jadi Rp 9 ribu per kilogram, pada awal tahun 2021.

Pemerintah Provinsi Banten melalui Dinas Pertanian terus mendorong peningkatan produksi kacang kedelai untuk kebutuhan bahan baku pembuatan tempe dan tahu.

Menjadi salah satu upaya Pemprov Banten agar harga kacang kedelai stabil. Saat ini harga kedelai menyentuh angka Rp.10.200 per kilogram. 

Kepala Dinas Pertanian Provinsi Banten Agus Tauchid mengatakan, salah satu upaya yang dilakukan yakni dengan peningkatan produksi kedelai lokal dengan pemberian bantuan benih dan sarana produksi kepada petani seluas 2.050 ha.

 

Bantuan tersebut bersumber dari anggaran Pemerintah Pusat dan Pemprov Banten.

Selain itu, pembinaan kepada petani secara kontinyu terus dilakukan, khususnya dalam hal penanganan paska panen. 

"Kedelai lokal yang dihasilkan petani Banten memiliki ukuran yang bervariasi sehingga lebih banyak diserap oleh industri tahu," ujar Agus, Kamis (18/3/2021).

"Sementara untuk industri tempe tidak dapat banyak menyerap karena memerlukan ukuran kacang yang sama," imbuhnya.

 

"Upaya yang dapat dilakukan petani adalah melakukan sortir kedelai yang dipanen. Untuk yang berukuran besar dipasarkan ke industri tempe dan sisanya dipasarkan ke industri tahu," kata Agus. 

Pemberian bantuan benih dan sarana produksi sebenarnya sudah dianggarkan di Tahun 2020, namun karena adanya refocusing anggaran, maka bantuan tersebut kembali dianggarkan di Tahun 2021. 

"Salah satu dukungan pemerintah untuk meningkatkan produksi kedelai di Banten adalah dengan memberikan bantuan benih dan sarana produksi untuk petani," ujarnya.

"Namun di tahun 2020 ini, anggaran bantuan benih dan saprodi (sarana produksi) mengalami refocusing anggaran. Sehingga pencapaian produksi kedelai di Tahun 2020 sebagian besar berasal dari kegiatan swadaya petani," ungkap Agus. 

 

Terkait dengan naiknya harga kedelai kata Agus, dikarenakan saat ini masih bergantung pada kedelai impor, yang di mana harga kedelai dunia sedang mengalami kenaikan sehingga Indonesia termasuk Banten terkena imbasnya.

Karenanya dibutuhkan koordinasi semua pihak untuk meningkatkan penyerapan pasar terhadap produksi kedelai lokal. 

Menurut Agus, kualitas kedelai lokal sebenarnya lebih baik karena umumnya kedelai yang tersedia adalah kedelai yang baru saja dipanen sehingga lebih segar, sementara kedelai impor biasanya sudah disimpan bertahun-tahun. 

"Kedelai yang berukuran kecil sebenarnya lebih banyak mengandung protein dan rasanya lebih gurih. Selain itu, kedelai lokal merupakan kedelai asli hayati dan bukan kedelai transgenik seperti kedelai impor. Kedelai yang ditanam di negara-negara maju 80 persen adalah organisme yang telah dimodifikasi secara genetik (GMO)," ucapnya.

 

Selain itu, daya tarik lainnya untuk kedelai impor di kalangan pengusaha tahu tempe adalah adanya keloggaran pembayaran dari pemasok kedelai impor, selain disebabkan harga kedelai impor yang lebih murah dibandingkan kedelai lokal. 

"Dengan kondisi ini diperlukan peran BUMD sebagai off taker kedelai yang dapat memutus rantai pasokan kedelai lokal sehingga harga kedelai lokal lebih bersaing di pasaran dan industri tahu tempe bisa diberikan keleluasaan pembayaran bahan baku seperti yang diberikan pemasok kedelai impor," beber Agus. 

Terkait dengan pengembangan kedelai secara masal dan luas kata Agus, saat ini masih terkendala dengan penyediaan benih yang siap tanam karena teknologi benih kedelai masih jauh tertinggal dibandingkan dengan teknologi tanaman pangan lainnya.

Salah satunya adalah masa dorman benih kedelai lebih pendek yakni hanya 2 bulan, sedangkan benih lainnya seperti padi relatif panjang yakni 6 bulan 

"Permasalahan lainnya selain faktor benih adalah motivasi petani menanam kedelai harus terus ditingkatkan mengingat harga jual yang diterima petani masih dibawah Rp 7.000 per kg sementara harga over head cost minimal Rp 7.700 per kg," papar Agus.