TRIBUN TANGERANG.COM- Tahun Baru China atau Imlek dirayakan oleh etnis Tionghoa di seluruh dunia hari ini, Rabu (29/1/20250.
Berbagai perayaan dan aktivitas dilakukan untuk merayakan sukacita Imlek.
Makan bersama dan berkumpul bersama biasanya menjadi bagian dari perayaan imlek bersama keluarga.
Tradisi yang biasanya dilakukan saat Imlek adalah makan besar hingga berbagi angpao.
Namun ternyata ada beberapa aktivitas yang dilarang dilakukan dalam perayaan Imlek menurut kepercayaan masyarakat China.
Melakukan aktivitas tersebut dianggap akan mendatangkan kesialan dan menjauhakan rezeki.
Lantas apa kegiatan yang tabu dilakukan saat Imlek?
Langsung saja kita bahas, berikut beberapa hal yang pantang dilakukan saat perayaan Imlek:
1. Menangis
Dikutip dari laman Kompas.com (1/2/2019), saat perayaan Imlek, para orang tua berusaha untuk menjaga anaknya agar tidak menangis.
Menangis dipercaya menjadi lambang kesedihan dan hukuman, khususnya untuk anak-anak.
Anak yang menangis dianggap membawa peruntungan buruk bagi keluarga.
2. Makan bubur
Menu bubur tidak boleh disajikan dan dimakan saat perayaan Imlek. Bubur dianggap dapat menghalangi rezeki dan mendatangkan kemiskinan.
Oleh karena itu, sulit atau bahkan tidak ada bubur yang tersaji di meja makan orang China saat perayaan Imlek.
3. Memakai warna putih
Dilansir dari laman South China Morning Post, putih melambangkan kematian dalam beberapa budaya Asia.
Oleh karena itu, seseorang sebaiknya menghindari memberi bunga putih atau memakai pakaian putih saat perayaan Imlek.
4. Memotong atau mencuci rambut
Memotong atau mencuci (keramas) rambut saat Imlek dianggap akan menghilangkan, merusak, atau menyabotase keberuntungan Anda.
Potong dan cuci rambut Anda seminggu atau lebih sebelum hari raya Imlek 2024.
Hal yang sama berlaku pada gunting dan pisau, hindari menggunakannya saat Imlek.
5. Menggunakan sapu
Sama seperti memotong rambut, menyapu atau membersihkan rumah saat Imlek dianggap akan menghilangkan atau menyapu keberuntungan.
Masyarakat China biasanya akan membersihkan rumah terlebih dahulu sebelum masuk hari Imlek, dan bukan tepat pada hari perayaannya.
Mengapa Imlek Identik dengan Hujan?
Mungkin banyak yang bertanya kenapa Imlek selalu identik dengan hujan?
Perayaan Imlek memang biasanya selalu disertai dengan kondisi hujan.
Ada penjelasan ilmiah kenapa imlek selalu identik dengan musik hujan.
Ternyata selain dipercaya oleh masyarakat Tionghoa sebagai simbol berkah dan rezeki yang melimpah, hujan serta menandai awal dari siklus pertanian yang baru.
Langsung saja mari kita bahas kenapa imlek identik dengan hujan.
Hujan adalah pembawa berkah
Menurut Kartika Ajeng Dewanty dalam Fungsi Budaya Cap Go Meh sebagai Tradisi Masyarakat Tionghoa Perspektif Antropologi Sastra (2017), ada sebuah mitos yang berkembang dalam masyarakat Tionghoa, khususnya di kalangan penganut Kong Hu Cu.
Mitos ini menyatakan bahwa hujan yang turun sebelum perayaan Cap Go Meh (yang merupakan bagian dari rangkaian perayaan Imlek) dipercaya membawa berkah dan rezeki.
Masyarakat Tionghoa di Indonesia dan berbagai belahan dunia kerap mengharapkan hujan saat perayaan Tahun Baru Imlek, karena mereka meyakini bahwa hujan merupakan simbol dari keberuntungan dan pembawa rezeki yang berlimpah.
Bertepatan dengan musim hujan
Namun, faktor budaya dan mitos bukan satu-satunya alasan mengapa Imlek selalu berhubungan dengan hujan.
Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), perayaan Imlek yang jatuh pada akhir Januari hingga awal Februari memang bertepatan dengan puncak musim hujan.
Pada periode ini, curah hujan memang cukup tinggi, terutama di wilayah Indonesia.
Kondisi cuaca basah dan seringnya hujan turun pada saat Imlek membuat perayaan ini identik dengan hujan.
Hari Raya Imlek memang sering kali bertepatan dengan puncak musim hujan, yang ditandai dengan curah hujan yang tinggi.
Faktor alam lainnya yang berperan adalah pengaruh angin muson timur laut yang bertiup di Laut Cina Selatan.
Dilansir dari The Strait Times, angin ini menyebabkan suhu harian pada periode Tahun Baru Imlek menjadi lebih rendah, berkisar antara 22 hingga 30 derajat Celsius, serta menambah cuaca basah yang sering terjadi.
Semua kondisi ini membuat Imlek tak hanya identik dengan suasana meriah, tetapi juga dengan cuaca yang lebih dingin dan basah.
Imlek dan kegiatan pertanian
Selain itu, ada kaitan yang lebih dalam antara perayaan Imlek dan musim hujan ini dengan tradisi agraris yang telah berlangsung ribuan tahun.
Sebagaimana dilaporkan oleh Asia for Educator, masyarakat Tionghoa pada masa lalu sangat bergantung pada siklus pertanian untuk kehidupan mereka.
Mereka tinggal di daerah pedesaan dan hidup dari hasil pertanian. Kegiatan mereka sehari-hari sangat terkait dengan waktu yang tepat untuk bercocok tanam, seperti membajak tanah, menanam benih, merawat tanaman, hingga memanen hasil pertanian.
Oleh karena itu, kalender lunar Tiongkok, yang dikenal sebagai kalender pertanian, memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan waktu-waktu penting dalam pertanian.
Kalender lunar Tiongkok ini juga menentukan kapan Tahun Baru Imlek dirayakan, yang biasanya jatuh pada waktu yang bersamaan dengan musim hujan pertama di awal tahun.
Musim hujan ini menjadi pertanda bahwa saatnya untuk mempersiapkan ladang dan memulai siklus pertanian yang baru.
Dalam konteks inilah Imlek, yang menandakan awal tahun baru, selalu identik dengan hujan.
Hujan pertama di tahun ini menjadi simbol kesuburan dan keberuntungan yang akan mendatangkan hasil pertanian yang melimpah.
Jadi, tak hanya karena faktor cuaca dan kepercayaan budaya, Imlek yang identik dengan hujan juga melambangkan harapan dan kehidupan baru.
Hujan yang turun selama perayaan Imlek bukan hanya sebagai cuaca alami.
Tetapi juga sebagai pembawa berkah, rezeki, dan awal dari siklus kehidupan yang baru, baik dalam kehidupan pertanian maupun kehidupan sehari-hari masyarakat Tionghoa.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini
Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News