TRIBUN TANGERANG.COM- Dina kaget bukan main mendapati kenaikan Iuran BPSJ Kesehatan milik sang ibu.
Biasanya hanya membayar Rp 35 ribu per bulan, kini Dina harus merogoh kocek lebih dalam lagi.
Pasalnya kini iuran BPJS Kesehatan milik ibunya naik menjadi Rp 70 ribu.
Warga Tangsel ini kaget bukan kepalang saat mengetahui bahwa dana yang harus dibayarkan sebesar Rp 70 ribu.
Jumlah tersebut tercata di 'struk' pembayaran miliknya saat bertransaksi lewat mobile bangking sebuah bank ternama.
Alangkah kagetnya Dina harus mengeluarkan uang lebih untuk membayar jamina kesehatan sang ibu yang masuk kategori bukan penerima upah.
Ibu Dina merupakan Ibu Rumah Tangga yang tidak bekerja.
"Bulan lalu sepertinya masih Rp 35 ribu per bulan. Hari ini saya bayar sudah Rp 70 Ribu," katanya, Selasa (1/7/2025).
Dina mengaku mengetahui adanya kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut pada Senin 1 Juli 2025 pukul 16.00 WIB.
Sebagai informasi, BPJS Kesehatan saat ini memiliki 3 klaster untuk kelompok masyarakat bukan pekerja:
Kelas 1: Rp150.000 per bulan per orang.
Kelas 2: Rp100.000 per bulan per orang.
Kelas 3: Rp42.000 per bulan per orang, namun peserta hanya membayar Rp35.000 karena ada subsidi dari pemerintah sebesar Rp7.000.
Kenaikan iuran yang dirasakan Dina sebenarnya sejalan dengan rencana pemerintah yang ingin menaikan Iuran BPJS Kesehatan per 1 Juli 2025.
Meski belum ada penjelasan resmi soal kenaikan kenaikan iuran PBPJS Kesehatan oleh pemerintah namun kenaikan iuran yang dialami warga menguatkan indikasi tersebut.
Meski begitu, hingga Senin (1/7/2025) belum ada keterangan resmi dari BPJS soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan 2025.
BPJS Kesehatan Wacanakan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Juli 2025
Jauh sebelum iuran BPJS Kesehatan mengalami kenaikan seperti yang dirasakan oleh Dina, Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Ali Ghufron Mukti sudah menyingung soal wacana kenaikan iuran.
Namun dia memang belum bisa memastikan apakah iuran BPJS akan naik atau tetap pada Juli 2025.
Ali Ghufron mengatakan, pihaknya saat ini menyiapkan berbagai skenario seiring dengan BPJS Kesehatan yang mengalami defisit.
Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024, sebut Ali, iuran BPJS Kesehatan bisa dievaluasi setiap dua tahun.
Baca di Perpres 59, (bisa) dievaluasi, lalu nanti maksimal 30 Juni atau 1 Juli 2025, nah itu iurannya, tarifnya, dan manfaat tarifnya akan ditetapkan. Jadi saya tidak bilang harus naik atau apa, bukan,” kata Ali usai Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Rabu (13/11/2024).
“Tapi di Perpres 59 itu disebutkan seperti itu. (Jadi) iya, (iuran) bisa naik, bisa tetap. Ini kan skenario,” tutur Ali. Namun, Ali menegaskan bahwa BPJS Kesehatan bukan pihak yang menetapkan iuran naik atau tetap.
BPJS Kesehatan hanya menyiapkan skenario.
“BPJS sebagai badan yang mengeksekusi, bukan regulasi ya. Sehingga kami sudah antisipasi berbagai macam skenario. Artinya ini (iuran naik) bisa ya, bisa tidak,” ucap Ali.
Dikutip dari Kompas.id, berdasarkan Rencana Kerja Anggaran Tahunan BPJS Kesehatan Tahun 2024, biaya manfaat yang harus dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan pada 2024 diproyeksi mencapai Rp 176,8 triliun.
Jumlah tersebut lebih besar dari besaran penerimaan iuran yang diproyeksi sebesar Rp 157,8 triliun. Dari jumlah itu, berarti selisih biaya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mencapai hampir Rp 20 triliun pada tahun ini.
Sementara pada 2023, tercatat besaran beban manfaat mencapai Rp 158,8 triliun, dan penerimaan iuran sebesar Rp 149,61 triliun.
Namun demikian, Ali Ghufron memastikan aset neto atau aset bersih masih sehat. Ia memastikan BPJS Kesehatan lancar membayar iuran ke rumah sakit (RS) dan puskesmas pada 2025.
Adapun aset neto BPJS Kesehatan saat ini sekitar Rp 50 triliun. “Maka tahun 2025 kami pastikan kami lancar membayar rumah sakit. Jangan sampai pelayanan sulit atau apa, tiga hari belum terkendali pasien suruh pulang segala macam karena enggak dibayar, kami bayar,” kata Ali.
Ali juga menegaskan bahwa tidak ada kebijakan BPJS Kesehatan untuk mengurangi rujukan. “Atau untuk memulangkan (pasien) sebelum terkendali pasiennya dalam tiga hari,” tutur Ali.
Untuk menekan defisit, Ali mengatakan bahwa BPJS Kesehatan telah membuat berbagai skenario, salah satunya menaikkan iuran pada Juli 2025.
“Itu salah satu cara, tapi cara lain banyak. Kami sudah bikin skenario,” kata Ali.
Menkes Ungkap Rencana Kenaikan
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin buka suara soal rencana iuran BPJS Kesehatan bakal naik mulai Juli 2025.
Pihaknya menyampaikan, proyeksi kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada 2025 menurutnya sudah disimulasikan sejak 2022.
"Sebenarnya kita sudah melakukan simulasi (kenaikan iuran BPJS Kesehatan) itu sejak 2022 pada saat kita naikkan tarif ke rumah sakit. Angka itu udah ada, dan angka itu setiap tahun kita review perkembangannya. Jadi kita tahu kondisinya sampai di mana kira-kira BPJS akan tahan" kata dia, dikutip dari Antara.
Budi mengaku sudah melakukan berbagai intervensi untuk memastikan kondisi BPJS Kesehatan baik-baik saja, salah satunya dengan memperhatikan apakah pembayaran yang dilakukan sudah sesuai.
Sebab menurutnya ada banyak rumah sakit yang melakukan klaim berlebihan atau memalsukan biayanya.
"Sekarang tinggal kita lihat apakah angka perencanaan kita dan realisasinya itu dekat atau enggak. Dan kalau ternyata ada selisih jauh itu seperti apa," ujar Budi.
BPJS Kesehatan terancam defisit anggaran Rp 20 triliun
Meks Budi Gunadi mengatakan masih terus berkomunikasi dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani untuk memantau dan menangani kondisi BPJS Kesehatan, serta melakukan penyesuaian, terkait isu kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Ia juga bakal memanggil Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti untuk mendiskusikan soal iuran BPJS Kesehatan tahun 2025.
Sebelumnya, Ali menyebutkan bahwa iuran peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bakal naik pada pertengahan 2025 saat penerapan kelas rawat inap standar atau KRIS diberlakukan.
Diberitakan Kompas.id, Ali menjelaskan, iuran peserta JKN perlu dinaikkan karena BPJS Kesehatan dihadapkan dengan ancaman defisit antara pembayaran klaim manfaat dan penerimaan iuran sebesar Rp 20 triliun hingga akhir tahun ini.
Namun, Budi sendiri menyampaikan, penggunaan istilah 'defisit' perlu diperhatikan. Sebab, BPJS Kesehatan masih memiliki anggaran puluhan triliun.
"Jadi defisitnya itu mungkin defisit berjalan sekarang dari iuran yang masuk dan juga expenses yang keluar. Tetapi BPJS sendiri masih punya cadangan cash saya rasa di atas Rp 50 triliun," kata dia.
Apabila merujuk data sepanjang Januari hingga Oktober 2024, defisit BPJS Kesehatan tercatat mencapai Rp 12,83 triliun.
Oleh karena itu, rencana menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan pun menurutnya bertujuan demi keberlangsungan program ini.
Akan Naik Juli 2025
Rencana kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan sudah disebutkan dalam Peraturan Presiden nomor 59 tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Pada Pasal 103B ayat (8) Perpres menyebutkan, penetapan manfaat, tarif, dan iuran ditetapkan paling lambat 1 Juli 2025.
Tak hanya kenaikan iuran BPJS Kesehatan, beberapa solusi lain yang diajukan adalah cost sharing, yang diterapkan di beberapa negara.
Cost sharing adalah program di mana pasien yang datang ke rumah sakit membayar sedikit, dengan jumlah yang tidak memberatkan.
Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini
Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News