Anggota DPR RI Dinonaktifkan

Penonaktifan 5 Anggota DPR RI Dinilai Setengah Hati, Bukan karena Kesadaran tapi Ketakutan

Mereka yang dinonaktifkan adalah Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Partai NasDem, Uya Kuya dan Eko Patrio dari PAN

Editor: Joseph Wesly
(kolase tribun)
SETENGAH HATI- Surya Paloh menonaktifkan dua wakil rakyat yang berasal dari Fraksi Partai NasDem yang dianggap mencederai perasaan rakyat dan menyimpang dari garis perjuangan partai. Penonaktifkan lima anggota DPR RI dianggap setengah hati. Datang bukan dari kesadaran tapi ketakutan. (kolase tribun) 

TRIBUN TANGERANG.COM, JAKARTA- Sebanyak lima anggota DPR RI resmi dinonaktifkan partai politik masing-masing pada Minggu (31/8/2025).

Mereka yang dinonaktifkan adalah Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Partai NasDem, Uya Kuya dan Eko Patrio dari PAN, serta Adies Kadir dari Partai Golkar.

Keputusan ini muncul setelah gelombang protes publik memuncak akibat pernyataan kontroversial para anggota dewan soal gaji dan tunjangan.

Namun istilah nonaktif yang dipakai partai justru dianggap abu-abu dan tak menyentuh akar masalah.

Penonaktifkan kelima politikus itu direspon oleh pengamat Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya dan eks Kader NasDem, Zulfan Lindan.

Mantan anggota DPR RI, Zulfan Lindan, menilai kebijakan parpol ini hanya setengah hati. Menurutnya, status nonaktif tidak menyelesaikan masalah karena bisa sewaktu-waktu dicabut.

“Kalau sekadar nonaktif itu masih main-main. Kalau serius, ya diberhentikan, bahkan dicabut juga keanggotaan partainya. Karena apa yang mereka lakukan sudah keterlaluan,” ujar Zulfan, dikutip dari Kompas TV.

Ia menilai penonaktifan hanya bentuk ketakutan elite partai terhadap ancaman massa, bukan kesadaran untuk memperbaiki citra.

Baca juga: Belum Genap Setahun Rasakan Empuknya Kursi DPR RI, Nafa Urbach Dinonaktifkan NasDem, Ini Sosoknya

Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya (Toto), menilai langkah parpol juga menunjukkan sikap setengah hati.

Menurutnya, tindakan itu bukan hasil kesadaran, melainkan keterpaksaan karena isu sudah viral di media sosial.

“Kalau hanya sekadar meredam kemarahan publik, itu berarti keterpaksaan. Bahayanya, partai selama ini tahu ada kader bermasalah tapi dibiarkan selama tidak ramai dibicarakan,” jelas Toto.

Lemahnya Kontrol Internal

Zulfan dan Toto sama-sama menyoroti lemahnya kontrol partai terhadap kader. Menurut mereka, pengawasan partai terhadap anggota DPR masih sangat minim, baik dari sisi kualitas maupun transparansi kinerja.

Kondisi ini membuat publik semakin ragu bahwa penonaktifan yang diumumkan benar-benar akan membawa perubahan.

Meski mengapresiasi langkah cepat parpol merespons gejolak publik, Toto menegaskan bahwa penonaktifan tak cukup.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved