Mahfud MD: Jual Beli Pasal Bisa Terjadi, Hakim Tidak Boleh Dibelenggu Undang-undang

Mahfud mengungkapkan, secara umum para hakim bisa dipengaruhi dua doktrin hukum, yakni rechtsstaat dan rule of law.

Editor: Yaspen Martinus
polkam.go.id
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengingatkan para hakim kreatif dalam menegakkan hukum, keadilan, dan kemanfaatan. 

TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengingatkan para hakim kreatif dalam menegakkan hukum, keadilan, dan kemanfaatan.

Hakim, katanya, tidak boleh dibelenggu undang-undang.

Menurutnya, apabila itu terjadi, maka jual beli perkara bisa saja terjadi.

Baca juga: 4 Merek Vaksin Covid-19 Sedang Proses Registrasi Izin di BPOM, Ada yang Cuma Butuh Sekali Suntik

Hal tersebut disampaikan Mahfud dalam Webinar Serial Diskusi Akademik: 80 Tahun Prof Dr Bagir Manan SH M CL bertajuk 'Peran Putusan Hakim dalam Pembentukan Hukum Nasional', Kamis (26/8/2021).

"Intinya hakim harus kreatif menegakkan hukum, keadilan, dan kemanfaatan."

"Tidak boleh hanya dibelenggu oleh UU, karena jual beli bisa terjadi dalam penggunaan pasal."

Baca juga: KISAH Juragan Becak Kayuh di Tangerang, Tak Patok Jumlah Setoran, Tinggal di Gubuk Dekat Parit

"Yang kadang kala tinggal menggunakan pasal yang mana untuk melakukan ini dan itu," kata Mahfud, dikutip dari kanal YouTube Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Jumat (27/8/2021).

Mahfud sempat menjelaskan sejarah peran hakim di dunia dan di Indonesia.

Mahfud mengungkapkan, secara umum para hakim bisa dipengaruhi dua doktrin hukum, yakni rechtsstaat dan rule of law.

Baca juga: Penyelidik Tak Lulus TWK: Kalau KPK Bergantung pada Koruptor Ceroboh Pakai Hape, OTT Wassalam

Mengutip peneliti hukum John Henry Merrymen, Mahfud mengatakan orang-orang, termasuk hakim penganut doktrin rechtsstaat, akan dinilai kehebatannya dari cara menerjemahkan undang-undang sesuai maksud pembuatannya, sehingga bunyi pasal sesuai faktanya.

Namun, lanjut dia, pada orang-orang yang menganut doktrin rule of law, termasuk hakim, dinilai kehebatannya apabila bisa menciptakan hukum sendiri atau landmark decision, di antaranya berdasarkan rasa keadilan dan kebutuhan masyarakat.

Ia kemudian mempertanyakan posisi Indonesia dalam konteks dua doktrin tersebut.

Baca juga: Bareskrim Dalami Motif Muhammad Kece Sebar Konten Ujaran Kebencian Berbau SARA

Menurutnya, Indonesia menganut keduanya.

Indonesia, kata Mahfud, cenderung menganut doktrin prismatikal, di mana nilai-nilai positif dari konsep berbeda diambil, diolah, dan dijadikan satu.

"Oleh sebab itu, wewenang hakim itu bagus, putusan itu tidak boleh sama, tidak boleh diikat oleh undang-undang."

Baca juga: KPK Klaim Tahu Keberadaan Harun Masiku, Bambang Widjojanto: Sengaja Diberi Tahu Biar Kabur

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved