Kabar Duka
Profil Eben Burgerkill Meninggal Dunia Saat Konser 48 Tahun Godbles di ICE BSD
Eben Burgerkill diduga mengalami serangan jantung hingga mengembuskan napas terakhirnya usai konser 48 tahun Godbless
Penulis: Irwan Wahyu Kintoko | Editor: Dian Anditya Mutiara
Bagi Eben, titik tertinggi band besutannya adalah ketika touring di Australia dan bermain di festival besar seperti Soundwave dan Big Day Out. Tentu termasuk juga penghargaan Metal as F*ck itu. "Tapi kami tidak puas sampai di situ," ujar Eben.
Sebenarnya panggilan Aries Tanto bukan Eben ketika tumbuh besar di Jakarta. Panggilannya Bento, diambil dari lagu Iwan Fals dengan judul Bento juga--dari album Swami (1989). Anak tongkrongan di Manggarai Jakarta memanggilnya dengan sebutan itu.
Ia sempat bergaul lama di kawasan tersebut. Ada nama gang Glatik di daerah itu yang merupakan tempat tinggal neneknya. Ketika itu Iwan Fals memang yang paling disuka publik--yang lagunya kerap didendangkan oleh anak-anak Manggarai.
Setiap kali makan atau trip bersama anak tongkrongan itu, Eben selalu jadi juru bayarnya. Selalu begitu. Sehingga anak-anak menjulukinya Bento. Tak peduli tanggal tua atau musim paceklik. Tidak pusing berapa orang teman yang ikut bersamanya, dia selalu yang membayar.
Dari panggilan Bento, lama-lama orang hanya memanggil kata depannya saja. "Ben, ben," kisahnya.
Kemudian nama panggilannya jadi Eben setelah pindah sekolah ke Ujung Berung, Bandung. "Gue dikeluarkan dari SMA 82," kata Eben.
Bandung sebenarnya pilihan keduanya untuk meneruskan sekolah. Pilihan pertamanya adalah Surabaya. Namun karena omnya yang tinggal di Surabaya itu polisi dan galak, membuatnya batal ke sana.
Eben saat itu merasa sudah malas menyelesaikan sekolah. "Tapi nyokap mendorong gue agar meneruskan," tutur lulusan Design Produk Itenas Bandung ini.
Eben memang dekat dengan Ibunya, juga ayahnya yang merupakan pengusaha mebel. Ia punya satu saudara pria. Pada masa kecilnya, sang ayah membebaskan Eben untuk menentukan masa depan. Termasuk di bidang seni.
Tetapi ada satu yang dilarang sang ayah: main gitar. Eben dituntut untuk tidak bermain gitar, tapi justru boleh memainkan piano dan organ. Ayahnya berharap, ia tak seperti anak tongkrongan yang menghabiskan malam dengan main gitar dan bermabuk-mabukan.
Karena kekeh belajar gitar, Eben kerap berdebat dengan ayahnya--yang menuntut Eben menjadi pengusaha nantinya, bukan gitaris.
Namun Eben terlanjur kesengsem oleh teknik gitar andalan para gitaris band-band Eropa, seperti dari Gojira, Hacride, atau Lyxanzia.
Selain itu band-band Amerika old-school seperti Megadeth, Slayer, dan Anthrax. "Gue nekat belajar," tuturnya.
Penderitaan Eben tak lama berlangsung. Di usianya ke-12, ia memberanikan diri membeli gitar sendiri dari celengannya. Kemudian ia belajar dari seorang pengrajin kayu bernama Mat Ramli.
Mat Ramli ini tinggal di sebuah mes bengkel kayu depan rumahnya.