Densus 88 Selalu Dampingi Teroris Sejak Terduga Hingga Bebas, Ini Bermacam Pendekatan yang Dilakukan
Pendekatan tersebut, kata dia, kemudian dilanjutkan saat status mereka dinaikkan menjadi tersangka teroris.
Dalam pendekatan empati tersebut, kata Shodiq, dibutuhkan kemampuan merasa untuk menjadi diri dari terduga teroris, keluarga, bahkan temannya.
Baca juga: Siti Zuhro: Politisasi SARA Demi Menang Pemilu Adalah Kekejian
Sehingga, kata dia, para terduga teroris tersebut percaya dengan interogator.
"Kadang kita diskusi selama 14 hari tidak menyentuh substansi masalah."
"Hanya membangun chemistry antara saya dan teman-teman dengan mereka selama 14 hari."
Baca juga: UPDATE Covid-19 Indonesia 15 Oktober 2021: 1.408 Pasien Sembuh, 915 Orang Positif, 41 Meninggal
"Setelah terbangun komunikasi yang intens, baru kita serahkan ke penyidik. Status naik jadi tersangka," bebernya.
Shodiq juga mengungkapkan pengalamannya bertugas menjadi interogator dalam kasus-kasus terorisme sejak 1988.
Ia menggambarkan pada interogasi tahap awal dilakukan tidak dalam bentuk mencari tahu perbuatan dari terduga teroris, karena para interagator sudah mengetahui karakter mereka.
Baca juga: Survei SMRC Ungkap 84 Persen Rakyat Ingin Masa Jabatan Presiden Tetap Dibatasi Dua Periode
Dalam interogasi tersebut, kata dia, borgol terduga teroris akan dilepas dan diberi minum.
Pertanyaan awal yang ditanyakan, kata dia, adalah apa yang terduga teroris tersebut rasakan.
"Tidak pernah menanyakan substansi perkara yang ditangkap."
"Karena saya anggap dia ditangkap karena alat bukti sudah cukup oleh teman-teman intelijen," papar Shodiq. (Gita Irawan)