Tangerang Raya

Masalah Utang, Keluarga Polri Ini Diusir dari Rumahnya di Cipondoh, hanya Bawa Pakaian di Tubuh

Rahmawati diusir secara paksa pada Rabu (6/10/2021) lalu pukul 08.00 WIB oleh seorang berinisial SN dengan membawa 30 orang.

Penulis: Gilbert Sem Sandro | Editor: Mohamad Yusuf
TRIBUNTANGERANG/GILBERT SEM SANDRO
Rahmawati istri dari seorang anggota kepolisian Polres Metro Jakarta Barat yang dipaksa diusir dari rumahnya oleh sekelompok orang, saat memberi keterangan kepada awak media. 

TRIBUNTANGERANG.COM, TANGERANG - Tidak mampu membayar cicilan peminjaman uang, Rahmawati warga Cipondoh, Kota Tangerang, terpaksa hengkang dari rumahnya sendiri.

Rahmawati diusir secara paksa pada Rabu (6/10/2021) lalu pukul 08.00 WIB oleh seorang berinisial SN dengan membawa sejumlah kelompok yang beranggota sekira 30 orang.

Rahmawati yang merupakan seorang istri dari anggota kepolisian Polres Metro Jakarta Barat mengaku, pengusiran tersebut dilakukan oleh SN dengan alasan rumah miliknya kini sudah dimiliki kliennya yang telah memenangkan pelelangan yang dilakukan oleh salah satu balai lelang swasta.

"Saat diusir, kami sama sekali tidak membawa satu pun pakaian ataupun barang-barang lainnya, yang kami bawa saat diusir hanya baju yang menempel di badan waktu pagi itu," ujar Rahmawati kepada awak media, Senin (29/11/2021) sore.

Parahnya lagi saat diusir secara paksa, terdapat 9 orang anggota keluarga yang berada di dalam rumah tersebut, yang mana dua di antaranya ialah seorang bayi berusia lima bulan dan seorang anak berusia 9 tahun.

Karena merasa ketakutan saat diintimasi oleh puluhan orang, Rahmawati pun mengalah dan terpaksa meninggalkan rumah tanpa sempat membawa harta bendanya.

Setelah keluar dari kediamannya, seluruh barang-barang berharga serta perabotan rumah tangga Rahmawati dikeluarkan, tanpa mengetahui dimana lokasi penyimpanan seluruh barang-barangnya itu.

"Semua barang-barang seperti sertifikat, perhiasan, alat elektronik seperti tv, komputer, laptop semua dikeluarkan, tidak tahu dipindahkan kemana tempatnya," kata dia.

"Waktu ditinggal kamar dalam posisi dikunci sama kita karena perhiasan disitu, tapi mereka bisa masuk ke kamar karena merusak kunci pintu kamar," imbuhnya.

Saat pengusiran, wanita berusia 51 tahun juga mengaku, sempat diancam untuk tidak melibatkan pengadilan dan pengacara dalam  duduk permasalahan tersebut. 

"Saya disarankan jangan menggunakan pengacara dan minta bantuan pengadilan," sambungnya.

Lebih lanjut kuasa hukum Rahmawati,  Darmon Sipahutar menjelaskan, permasalahan bermula saat Rahmawati meminjam uang sebesar Rp 200 Juta pada sebuah perusahaan finance pada tahun 2016 silam dan telah membayar angsuran sekira hingga Rp 130 Juta. 

Namun, angsuran itu macet dan Rahmawati sempat meminta relaksasi. Akan tetapi ia tak mendapat respon oleh pihak perusahaan, yang disebut Darmon telah dibekukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Baca juga: Cara Cek Penerima BSU Rp1 Juta Lewat bsu.kemnaker.go.id atau WhatsApp dan Cara Pencairannya

Baca juga: Kisah Keluarga Komplotan Copet Asal Jakarta Beraksi di Sirkuit Mandalika, Ayah, Ibu, Anak, Tersangka

Baca juga: Tersinggung Netizen Tuding Gagal Kendalikan Hujan Saat WSBK Mandalika, Pawang Hujan Lapor Polisi

"Itu kita akui ada kamacetan pembayaran, makanya menyampaikan surat ke perusahaan itu untuk diberikan relaksasi terhadap hutangnya, tapi tidak ada jawaban sama sekali," tutur Darmon Sipahutar.

Darmon mengungkapkan bahwa piutang itu telah dijual perusahaan finance kepada J Supriyanto, yang merupakan pemilik balai lelang swasta Griya Lestari.

Dan selanjutnya, J Supriyanto melelang rumah itu di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Tangerang I, yang kemudian dimenangkan oleh Rasmidi dengan harga sebesar Rp 725 Juta. 

Darmon menilai, harga rumah dua tingkat milik Rahmawati seluas 297 meter persegi tersebut seharusnya berada pada kisaran harga Rp3 Miliar.

"Harga rumah waktu dilelang yang kami dapat informasinya itu hanya Rp 725 juta, padahal kalau kami taksir harga rumah itu sekira Rp 3 Miliar, dan utangnya itu hanya Rp 200 juta," tegasnya.

Setelah memenangkan lelang, kuasa hukum Rasmidi, yakni SN mendatangi rumah Rahmawati pada pada 23 September 2021 lalu, guna menyampaikan bahwa kediamannya telah beralih tangan melalui tahap lelang.

Lalu, SN melakukan somasi pada 27 September 2021 dan 2 Oktober 2021 dengan memberi peringatan kepada Rahmawati agar segera mengosongkan dan meninggalkan rumahnya itu.

Dan akhirnya, SN kembali ke rumah Rahmawati pada 6 Oktober 2021 dengan membawa puluhan orang untuk mengusir Rahmawati beserta keluarga secara paksa. 

Darmon menegaskan, perlakuan yang dilakukan tersebut tak sesuai dengan prosedur dan janggal, pasalnya, eksekusi seharusnya dilakukan lewat jalur pengadilan

Baca juga: Data Diri di Sertifikat Vaksin Salah? Jangan Panik, Perbaiki Lewat Chatbot WhatsApp PeduliLindungi

Baca juga: Daftar Tempat Wisata Menawan di Banten yang Dapat Dinikmati pada Akhir Pekan

"Saat pengusiran yang dilakukan SN sekelompok orang itulah, akhirnya ibu Rahmawati terpaksa meninggalkan rumahnya sendiri," jelas Darmon.

"Hal ini patut diduga karena telah melakukan tindak pidana, karena pengetahuan kami, setiap melakukan eksekusi tidak boleh dilakukan di luar jalur pengadilan," tuturnya 

"Tapi ini agak lucu dan aneh, mereka lakukan eksekusi diluar Jalur pengadilan. Kami anggap Ini adalah eksekusi premanisme," tambah Darmon. 

Ia menerangkan apabila dilelang, KPKNL seharusnya membuat permohonan untuk eksekusi rumah tersebut ke Pengadilan Negeri Tangerang. Namun, hal itu tidak dilakukan, dan eksekusi justru dilakukan sepihak oleh SN. 

"Mereka melakukan cara di luar prosedur hukum yang diatur, kalau begitu mereka sudah melakukan aksi premanisme untuk melakukan pengosongan rumah itu," paparnya

Setelah menelusuri kejelasan Rasmidi sang pemenang lelang, yang diketahui tinggal di kawasan Kebayoran Baru RT 14 RW 9, Jakarta Selatan, Darmon menyebut bahwa Rasmidi tidak tinggal di lokasi tersebut.

"Kami sudah datangi alamat Rasmidi ini dan dia tidak ada di alamatnya. Bahkan ketua RW setempat sudah membuat surat pernyataan bahwa tidak ada warga yang namanya Rasmidi yang pernah tinggal disana," ungkapnya.

Karena merasa terancam saat pengusiran, lanjut Darmon, Rahmawati akhirnya mengadu ke pihak kepolisian dengan melapor ke Polsek Cipondoh, yang kemudian diarahkan ke Polres Metro Tangerang Kota.

"Karena takut ibu Rahmawati meminta perlindungan ke Polsek Cipondoh, lalu diarahkan ke Polrestro Tangerang Kota, karena perkara ini dianggap di bagian Harta Benda," jelasnya.

Kemudian, Rahmawati diminta Polrestro Tangerang Kota untuk membuat surat pernyataan dan mengosongkan rumah dalam tenggat waktu 14 hari. 

"Ketika ibu ini kembali ke rumahnya dimana rumahnya sudah dalam keadaan gelap, lampu listrik sudah dipadamkan dan gerbang di gembok pakai rantai," beber Darmon.

Kasus ini pun tengah ditangani pihak kepolisian, dengan disangkakan Pasal 335, 160, 406, 363 dan 170 KUHP tentang perbuatan tidak menyenankan dak pencurian.

"Yang saya sayangkan proses yang dilakukan hanya sebatas penyelidikan saja, padahal saksi sudah kami ajukan dan bukti sudah Kami berikan," ucapnya.

Selain itu, Rahmawati juga telah melaporkan Polres Metro Tangerang Kota ke Polda Metro Jaya, sebab menilai tidak dapat menjalankan fungsinya, yakni melindungi dirinya serta keluarga. 

"Kami juga minta atensi atas laporan kami yang sedang ditangani Polres Metro Tangerang Kota, agar memberikan tindakan kepada oknum yang menurut kami tidak memberikan pelayanan kepada warga masyarakat," tutup Darmon Sipahutar. (m28)

 

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved