Catatan Egy Massadiah

'Bapak Air', Pangkostrad Maruli serta Pengakuan Doni Monardo

Salah satu “tiupan angin kencang” yang menerpa Maruli adalah statusnya sebagai anak-menantu Menko Perekonomian dan Maritim, Luhut Binsar Pandjaitan.

Editor: Hertanto Soebijoto
Dok. Pribadi/Egy Massadiah
Egy Massadiah, Ketua Yayasan Kita Jaga Alam dan juga wartawan senior bersama Mayjen TNI Maruli Simanjuntak (kanan) 

Menurut catatan saya, dua-per-tiga jabatan yang pernah diemban, adalah jabatan-jabatan komandan. Jabatan-jabatan pemegang tongkat komando. Dari sisi ini saja kita paham bahwa Maruli adalah prajurit yang memang memiliki kapasitas dan kapabilitas.

Beberapa jabatan puncak kesatuan yang pernah ia sandang, dimulai dari Komandan Detasemen Tempur Cakra (2002), lalu Komandan Batalyon 21 Grup 2/Sandi Yudha (2008-2009).

Selanjutnya, Komandan Sekolah Komando Pusdikpassus (2009—2010), Komandan Grup 2/Sandi Yudha (2013—2014), Komandan Grup A Paspampres (2014—2016), Komandan Korem 074/Warastratama (2016—2017), Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Danpaspampres) (2018—2020), dan Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) IX/Udayana (2020—2021).

Awalnya Aju

Beruntung, saya bisa memotret dekat perjalanan karier Maruli di militer. Lebih beruntung karena profesi jurnalis yang saya sandang, sehingga terbiasa mencatat dan mendokumentasikan segala sesuatu. Termasuk sosok Maruli ini.

Masih terkenang jelas jejak-jejak Maruli dan kawan-kawan seangkatan, saat awal penugasan. Hari-hari setelah mereka lulus akademi militer dan dilantik presiden menjadi prajurit berpangkat letnan dua.

Izinkan saya mengilas balik ke era 1990-an, saat awal merajut persahabatan dengan Maruli. Itu terjadi secara kebetulan.

Benar. Kebetulan saya punya teman sejak Taman Kanak-Kanak di Sengkang Wajo, Sulawesi Selatan, bernama Andi Sirajuddin Kube Dauda (Almarhum), yang akrab saya panggil Aju. Ia juga seorang tentara baret merah, lulusan Akmil lichting 1991.

Ayah Aju bernama Andi Kube Dauda, mantan bupati di Sul Sel, seumuran ayah saya.

Aju ini kakak angkatan Maruli. Mereka sangat dekat karena sama-sama atlet judo. Jadi, Aju, Maruli dan teman-temannya sering main ke tempat saya di Cinere, perbatasan Depok dan Jakarta Selatan.

Sebaliknya, saya juga sering nongkrong di rumah Aju di bilangan Batu Ampar, Condet, Jakarta Timur. Tak jarang saya melihat dan menemani mereka latihan judo di Mako Kopassus, Cijantung.

Saya perhatikan, angkatan 1991 dan 1992 sangat akrab. Apalagi mereka yang sama-sama mengikuti TC (Training Camp) sebagai atlet judo di bawah gemblengan pelatih judo dari Korea. Hampir setiap hari mereka berinteraksi.

Selepas apel di markas Kopassus Cijantung, para prajurit yang notabene atlet judo itu langsung latihan sampai sore.

Begitulah rutinitas mereka saat itu. Program Judo, Taekwondo ketika itu diinisiasi Danjen Kopassus Prabowo Subianto. Prabowo pulalah yang mendatangkan pelatih langsung dari Korea.

Selain judo dan taekwondo, sebagian prajurit lain mendalami bela diri pencak silat Merpati Putih. Aju, sahabat saya ini termasuk yang menjadi murid Mas Pung, guru besar Merpati Putih saat itu.

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved