Edukasi
Waspadai Kebutaan karena Glaukoma! Cegah dengan Deteksi Dini
Glaukoma adalah kerusakan pada saraf mata akibat tingginya tekanan di dalam bola mata. Glaukoma menyebabkan kebutaan permanen.
TRIBUNTANGERANG.COM, TANGERANG – Penyakit glaukoma masih perlu mendapat perhatian serius di Indonesia.
Glaukoma adalah kerusakan pada saraf mata akibat tingginya tekanan di dalam bola mata. Glaukoma menyebabkan kebutaan permanen.
Kondisi ini ditandai dengan nyeri di mata, mata merah, penglihatan kabur, serta mual dan muntah.
Prevalensi glaukoma di Indonesia mencapai 0,46 persen atau setiap 4 sampai 5 orang per 1.000 penduduk.
Baca juga: Program Winning Meals Kachimeshi dilanjutkan di Sea Games ke 31 Vietnam
Lebih spesifik lagi, sebuah studi memperlihatkan, bahwa di DKI Jakarta, prevalensi glaukoma primer sudut tertutup (GPSTp) sebesar 1,89 persen, sedangkan glaukoma sudut terbuka (GPSTa) sebesar 0,48 persen, dan glaukoma sekunder sebesar 0,16 persen.
Data WHO menyebut, glaukoma berada di peringkat ketiga penyebab kebutaan secara global, setelah kelainan refraksi dan katarak.
Secara global, glaukoma merupakan penyebab utama kebutaan yang tidak dapat disembuhkan (irreversible).
Jumlah penyandangnya diprediksi mencapai 76 juta di seluruh dunia.
Baca juga: Dalam Waktu 4 Hari Rumah Isolasi Terkonsentrasi Batusari Kota Tangerang Tampung 31 Pasien Covid-19
Nyaris tak memiliki gejala pada tahap awal, glaukoma berpotensi memberi impak yang lebih fatal: kebutaan permanen.
Peningkatan tekanan intraokular (TIO) menjadi faktor risiko utama terjadinya glaukoma.
Namun, di samping itu, faktor anatomis ternyata juga turut berpengaruh, khususnya pada penyandang glaukoma jenis primer sudut tertutup kronik.
Deteksi dini, salah satunya pemeriksaan anatomi mata, menjadi semakin krusial.
Baca juga: 323 Warga Curug Kabupaten Tangerang Terima Bantuan Tunai , Ada Warga Terima Rp 1 Juta
Dr. Iwan Soebijantoro, SpM(K), Dokter Subspesialis Glaukoma JEC mengatakan, individu yang mengalami glaukoma primer sudut tertutup cenderung memiliki bilik mata depan yang lebih dangkal atau sempit.
Faktor anatomis lainnya, seperti aksis bola mata pendek, lensa yang menebal, dan jarak antara lensa dengan permukaan iris posterior yang memendek, turut berandil menyebabkan glaukoma kategori ini.
"Selaku praktisi, saya tergerak untuk menguak kemungkinan adanya faktor lain guna menemukan early diagnosis dan new treatment bagi penyandang GPSTp. Karenanya, tercetuslah penelitian ini untuk mengetahui korelasi antara kerusakan endotel kornea pada glaukoma primer sudut tertutup, khususnya kategori kronik,” papar Dr. Iwan Soebijantoro, SpM(K), Dokter Subspesialis Glaukoma JEC belum lama ini.
Penelitian yang digagas Dr. Iwan Soebijantoro, SpM(K) tersebut tertuang dalam disertasi “Hubungan Bilik Mata Depan yang Dangkal dengan Perubahan Morfologi Endotel Kornea pada Glaukoma Primer Sudut Tertutup Kronik”.
Baca juga: Pedagang Burung Pipit di Vihara Boen San Bio Tangerang Raup Rp 1,6 Juta saat Imlek
Penelitian berlangsung mulai November 2018 hingga November 2019 dengan melibatkan 52 subjek.
Pemaparan hasil penelitian secara rasional, sistematis dan empiris pada Ujian Terbuka, Program Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, yang berlangsung hari ini secara virtual, mengantarkan Dr. Iwan Soebijantoro, SpM(K) meraih gelar Doktor.
Sekilas mengenai klasifikasi glaukoma, penyakit ini terdiri atas:
1) glaukoma primer - yang tidak diketahui penyebabnya;
2) glaukoma sekunder - yang diakibatkan penyakit mata lain (seperti katarak, trauma, pembedahan, dsb.), serta
3) glaukoma kongenital - yang terjadi sejak lahir.
Glaukoma primer terbagi lagi menjadi dua jenis: glaukoma primer sudut terbuka (GPSTa) dan glaukoma primer sudut tertutup (GPSTp).
“Hasil penelitian ini semakin menegaskan bahwa pemeriksaan klinis yang sistematis dan cermat pada anatomi mata masih menjadi landasan bagi tata laksana glaukoma. Artinya, tanpa perlu menunggu keluhan, sebaiknya pemeriksaan mata dilakukan sedini mungkin dan berkala. Bukan hanya bagi penyandang glaukoma primer sudut tertutup saja, tetapi bagi seluruh kalangan,” lanjut Dr. Iwan Soebijantoro, SpM(K).
Mengakomodir kebutuhan pendeteksian dini glaukoma, JEC sebagai eye care leader telah memiliki JEC Glaucoma Service yang komprehensif dan modern bagi pasien glaukoma, mulai tahapan edukasi dan konsultasi, diagnostik, serta tindakan medis hingga bedah. (*)

:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/tangerang/foto/bank/originals/ilustrasi-mata.jpg)
:format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/tangerang/foto/bank/originals/UI-Paragon.jpg) 
                 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
				
			:format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/tangerang/foto/bank/originals/Swiss-German-University2.jpg) 
											:format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jakarta/foto/bank/originals/Ilustrasi-anak-belajar-coding-2.jpg) 
											:format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/Ngabila-Salama-soal-operasi-katarak-gratis.jpg) 
											:format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/tangerang/foto/bank/originals/Psikolog-Anak-dan-Remaja-Gloria-Aiagian.jpg) 
											:format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/tangerang/foto/bank/originals/PPDB-SDN-Kota-Tangerang.jpg)