Masa Kecil Penangkap Buaya Berkalung Ban Terungkap, Sering Berburu di Hutan dan Sungai
Kisah sukses Tili menangkap buaya berkalung ban bergema di tanah kelahirannya di Desa Kandangsapi, Kecamatan Jenar, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.
Penulis: Ign Prayoga | Editor: Ign Prayoga
TRIBUNTANGERANG.COM, SRAGEN -- Aksi Tili yang berhasil menangkap buaya berkalung ban di sungai Palu, Sulawesi Tengah, viral dan dibicarakan banyak orang.
Setelah sejumlah upaya menangkap buaya berkalung ban berujung kegagalan, Tili muncul dan berhasil menyudahi penderitaan reptil yang berada di puncak piramida makanan tersebut.
Sebelumnya, cah Sragen ini tak diperhitungkan sebagai orang yang bisa membawa buaya berkalung ban ke daratan. Apalagi Tili baru sekitar tiga bulan tinggal di Kota Palu.
Kisah sukses Tili pun bergema di tanah kelahirannya di Dukuh Pondok, Desa Kandangsapi, Kecamatan Jenar, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.
Baca juga: Buaya dipelihara dari Ukuran 30 Cm Selama 21 Tahun, Pemilik Relakan dibawa BKSDA
Waginem (68), ibunda Tili, tak menyangka anak bungsunya itu berani menghadapi buaya sepanjang 4 meter. "Tidak menyangka, Tili berani menghadapi buaya sebesar itu," ujarnya kepada TribunSolo.com, Jumat (11/2/2022).
Waginem mendapat informasi Tili berhasil menangkap buaya yang paling terkenal di Palu sehari setelah kabar tersebut viral. Informasi tersebut dia dapat dari Indah (12), cucunya. "Dengar kabarnya dari cucu saya yang punya HP, hari Selasa, dia dapat foto, saya tanya foto apa to nduk?" katanya.
Indah belum pernah bertemu Tili yang bernama asli Paiman. Sebelum Indah lahir, Tili sudah merantau ke Sulawesi. "Setelah melihat foto yang disodorkan saya percaya," kata Waginem.
Rumah Waginem di Dukuh Pondok, Desa Kandangsapi, dikelilingi ladang tebu dan hutan. Di lingkungan itu pula, Tili menghabiskan masa anak-anak hingga remaja.
Baca juga: Natasha Wilona Didoakan oleh Gus Miftah Mendapat Hidayah Jadi Mualaf
Terletak sekitar 20 km di sebelah timur laut dari ibu kota kabupaten, Desa Kandangsapi merupakan desa terluar dan berada di dekat perbatasan provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Perangkat Desa Kandangsapi, Ratno mengatakan, Tili suka berburu di hutan dan sungai. "Sejak kecil memang suka berburu burung, ikan, dan ular, memang berani dia," katanya. "Dia juga pintar menangkap belut, punya trik sendiri," imbuhnya.
Ratno yang tetangga Waginem juga heran atas keberanian Tili yang sudah terlihat sejak usia SD.
Tili yang bertubuh kecil juga dinilai memiliki kelebihan dalam urusan merawat satwa. "Dia pintar memelihara burung, pernah ada burung yang sayapnya patah, lalu dia rawat dan bisa hidup," ujarnya.
Tili kerap menjual hewan yang ditangkapnya di hutan. "Karena kondisi keluarga yang kekurangan, dia menangkap ular lalu dijual, menangkap burung juga dijual," katanya.
Baca juga: Kegiatan LDK Berujung Duka, Satu Pelajar Tewas di Tanjakan Kampung Arab
Bahkan, menurut Waginem, Tili enggan sekolah dan memilih memancing di sungai. Tili juga berburu biawak yang termasuk satwa liar.
Ketika beranjak remaja atau saat usia SMP, Tili memutuskan untuk ikut kakaknya dengan beberapa tetangga yang pergi merantau ke Sulawesi.
"Bersama kurang lebih tujug warga sini, mereka merantau ke Singkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan," kata Ratno.
Di perantauan itu pula, Tili bertemu jodohnya. Dia menikahi seorang wanita asal Makassar. Tili dan sang istri sempat tinggal di Sragen selama beberapa tahun.
Setelah anaknya lahir, sang istri mengajak Tili tinggal di Makassar.
"Awalnya jualan bakso, kemudian jual batu bata. Kalau di Palu saya kurang tahu, infonya baru tiga bulan pindah ke Palu," katanya.
Baca juga: Cerita Warsidi Pengurus di Taman Buaya Indonesia Jaya, Gaji Minim dengan Risiko Besar
Buaya berkalung ban adalah fenomena yang ada di Palu, Sulawesi Tengah. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah (Sulteng) menyatakan ban sepeda motor melingkari leher buaya tersebut sejak tahun 2016. Diduga, ban tersebut sengaja dipasang oleh warga yang saat itu berhasil menangkap dan hendak menjadikan buaya tersebut sebagai peliharaan.
Berbagai upaya untuk menyelamatkan buaya tersebut telah dilakukan. Nama-nama besar di dunia reptil juga sudah turun ke Sungai Palu yang jadi habitat buaya berkalung ban tersebut. Mereka adalah Panji Petualang dan ahli buaya dari Australia, Matt Wright dan Chris Wilson. Namun upaya mereka belum membuahkan hasil.
Warga Palu menyebut Tili lebih hebat daripada Panji Petualang karena berhasil melepas ban yang melilit buaya itu.
Baca juga: Kasus Mayat Wanita dalam Kardus Terungkap, Korban Dihabisi Seusai Berhubungan Badan
Tili menceritakan, sudah tiga pekan dia mencoba menangkap buaya itu. Atas kemauan sendiri, Hili mempersiapkan upaya penangkapan buaya berkalung ban. "Saya memang mau menangkapnya karena kasihan. Buaya itu terlilit ban selama bertahun-tahun," ucap Tili.
Setiap sore, Tili memasang umpan yang terikat tali ke sungai sekitar. Ujung tali lainnya diikat pada batang kayu besar yang ada di tepi sungai untuk memudahkannya menarik buaya saat umpan itu berhasil dimakan. "Kadang umpannya merpati, kadang ayam," kata Tili, sambil memegang ban yang dilepas dari buaya.
Senin (7/2/2022) sore, Tili kembali memasang umpan dan berhasil menangkap buaya itu. "Sempat lepas dua kali dari umpan, setelah maghrib baru berhasil," ucap Tili.
Tili tak sendiri, warga setempat yang menonton aksi Tili turut membantu. Saat buaya berhasil ditarik ke darat, Tili dengan sigap mengikat buaya berkalung ban tersebut. Ban yang melihat di leher buaya tersebut kemudian dipotong.
Baca juga: Jalan Daan Mogot Jadi Satu Arah Mulai Minggu 13 Februari 2022 untuk Cegah Kemacetan
Seperti diketahui, sejak 2016, banyak orang yang mencoba menangkap buaya berkalung ban tersebut. Mulai dari Panji Petualang, dua pakar pemerhati buaya dari Australia, Matt Wright dan Christ Willson, hingga terakhir Foresst Galante dan Tim Discovery Channel. Namun, tak ada satu pun yang mampu menangkap buaya tersebut. (*)
Sumber: Tribun Solo