Ramadan 2022
Menengok Masjid Al-Atiq di Kampung Melayu yang Pernah jadi Tempat Pelarian si Pitung
Berdiri Sejak Abad ke 16 Masjid Al-Atiq di Kampung Melayu Belum Jadi Cagar Budaya, Pernah jadi tempat pelarian si Pitung dan didatangi tokoh nasional
Penulis: Miftahul Munir | Editor: Lilis Setyaningsih
TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA - Masjid Jami Al-Atiq di Jalan Kampung Melayu Besar, Kelurahan Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur menjadi salah satu masjid tertua di Jakarta setelah Masjid Marunda dan Masjid Salafi Jayakarta.
Masjid tersebut berdiri diabad ke-16 dan pada tahun itu kubahnya berbentuk Prisma mirip dengan masjid tertua di Demak, Jawa Tegah.
Banyak warga yang menduga-duga masjid tersebut sudah ada dari jaman kerajaan Demak.
Di bagian belakang masjid ini juga sudah ada menara, tapi bukan bangunan asli sewaktu awal berdiri.
Baca juga: Lokasi Masjid Agung Al-Ittihad Pernah Jadi Penjara, Jadi Lambang Persatuan, Mengapa?
Meski menjadi salah satu masjid bersejarah, tapi tempat ibadah umat beragama islam ini tidak masuk dalam cagar budaya.
Sehingga bangunan yang rusak di masjid itu selalu diganti demi kenyamanan beribadah warga.
Ketua Umum Masjid Al Atiq, Rahman Saferin mengatakan, alasan pengurus masjid tidak menjadikan cagar budaya karena takut kesulitan untuk memperbaiki kerusakan.
Dalam aturan cagar budaya, setiap kerusakan harus dilaporkan ke pemerintah dan untuk renovasi pun harus mengikuti aturan.
Baca juga: Bernuansa Putih, Masjid At Thohir Jadi Tanda Bakti dan Taat Erick Thohir kepada Sang Ayah
Tujuannya supaya bentuk bangunan cagar budaya yang dikelola pemerintah tidak berubah dan menghilangkan sejarah masjid.
"Kita pernah di datangi oleh Museum DKI kepurbakalaan, itu ada benda yang diambil, saya waktu itu masih kecil yang diambil seperti Trisula," katanya, Senin (11/3/2022).
Saferin melanjutkan, sampai saat ini belum ada lagi benda peninggalan masjid tertua ini diambil pemerintah.
Padahal di sana ada dua jam berdiri yang ditaruh dekat mimbar peninggalan masa kolonial Belanda.
Baca juga: Hindari Cuaca serta Pencurian, Emas Asli 24 Karat yang ada di Masjid Dian Al Mahri Dilapisi Kaca
Jam berdiri itu kini sudah rusak dan disimpan rapih oleh pengurus di gudang lantai dua masjid Al-Atiq.
"Terus kaligrafi di atas tempat imam itu juga asli dari jaman awal bediri, sampai sekarang masih ada dan terpasang," tuturnya.
Selain itu, ada sebuah tongkat kramat panjangnya sekira satu meter dipercayai oleh warga di tanah Jawa bisa menyembuhkan segala penyakit.
Saferin menceritakan, suatu ketika pernah ada salah satu warga dari Jawa Tengah datang ke Masjid Al-Atiq hanya untuk melihat tongkat kramat.
Baca juga: Masjid Al Alam Marunda, Tidak Pernah Terendam Banjir Rob Meski Berada di Pesisir Pantai
Sebab, kisah tongkat penyembuh segala penyakit ini sudah beredar luas di pulau Jawa dan pengurus masjid tidak mengetahui hal itu.
Warga misterius itu kemudian memberitahu pengurus masjid dan akhirnya tidak ada lagi yang boleh mengikis tongkat tersebut.
Namun Saferin tidak bisa memperlihatkan tongkat tersebut karena gudang penyimpanannya dikunci.
"Jadi orang itu dapat cerita dari sepuh orang dahulu, bahwa di masjid sini ada tongkat untuk sembuhkan penyakit," tegasnya.
"Dikikis saja tongkatnya sedikit terus dibawa pulang, pas dilihat benar sudah ada kikisan makanya sekarang tidak boleh lagi disimpan dalam gudang," sambung Saferin.

Sejarah Awal Berdirinya Masjid Al-Atiq Kampung Melayu
Saferin mengakui tidak ada yang mengetahui secara persis sejarah masjid Al-Atiq yang sudah berdiri sekira 300 tahun.
Karena warga di sana awalnya mengenal tempat ibadah itu sebagai musala dan belum terjadi perluasan lahan atau tanah.
Di dalam bangunan masjid itu ada empat tiang membentuk kotak dengan jarak satu sama lain sekira 2,5 meter.
Empat pondasi itulah menjadi awal mula masjid ini berdiri karena memang peruntukannya hanya untuk salat dan istirahat.
Baca juga: Dibangun 1915, Masjid Jami Al Mamur jadi Saksi Bisu Perkembangan Tanah Abang
Di balik keramik pondasi tersebut masih ada sebuah tiang kayu dan posisinya tidak diubah pengurus masjid meski sudah terjadi beberapa kali renovasi.
"Dahulu ini hanya musalah, namanya Musala Kampung Melayu," tutur lelaki lanjut usia.
Menurut Saferin, Kampung Melayu adalah tempat pelarian para pahlawan yang diburu oleh pasukan Belanda.
Tokoh betawi yang terkenal bernama Bang Pitung saja pernah melarikan diri ke masjid Al Atiq saat dikejar kompeni.
Baca juga: Sejarah Masjid Kali Pasir, Masjid Tertua di Kota Tangerang Berusia 446 Tahun
Wajar saja Pitung itu dikejar karena memang kesehariannya melakukan perampokan dan hasilnya dibagikan ke warga miskin.
Selain itu, banyak tokoh Indonesia yang pernah datang ke masjid sejarah ini seperti Bung Karno, Mohammad Natsir, Bung Tomo, Buya Hamka dan lainnya.
"Kalau bertanya kapan masjid ini berdiri itu tidak ada yang tahu, yang jelas itu tahun 1632 sudah ada bangunan tempat ibadah ini," jelas pria berkacamata.
Renovasi
Saferin dari lahir sudah berdekatan dengan Masjid Al-Atiq dan sewaktu masih kecil ia sering bermain di tempat tersebut.
Saferin usianya sudah sekira 60 tahunan, tentunya sudah banyak perubahan di masjid itu sesuai perkembangan jaman.
Contohnya, saat usianya masih kanak-kanak ia ingat tempat berwudu warga itu bukan menggunakan keran, tapi sebuah kolam besar seperti air kobakan.
Kemudian beduk penanda adzan berada di tempat salat wanita dan saat ini sudah dipindahkan ke bagian belakang.
Baca juga: Safari Ramadan, AHY Napak Tilas hingga Bukber di Masjid Luar Batang Penjaringan
Di bagian belakang pondasi tahun 1980an masih ada tangga untuk ke lantai dua dan menuju menara.
Saferin mengaku sudah tiga kali mengalami renovasi masjid tersebut, pertama pada tahun 1985 silam dengan membangun lantai dua.
Kemudian pada tahun 2002 paska peristiwa banjir besar melanda DKI Jakarta, terjadi renovasi fisik bangunan dan mengubah kubah.
Jaman itu, kubahnya terbuat dari genting sirap atau seperti papan, setelahnya diganti dengan genting beton dan saat ini sudah menggunakan baja ringan.
Bahkan luas masjid itu terus bertambah dari tahun ke tahun hingga sekarang mencapai 1.333 meter persegi.

"Terakhir itu belum lama ini terjadi renovasi, karena kalau ada keramik yang sudah rusak, ada yang bocor dan lainnya kami renovasi," tegasnya.
Aktivitas di Bulan Ramadan
Seperti tempat ibadah umat islam pada umumnya, Masjid Al-Atiq mengadakan kegiatan selama bulan Ramadan yaitu salat tarawih berjamaah.
Setelah salat tarawih, sejumlah warga melakukan tadarus dan ditargetkan 10 hari puasa Ramadan sudah hatam Al-Quran.
"Kemudian ada juga buka puasa bersama di masjid sini setiap hari," kata ketua Masjid Al-Atiq.
Menurutnya, banyak musafir yang datang untuk melaksanakan buka puasa bersama dan pihaknya menyediakan takjil.
Menu berbuka puasa itu sumbangan dari warga sekitar yang mengirim langsung ke masjid untuk dibagi-bagi.
"Setiap hari itu kita siapkan takjil untuk 70 orang, karena banyak warga pendatang ke sini," terang pria berkopiah putih garis abu-abu. (m26)