Edukasi

Tantangan yang Harus Dihadapi Rasmianti, Sebagai Guru dari Pelosok Pulau Terpencil di Aceh Singkil

Sosok Kartini dari Pelosok Pulau Terpencil di Aceh Singkil, Rasmianti: Bisa pulang hanya sebulan sekali dan Tinggal di Mes Guru yang Reyot.

Penulis: Leonardus Wical Zelena Arga | Editor: Lilis Setyaningsih
Tribun Tangerang/Leonardus Wical Zelena Arga
Rasmianti (29) menemani anak-anak SDN Ujung Sialit, Desa Ujung Sialit, Pulau Banyak Barat, Aceh Singkil, Sabtu (28/8/2021). 

TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA -- Teladan dari perjuangan RA Kartini tidak pernah padam hingga kini.

Di tengah keterbatasan, Rasmianti tetap semangat untuk menjadi guru di SDN Ujung Sialit, Desa Ujung Sialit, Kecamatan Pulau Banyak Barat, Aceh Singkil, Aceh.

Tidak seperti guru lain di perkotaan yang bisa pulang pergi ke rumah setiap hari, Rasmianti harus menahan diri untuk tinggal di mes guru.

Hal ini karena lokasi sekolah yang terpencil dan tidak memungkinkan untuk pulang pergi dalam sehari.

Baca juga: Tujuh Bocah Bekasi Diringkus di Lokasi Unjuk Rasa, Mengaku Dapat Ajakan Demo Hingga Bolos Sekolah

Jangankan setiap hari, keinginannya pulang tiap akhir pekan pun kerap terhalang cuaca dan tidak adanya transportasi yang menuju rumahnya. Sehingga tak jarang baru bisa pulang ke rumah sebulan sekali.

Mes guru yang jadi tempat berteduh ketika tidak bisa pulang juga tidak memberikan tempat yang aman sebagai tempat tinggal.

"Kalau mes guru kondisinya reyot pak, sudah tidak layak huni. Atapnya berlubang besar, jadi kalau hujan badai pasti langsung banjir. Dindingnya saja kalau disenggol atau bersandar, berasa agak miring," ujar Rasmianti (29), satu di antara guru SDN Ujung Sialit, kepada Tribuntangerang.com, melalui sambungan telepon, Kamis pagi (21/4/2022), sekira pukul 06:50 WIB.

Menurutnya, renovasi mes guru SDN Ujung Sialit sudah diajukan sejak Januari 2021, namun hingga sekarang masih belum ada perbaikan.

Baca juga: Pemkot Tangerang Wacanakan Pecat Kepala Sekolah yang Siswanya Terlibat Tawuran

Rasmianti dan beberapa guru yang tinggal di mes harus kerja bakti ketika hujan badai melanda Desa Ujung Sialit, karena mes guru pasti banjir pasca hujan badai.

Wanita lulusan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh mengatakan, selain kondisi mes guru yang reyot, transportasi biduk juga jarang ditemukan.

Biduk merupakan transportasi laut berupa perahu kecil yang terbuat dari kayu, dan dijalankan oleh mesin.

Transportasi biduk yang jarang ditemukan, membuat wanita penerima beasiswa bidikmisi bersama para guru lainnya kesulitan untuk pergi dari Desa Pulau Balai, Kecamatan Pulau Banyak, Aceh Singkil, Aceh menuju Desa Ujung Sialit.

Rasmianti (29) menemani anak-anak bermain di SDN Ujung Sialit, Desa Ujung Sialit, Pulau Banyak Barat, Aceh Singkil, Sabtu (28/8/2021).
Rasmianti (29) menemani anak-anak bermain di SDN Ujung Sialit, Desa Ujung Sialit, Pulau Banyak Barat, Aceh Singkil, Sabtu (28/8/2021). (Tribun Tangerang/Leonardus Wical Zelena Arga)

Ia mengatakan, mayoritas rumah para guru SDN Ujung Sialit berada di Desa Pulau Balai.

Dari Desa Pulau Balai menuju Desa Ujung Sialit menempuh perjalanan laut selama kurang lebih satu jam.

"Saya biasanya pulang ke rumah tiap Sabtu, lalu balik lagi ke Ujung Sialit keesokan harinya. Nah, biasanya menumpangi biduk nelayan Ujung Sialit yang setor ikan ke Pulau Balai. Tapi kalau Sabtu dan Minggu, jarang ada nelayan yang setor ikan," ujar Rasmianti.

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved