Edukasi
Mengentaskan Kemiskinan Anak-anak Pemulung di Bantar Gebang Lewat Pendidikan
Menjelang Hari Anak Indonesia 23 Juli, hingga saat ini masih ada puluhan ribu anak yang tidak terjangkau pendidikan.
Penulis: Lilis Setyaningsih | Editor: Lilis Setyaningsih
TRIBUNTANGERANG.COM, BEKASI -- Menjelang Hari Anak Indonesia 23 Juli, hingga saat ini masih ada puluhan ribu anak yang tidak terjangkau pendidikan.
Bagaikan lingkaran setan, salah satu yang dapat mengentaskan kemiskinan adalah pendidikan. Namun, anak tidak terjangaku pendidikan karena kemiskinan.
Data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 ada 38.116 anak usia SD yang tidak sekolah. Pada jenjang SMP 15.042. Sementara di jenjang SMA/SMK anak yang tidak sekolah mencapai 22.085.
Pendiri Sekolah Alam Tunas Mulia, Juwarto, SE mengatakan, ada keterbatasan pemerintah untuk mengajak anak-anak semuanya dapat sekolah.
Sehingga iapun mendirikan sekolah gratis bagi anak-anak pemulung sampah di Bantar Gebang, daerah yang tidak terjangkau infrastruktur pemerintah.
Pendidikan ini dilakukan secara informal dengan dibantu oleh tenaga sukarela dan sumbangsih pikiran dan bantuan peralatan sekolah dari para donatur.
Ada 300 anak yang tergabung dan 51 diantaranya tinggal di asrama.
Disediakan makan dan pendidikan secara gratis.
Juwarto mengakui, selama ini sekolah tersebut tergantung dari donatur. Baik dari perorangan atau perusahaan. Tidak dibantu oleh pemerintah.
Anak-anak tersebut bekerja sebagai pemulung.
Ia mengatakan, anak-anak para pemulung ini dihantui oleh bahaya kesehatan pencemaran udara, bertempat tinggal di tempat yang tidak higienis, tidak memiliki akses ke fasilitas kesehatan yang mencukupi, dan tidak memiliki kesempatan mengenyam pendidikan yang layak.
Mereka memiliki hubungan yang rumit bersama gunung sampah. Mata rantai kemiskinan ini diputus dengan pendidikan.
Dengan keterbatasan itu, pihaknya dapat menyekolahkan 7 anak di bangku kuliah, bahkan 4 diantaranya berhasil menjadi sarjana.
"Pendidikan itu hasilnya lama, baru akan kelihatan berpuluh tahun. Namun pendidikan jugalah yang dapat memutus rantai kemiskinan dan ini harus ditunjukan ke masyarakat pentingnya pendidikan," ujar Juwarto di acara Hari Anak Nasional dari Tropical, Kamis (21/7/2022).
Baca juga: Kak Seto Temui Bocah Dirantai Orangtua di Bekasi, Alami Gizi Buruk dan Tekanan-tekanan
Baca juga: 5 Cara Cegah Anak jadi Korban Perundungan
Dengan latar bangunan sekolah yang bernama Sekolah Alam Tunas Mulia di Bantar Gebang, momen Hari Anak Nasional diperingati oleh Tropical Go Green bersama anak anak pemulung di Sekolah Alam Tunas Mulia Bantar Gebang ini.
Kegiatan ini ditandai dengan penyerahan sepatu dan tas yang terbuat dari bahan hasil daur ulang sampah plastik yang terkumpul selama periode Mei – Juli 2022.
Baik dari lokasi penampungan sampah botol plastik yang tersebar di penjuru ibu kota dan kemudian didaur ulang, sampai hasil dari penjualan Tropical Go Green yang sebagian diberikan untuk biaya pembuatan sepatu dan tas bagi anak anak yang membutuhkan.
Aristo Kristandyo Senior VP Marketing PT Bina Karya Prima, mengatakan, Indonesia menghasilkan hampir 7 juta ton sampah plastik setiap tahun.
Tetapi hanya sekitar 7 hingga 10 persen yang berhasil didaur ulang.

Di tahun 2020 lalu, Indonesia mencanangkan rencana untuk mengatasi dampak limbah plastik
bagi generasi masa datang.
"Kunci keberhasilan usaha ini adalah berada di generasi muda," ujar Aristo.
Hasil sensus penduduk 2020 dari Biro Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan mayoritas penduduk Indonesia didominasi 27.94 persen oleh Generasi Z dan 25.84 persen oleh Generasi Milenial juga akan menjadi generasi yang akan paling terdampak apabila krisis limbah ini tidak dapat ditanggulangi dari sekarang.
“Dua generasi inilah yang akan memiliki hati dan keberanian untuk membawa perubahan. Dua generasi inilah jantung hati kita yang akan menjadi penerus kelanjutan detak jantung bumi dalam hal menjaga lingkungan hidup," katanya.
Aristo mengatakan, ada 50 titik pengumpulan di seluruh Jakarta untuk mengumpulkan plastik daur ulang dan mengolahnya menjadi sepatu dan tas sekolah untuk anak-anak di komunitas anak anak yang paling membutuhkan.
“Sepatu ini dimaknai agar anak anak kami sebagai generasi penerus dapat melangkah meraih cita cita mereka menuju masa depan lebih baik, serta tas sekolah ini dimaknai sebagai bekal dan sarana anak anak ini agar selalu menuntut ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi
mereka,” tutur Juwarto.
Baca juga: Banksasuci Lakukan Daur Ulang Hasil Pembakaran Sampah dengan Incinerator
Baca juga: Ketika Sampah Plastik yang Dianggap Tidak Berguna jadi Punya Nilai Lagi
Hasil sensus penduduk 2020 dari Biro Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan mayoritas penduduk Indonesia didominasi 27.94 persen oleh Generasi Z dan 25.84 persen oleh Generasi Milenial juga akan menjadi generasi yang akan paling terdampak apabila krisis limbah ini tidak dapat ditanggulangi dari sekarang.
“Dua generasi inilah yang akan memiliki hati dan keberanian untuk membawa perubahan.
Dua generasi inilah Jantung Hati kita yang akan menjadi penerus kelanjutan detak Jantung
Bumi dalam hal menjaga lingkungan hidup," katanya.