Harga Mi Instan Diramal Bakal Turun, Prediksi Sandiaga Uno Terpatahkan
Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi) membantah harga mi instan naik hingga tiga kali lipat. Harga mi justru diprediksi bergerak turun.
Penulis: Ign Prayoga | Editor: Ign Prayoga
TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA -- Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi) membantah harga mi instan naik hingga tiga kali lipat.
Harga mi justru diprediksi bergerak turun karena pasokan bahan baku mi, yakni gandum, mulai terkendali.
Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman membenarkan adanya kenaikan harga mi instan. Namun, kenaikannya tidak sampai tiga kali lipat, seperti yang heboh di sosial media.
Adhi S Lukman mengatakan, dari pemantauannya, harga mi instan sebelumnya berada pada kisaran Rp 2.200 sampai Rp 3.000 per bungkus.
Sedangkan harga saat ini naik menjadi kisaran Rp 2.500 sampai Rp 3.200 per bungkus. "Ada kenaikan, tapi tidak sampai tiga kali lipat," ujar Adhi kepada Kontan.co.id, Kamis (1/9/2022).
Video Presiden Jokowi makan jagung:
Selain itu, lanjut Adhi, kenaikan harga mi bukan hanya disebabkan oleh terkendalanya bahan baku gandum. Namun juga disebabkan oleh masalah lainnya seperti inflasi yang menyebabkan banyak naiknya harga-harga bahan baku lainnya, harga energi, harga logistik, hingga harga packaging (kemasan).
Seluruhnya punya andil mengerek harga mi di pasaran.
Awal Agustus lalu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno memberi peringatan tentang harga mi instan yang bakal naik hingga tiga kali lipat.
Peringatan yang sama sudah disampaikan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.
Lonjakan harga makanan instan ini merupakan imbas dari perang Rusia-Ukraina.
Perang tak bertepi ini membuat harga gandum melonjak. Sedangkan gandum merupakan bahan baku utama mi instan.
Sandiaga Uno pun mengajak para pedagang mi instan berinovasi.
"Anak kost siap-siap! Dan untuk pelaku ekonomi kreatif kuliner yang berjualan mie instan, siapkan strategi dan inovasi!" tulis Sandiaga Uno dalam akun Instagram @sandiuno dikutip Kompas.com, Rabu (10/8/2022).
Sandiaga Uno menggambarkan kontribusi Rusia dan Ukraina di pasar gandum dunia. "Kedua negara tersebut merupakan penyuplai hampir 30 sampai 40 persen produksi gandum dunia," kata dia.
Di sisi lain, Sandiaga juga mengobarkan semangat. Kondisi seperti ini jangan lantas membuat masyarakat pasrah.
Kondisi ini, harus menjadi momentum bagi masyarakat untuk mengoptimalkan sumber pangan dan berbagai produk ekonomi kreatif lokal.
"Sehingga kita tidak terus menerus ketergantungan dengan bahan baku impor," kata dia.
Peringatan harga mi instan akan naik berlipat ganda sebelumnya disampaikan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo, Agustus lalu.
Baca juga: Pemprov DKI Jakarta Buka Peluang Investasi 15 Proyek Senilai Rp180 Triliun, Berminat?
Terkait gandum, Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman mengatakan, dari sisi ketersediaan tidak ada kendala. Sebab, masa panen gandum di belahan selatan Australia ataupun Argentina cukup bagus untuk tetap bisa memasok kebutuhan impor Indonesia dengan baik.
Gappmi juga menilai imbas perang Ukraina-Rusia yang menyebabkan harga gandum dunia naik, sudah bisa diantisipasi oleh para produsen.
Kebutuhan impor dari Ukraina yang tahun lalu mencapai sekitar 20 persen sudah bisa ditekan dengan mencari negara substitusi seperti India. "Indonesia dapatkan gandum dari India yang tadinya melarang ekspor. Saya kira ketersediaan aman," tambah Adhi.
Menurutnya, untuk menyikapi situasi inflasi dan krisis ini produsen mesti cermat mencari alternatif sumber gandum agar dapat kepastian stok.
Di samping itu, Adhi menilai saran untuk mencari substitusi bahan baku gandum menggunakan sorgum dapat dipertimbangkan. Karena sorgum merupakan salah satu jenis karbohidrat yang memang bisa dipakai untuk snack, biskuit, dan mie. Hanya saja, jumlahnya tidak bisa digunakan mengganti kebutuhan gandum secara keseluruhan karena adanya perbedaan karakteristik antara gandum dan sorgum.
Misalnya sorgum digunakan seluruhnya pada pembuatan roti, maka roti tidak dapat elastis dan mengembang. Hal ini karena roti butuh terigu yang punya kandung gluten tinggi. Sama halnya apabila diterapkan pada produksi mie instan. "Intinya bisa dipakai sebagai pengganti tapi sesuai dengan formula masing-masing perusahaan, tentunya tidak bisa digunakan 100 persen menggantikan terigu," kata Adhi.
Dari pantauannya, sudah ada beberapa perusahaan produsen mie yang mencoba sorgum sebagai bahan pengganti gandum. Namun sejauh ini masih tahap formulasi, belum sampai menjadi kebutuhan komersial.
Hingga akhir tahun 2022, Adhi memprediksikan harga mie bakal turun. Seiring harga pangan dunia yang trennya saat ini turun, berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO) perbandingan harga Juni-Juli. "Saya perkirakan harusnya sedikit menurun harga rill komoditi hingga akhir tahun," kata Adhi S Lukman. (*)
Sebagian artikel ini dikutip dari Kontan.co.id