Harga BBM

Senjata Makan Tuan, Diskon Pajak untuk Mobil Baru Punya Andil pada Lonjakan Konsumsi BBM

Pengamat ekonomi Faisal Basri menilai, ada kebijakan pemerintah yang punya andil pada lonjakan konsumsi BBM subsidi yang terjadi setiap tahun.

Penulis: Ign Prayoga | Editor: Ign Prayoga
KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO(KRISTIANTO PURNOMO)
Ilustrasi BBM subsidi Pertalite. Hingga awal Septmber 2022, pemerintah masih mempertimbangkan kenaikan harga BBM subsidi. Isu yang beredar di masyarakat harga Pertalite akan mencapai Rp 10.000 per liter 

TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA -- Lonjakan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) adalah situasi yang berulang setiap tahun.

Salah satu penyebabnya adalah kebijakan pemerintah, misalnya memberikan diskon pajak mobil baru. Kini, kebijakan tersebut bagaikan senjata makan tuan.

Pengamat ekonomi Faisal Basri menilai, ada kebijakan pemerintah yang punya andil pada naiknya konsumsi BBM.

Ini yang sangat disesali, sehingga rakyat kecil yang jadi korban.

"Konsumsi BBM yang tinggi akibat dari kebijakan pemerintah sendiri, misalnya pajak mobil gratis," kata Faisal Basri pada diskusi bertajuk 'Subsidi untuk Siapa? Menelaah Efektivitas Penggunaan Uang Rakyat', yang diselenggarakan Forum Diskusi Ekonomi Politik (FDEP) di Jakarta, Kamis (1/9/2022).

Video viral konsumen SPBU saat beli BBM: 

"Selain itu, di sektor pertambangan, masak diberikan subsidi BBM, dan paling banyak dinikmati oleh perusahaan sawit," lanjut Faisal.

Seperti diketahui, selama pandemi virus corona, pemerintah memberikan dispensasi untuk industri otomotif nasional, berupa pemotongan pajak bagi mobil baru.

Tujuannya penjualan mobil baru tetap tinggi sehingga tak terjadi PHK massal.

Dampaknya, konsumsi BBM pun melonjak, karena begitu mudahnya membeli mobil.  

Menurut Faisal, secara prinsip harga BBM memang harus naik, hanya saja jangan rakyat yang berkorban akibat kenaikan ini.

Pemerintah juga harus ikut berkorban, misalnya membekukan PPN dan PPh 11 persen atau menghentikan proyek IKN demi rakyat.

"Kita tidak pernah belajar terkait fluktuasi BBM ini, harus ada pembenahan dan dibuat penyesuaian harga BBM dengan Perpres evaluasi per tiga bulan,” Faisal Basri saat acara diskusi bertajuk 'Subsidi untuk Siapa? Menelaah Efektivitas Penggunaan Uang Rakyat', yang diselenggarakan FDEP (Forum Diskusi Ekonomi Politik), di Jakarta, Kamis (1/9/2022).

Narasumber lain pada diskusi adalah anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Partai Golkar Lamhot Sinaga, dan Direktur Eksekutif Energi Watch, Mamit Setiawan.

Lamhot Sinaga menegaskan penyesuaian harga BBM saat ini merupakan keharusan dan tidak bisa dihindari lagi.

Pasalnya, tren kenaikan harga minyak dunia sekarang sudah diatas 100 dolar/barel, kemudian terjadinya pelemahan nilai tukar rupiah, dan konsumsi energi yang meningkat merupakan efek dari kehidupan normal mulai kembali pasca pandemi Covid-19.

Jika harga  BBM naik, maka untuk jangka pendek yang harus segera dilakukan adalah pembatasan BBM subsidi .

Wakil rakyat dari daerah pemilihan Sumatera Utara II ini mengusulkan agar BBM subsidi hanya diberikan kepada angkutan umum dan kendaraan roda dua saja.

Menurut Lamhot, selama ini 70 persen subsidi tidak tepat sasaran alias hanya dinikmati orang mampu.

"Secara prinsip, pada intinya dengan pembatasan ataupun penyesuaian harga, subsidi BBM ini harus tepat sasaran, tata kelola subsidi yang harus diperbaiki dulu,” kata Lamhot.

“Baru setelah itu kita bicara penyesuaian harga. Tata kelola subsidinya diberikan kepada orang tidak mampu," imbuhnya. (*)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved