Komunitas

Tidak Hanya Diperiksa Secara Umum, Bayi Baru Lahir juga Harus Dicek Pendengarannya

Setiap bayi yang baru lahir diharapkan segera dilakukan cek pendengaran oleh dokter, bila ada gangguan pendengaran, akan terdeteksi sejak dini

Penulis: Yolanda Putri Dewanti | Editor: Lilis Setyaningsih
Tribun Tangerang/Yolanda Putri Dewanti
Lisa Suryani (39), pendiri Komunitas Bekasi Mendengar dan Berbicara (Kotak Menara) bersama putrinya Ola 

TRIBUNTANGERANG.COM, BEKASI -- Setiap bayi yang baru lahir diharapkan  segera dilakukan cek pendengaran oleh dokter.

Sehingga bila ada gangguan pendengaran, akan terdeteksi sejak dini.

Bila sudah terdeteksi sejak dini, diharapkan penanganannya pun lebih awal.

Harapannya gangguan tersebut bisa tertanggulangi

Hal itulah yang menjadi perhatian Kotak Menara, sebuah komunitas yang menampung orangtua yang memiliki anak disablitas pendengaran.

Khaulah Al Azwar (11) merupakan salah satu anggota Komunitas Bekasi Mendengar dan Berbicara (Kotak Menara).

Perempuan yang karib disapa Ola ini didiagnosis mengalami gangguan pendengaran sejak usia 19 bulan.

Lisa Suryani (39) ibu dari Ola sekaligus pendiri Kotak Menara menceritakan awal mula anaknya tak bisa mendengar.

"Sebenarnya saya sudah mulai curiga kok tidak banyak kosa kata yang anak saya ucapkan, diam-diam saja gitu anaknya. Terus kalau bercanda itu tidak ada ekspresi. Awalnya saya hanya mikir mungkin namanya setiap bayi perkembangannya berbeda-beda," ucap Lisa di saat ditemui di kediamannya di Jalan Pulau Panaitan 2 No.75, RT.003/RW.014, Aren Jaya, Kecamatan Bekasi Timur, Bekasi, Minggu (25/9/2022).

Alhasil, dikarenakan penasaran Lisa membawa sang buah hati ke Dokter Telinga, Hidung, Tenggorokan (THT) dengan harapan anaknya dalam keadaan baik-baik saja.

Ia mengaku, mengetahui anaknya tidak bisa mendengar  pertama  dari dokter THT saat Ola diperiksa pertama kali diusia 19 bulan.

"Terus saya ditanya riwayat hamilnya bagaimana. Terus saya pas hamil Ola lima bulan saya sempat terkena campak tapi hanya tiga hari. Saat itu, dokter kandungan tidak bilang apa-apa. Sebenarnya harapannya, dokter beri informasi bahwa ibu hamil terkena campak coba pas lahir nanti tes apa gitu misalnya," imbuhnya.

Baca juga: Kotak Menara, Wadah Silaturahmi dan Informasi Bagi Orangtua Anak Disabilitas, Ada 450 Anggota

Berangkat dari hal tersebut, Lisa dan tim belum lama ini membuat sebuah petisi untuk anak bayi yang baru lahir agar diharuskan untuk tes pendengaran sejak dini.

"Karena kalau ada apa-apa kan jadi bisa langsung ditangani. Kalau sejak dini sudah ketahuan dan langsung ditangani pakai alat bantu dengar, kan jadi bisa langsung mengejar yang ketertinggalan," kata Lisa.

Pasalnya mayoritas  orangtua baru mengetahui   anaknya punya gangguan pendengaran diusia balita. Dan itu dianggap telat.

"Anaknya sudah usia empat, lima, atau bahkan tujuh tahun baru sadar kalau ternyata mengalami gangguan pendengaran," jelas dia.

Komunitas Bekasi Mendengar dan Berbicara (Kotak Menara) saat ditemui di kediamannya di Jalan Pulau Panaitan 2 No.75, RT.003/RW.014, Aren Jaya, Kecamatan Bekasi Timur, Bekasi, Minggu (25/9/2022). (RW.014, Aren Jaya, Kecamatan Bekasi Timur, Bekasi, Minggu (25/9/2022). (
Komunitas Bekasi Mendengar dan Berbicara (Kotak Menara) saat ditemui di kediamannya di Jalan Pulau Panaitan 2 No.75, RT.003/RW.014, Aren Jaya, Kecamatan Bekasi Timur, Bekasi, Minggu (25/9/2022). (RW.014, Aren Jaya, Kecamatan Bekasi Timur, Bekasi, Minggu (25/9/2022). ( (Tribun Tangerang/Yolanda Putri Dewanti)

Ibu lima anak ini menuturkan, jika orangtua baru mengetahui bahwa anaknya mengalami gangguan pendengaran di atas lima tahun akan lebih sulit mengejar ketertinggalannya.

"Kalau sudah di atas usia lima tahun, tidak secepat anak usia golden age, maka dari itu Ola sudah memakai alat bantu dengar sejak usia 2 tahun," tambah dia.

Lisa menuturkan untuk membeli alat bantu juga tidak murah.

Namun, demi sang buah hati Lisa rela penghasilan pekerjaannya dipangkas per bulan untuk melunasi alat bantu dengar tersebut.

"Saya akui harganya memang mahal, saya waktu itu kan masih bekerja akhirnya minjam ke kantor dengan cicilan ke kantor potong gaji,"ceritanya.

"Makanya yang saya pikirkan perlu bantuan dari donatur untuk anak yang berasal dari keluarga tidak mampu. Ada yang maaf yatim piatu, atau ada orangtua tetapi pekerjaannya belum ada," jelas dia.

Lisa melanjutkan, Ola sempat bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) di Jakarta selama tiga bulan.

"Saya merasa di SLB kurang komunikasi dua arah, karenakan temannya sama-sama memiliki keistimewaan. Maka dari itu pas Sekolah Dasar (SD) saya pindahkan saja ke sekolah umum Alhamdulillah lebih aktif berbicaranya karenakan temannya ajak ngobrol terus," imbuhnya.

Baca juga: Komunitas Banksasuci, Penjaga Sungai Cisadane dari Sampah dan Limbah

Sementara itu, Ola mengaku senang sekali bisa mendengar dan berbicara.

Saat ini, ia memakai dua alat bantu dengar.

"Saya pakai alat bantu dengar, alat kanan 118 desibel, dan alat kiri 100 desibel. Saya bisa mendengar dan berbicara. Saya ingin seperti teman-teman lain. Saya bersekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu Yayasan Pendidikan Islam 45 Bekasi," ungkap Ola.

"Saya suka membaca komik, menonton film anime dan menggambar," tutur gadis kelahiran 17 September 2011 ini. (m27)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved