Sejarah Jakarta
Sejarah Jakarta: Kisah Pieter Erberveld yang jadi Asal Usul Nama Kampung Pecah Kulit
Sejarah Jakarta: Titik di Jakarta Ini Ternyata Tempat Tengkorak Manusia Terpajang Selama 2 Abad
Penulis: Desy Selviany | Editor: Lilis Setyaningsih
TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA -- Ternyata ada satu titik di kawasan Jakarta yang menjadi tempat untuk memajang kepala tengkorak manusia.
Dalam sejarah Jakarta, kisah itu dituliskan dalam sejarah Pieter Erberveld.
Kisah Pieter Erberveld kemudian dikenal dengan peristiwa pecah kulit.
Ajal Indo Jerman itu berakhir di tangan para algojo orang Belanda.
Dikutip dari Buku Kisah Jakarta Tempo Doeloe, Pieter Erberveld adalah sosok Indo Jerman di era Batavia atau saat Jakarta masih dikuasi Hindia Belanda.
Pieter Erbervelt dituduh sebagai pelaku Makar terhadap pemerintahan Hindia Belanda.
Dugaan kuat Hindia Belanda terhadap aksi Makar Pieter Erberveld terjadi pada tahun 1721 tepatnya saat suatu perayaan pesta Cina.
Ketika itu sebuah petasan jatuh ke benteng Zeelandia tempat Hindia Belanda menyimpan mesiu.
Untungnya, petasan itu tidak menimbulkan bencana di Benteng Zeelandia.
Meski begitu, dari kejadian itu, pihak Hindia Belanda menjadi curiga adanya kesengajaan atas peristiwa petasan yang diledakan di gudang mesiu.
Belum lagi, pada tahun yang sama di Bulan Agustus, sebuah kebakaran hebat melanda Batavia.
Kebakaran terjadi di lapangan penimbunan barang-barang perlengkapan.
Kebakaran itu kemudian menimbulkan kerugian besar.
Baca juga: Sejarah Jakarta: Playboy Batavia Oey Tambahsia yang Cebok dengan Uang, Usia 31 Tahun Dihukum Gantung
Pemerintah Hindia Belanda pun mencari hubungan kedua peristiwa tersebut.
Ditambah Komisaris Urusan Bumiputera Reykert Heere saat itu mengaku melihat gejala keonaran dalam masyarakat.
Budak-budak disebut dihasut dalam perdagangan jimat yang kala itu tengah viral di Batavia.
Ketika diperiksa, ternyata penjual lempengan kuningan yang disebut sebagai jimat itu ialah Pieter Erbervelt.
Selain Pieter Erbervelt, Polisi Hindia Belanda juga mencium keterlibatan sejumlah pribumi. Mereka yakni 3 orang Jawa dan seorang Sumbawa.
Seorang dari orang Jawa itu bernama Kartadriya yang bergelar Raden.
Baca juga: Sejarah Jakarta: Tol Jagorawi Diresmikan Tahun 1978, Jadi Tol Pertama dan Terbaik di Jakarta
Lalu siapa Sosok Pieter Erbervelt?
Pieter Erbervelt ialah anak dari seorang ayah Jerman dan ibu wanita Siam.
Dari ayahnya, Pieter Erbervelt mewarisi sejumlah hartanya.
Namun, sepeninggal ayahnya, Pieter Erberveld pernah berselisih dengan Dewan Heemraden perihal tanah.
Di tahun 1708, tanah yang diwariskan ayah Pieter Erberveld dirampas oleh Belanda.
Hal inilah yang disebut Pieter Erbervelt tidak menyukai kompeni.
Atas dasar hal inilah yang membuat kompeni curiga dengan Pieter Erbervelt.

Dalam penangkapan para orang-orang yang disebut Makar itu, Hindia Belanda melakukan sejumlah kekerasan keji untuk mengintrogasi keduanya agar mengaku tengah merencanakan Makar.
Hingga akhirnya, salah seorang di antaranya karena tidak kuat menahan siksasaan mengakui telah merencanakan Makar seperti yang dituduhkan Hindia Belanda.
Tahanan tersebut juga menyebut bahwa kepala dari pemberontakan tersebut ialah Pieter Erbervelt yang ingin menjadi Gubernur Hindia Belanda.
Penyikasaan terus dilakukan kepada Erberveld dan Kartadriya hingga keduanya mengaku salah.
Erbervelt mengaku telah dibujuk oleh Kartadriya dan seorang Raja Bali untuk melakukan Makar.
Baca juga: Sejarah Jakarta, Benahi Transportasi di Jakarta, Gubernur Ali Sadikin Sampai Susupkan Mata-mata
Dari pengusutan tersebut, Hindia Belanda menghukum mati 19 orang.
Bukan sekedar hukuman mati biasa, penyiksaan dilakukan kepada para terdakwa tersebut baik saat masih hidup ataupun sudah mati.
Disebutkan Pieter Erbervelt disiksa dengan punggung diikat pada sebuah salib, tangan kanan dibacok sampai putus, lengan dijepit, daging kaki dan dada dicungkil keluar.
Bahkan tubuh Pieter Erbervelt dibelah dari bawah ke atas.
Jantungnya juga dikeluarkan dan dilemparkan ke wajah mereka.
Kemudian kepala para terdakwa dipotong dan ditancapkan pada sebuah tonggak di sebuah tempat di luar kota.
Baca juga: Sejarah Jakarta, Penggunaan Karcis di Bus Sempat Mengurangi Aksi Copet
Dikabarkan, tengkorak Pieter Erberveld dipajang di Jalan Pangeran Jayakarta atau bernama Jacatraweg di zaman Hindia Belanda.
Di atas sebuah dinding di jalan itu terpancang sebuah tengkorak batu yang ditusuk tombak.
Sebagai bentuk ancaman kepada masyarakat yang hendak melakukan Makar, di tengkorak itu juga disematkan sebuah pesan berbahasa Belanda dan Jawa.
Yang artinya dalam pesan tersebut ialah larangan selama-lamanya untuk mendirikan bangunan dan atau menanam tumbuh-tumbuhan di tempat itu.
Momen itu sebagai bentuk ancaman Hindia Belanda bagi siapa saja yang melakukan pengkhianatan.
Kisah Pieter Erbervelt hidup selama dua abad lamanya di kalangan penduduk Jakarta sampai berakhirnya kekuasaan Belanda di bumi pertiwi.
Kemudian tempat batu tengkorak itu terpajang dinamakan Pecah Kulit.