Kasus KDRT Viral Tangerang
Kejamnya Pelaku KDRT Tangerang, Kerap Aniaya Istrinya di Depan Anak
Karyati, korban KDRT suaminya di Kademangan, Tangerang Selatan tak kuasa menahan tangis saat membeberkan penderitaannya selama menahun
Penulis: Rafzanjani Simanjorang | Editor: Jefri Susetio
TRIBUNTANGERANG.COM - Karyati, wanita korban KDRT suaminya di Kademangan, Tangerang Selatan tak kuasa menahan tangis saat membeberkan penderitaannya selama menahun.
Penganiayaan berupa pukulan, tendangan merupakan keharian yang diterima selama bertahun tahun lamanya.
Jadi, bila nada suara Tarmin suaminya sudah meninggi maka ia langsung bersiap-siap untuk mendapatkan dihajar.
Baca juga: Seorang Pria di Bogor Berpura-pura Mati Seakan Hidup Kembali Demi Hindari Penagih Utang
Bahkan, ia selalu mengantisipasi dengan mengenakan helm di kepala agar tidak begitu terasa sakit di kepala saat mendapat pukulan.
"Sebenarnya saya suka pake helm saat suara suami saya mulai bernada tinggi. Mungkin ini saya lagi apes kali ya. Kalau nadanya tinggi, saya biasanya buru-buru mengambil helm untuk melindungi kepala saya," ujarnya saat berbincang dengan jurnalis TribunTangerang.com di kediamannya, Kademangan, Setu, Kota Tangerang Selatan, Rabu (16/11/2022).
Wanita kelahiran Ciamis, Jawa Barat ini meneteskan air mata saat menceritakan isi hatinya. Bahkan, ia mengaku trauma.
Selama bertahun-tahun Karyati mendapatkan perlakuan tidak mengenakan dari suaminya. Bahkan, KDRT itu dilakukan dihadapan anak-anaknya.
"Saking takutnya saya, traumanya saya, saya biasanya pake helm," katanya sembari meneteskan air mata.
Ia mengaku hanya pasrah, tidak bisa membuat banyak saat suaminya melakukan penganiayaan. Apalagi badan suaminya jauh lebih besar.
Sehari-hari Tarmin, suaminya bekerja sebagai sekuriti di sebuah perusahaan. Ia mempertahankan rumah tangganya yang tak sehat karena anak anaknya.
"Saya bisa bertahan karena anak anak masih di rumah. Kadang anak-anak beri perlindungan," ujarnya.
Dia mengungkapkan, setiap kali mendapatkan kekerasan selalu mendapatkan pembelaan dari putrinya. Jadi, setelah sekolah kembali normal itu mengaku takut berada di rumah.
"Pasca-sekolah mulai normal, saya tak berani tinggal sendiri di rumah. Saya biasa jahit di rumah tidak lagi karena takut. Saya kerja di usaha ayam geprek," katanya.
"Saya tidak pulang kalau tidak ada anak-anak di rumah. Jadi saat anak pulang, saya baru pulang bareng. Pernah kejadian dulu. Anak belum pulang, saya habis di rumah, saya ditendang, tetangga pada nonton. Tetangga juga pada ketakutan. Apalagi urusan rumah tangga juga. Gitu," ujarnya.
Karyati mengaku, suaminya juga berpengaruh buruk pada perkembangan anak-anaknya.