Revitalisasi Halte

Walau Megah, Namun Pengamat Anggap Halte Tosari Telah Merusak Tata Kota dan Abaikan Nilai Sejarah

Walaupun megah dan ciamik,Pengamat anggap Halte Tosari dan Halte Bundaran HI telah merusak tata kota dan mengabaikan nilai sejarah

Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Lilis Setyaningsih
Tribun Tangerang/Nuri Yatul Hikmah
Penampakan Halte Tosari yang menyerupai kapal pesiar, di Jalan Jenderal Sudirman, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. 

TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA --- Halte Transjakarta Tosari yang berlokasi di Jalan Jendral Sudirman, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, hampir rampung diselesaikan.

Kesan mewah dan ciamik mewarnai halte yang menyerupai kapal pesiar itu.

Halte tersebut didesain bermoncong.

Salah satu moncong halte, mengarah persis ke arah ikon budaya Patung Selamat Datang.

Sementara moncong lainnya, mengarah ke Jalan Jenderal Sudirman.

Halte dua lantai yang didominasi oleh penggunaan Aluminium Composite Panel (ACP) berwarna abu-abu itu, berdiri tak jauh dari Halte Bundaran Hotel Indonesia (HI).

Antara keduanya, dipisahkan oleh Patung Selamat Datang.

Pada lantai satu, terdapat pelayanan bagi pengguna Transjakarta yang hendak naik dan turun. 

Terdapat juga sebuah mesin yang bisa digunakan jika pengguna hendak melakukan isi ulang saldo (top-up) kartu e-money.  

Sementara lantai dua, rencananya akan digunakan untuk kebutuhan komersial.

Nantinya, akan ada beberapa fasilitas yang memanjakan pengguna.

Seperti anjungan, tempat nongkrong, dan ruang tunggu untuk beristirahat. 

Selain itu, dari lantai dua tersebut, suguhan gedung-gedung bertingkat di sekitar patung Selamat Datang akan jelas terlihat. 

Baca juga: 8 Halte Transjakarta Tutup Sementara untuk Direvitalisasi 

Namun megahnya halte tersebut membuat suguhan ikon budaya Selamat Datang tak bisa lagi nampak dari jarak yang jauh.

Pasalnya terhalang produk revitalisasi tersebut.

Hal itu sebagaimana yang diungkap dan dikritisi oleh Pengamat Tata Kota, Nirwono Jaga saat dihubungi, Kamis (1/12/2022).

Nirwono mengakui, desain Halte Tosari tersebut cukup menarik.

Namun, ia menyayangkan karena penempatannya berada di tempat dan fungsi yang salah dalam sisi penataan kota. 

"Keberadaan Halte Tosari sama seperti Halte Bundaran HI yang telah merusak tata kota dan mengabaikan nilai sejarah kawasan tersebut," ujar Nirwono saat dihubungi Wartakotalive.com.

Penampakan Halte Tosari yang menyerupai kapal pesiar, di Jalan Jenderal Sudirman, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat.
Penampakan Halte Tosari yang menyerupai kapal pesiar, di Jalan Jenderal Sudirman, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. (Tribun Tangerang/Nuri Yatul Hikmah)


Menurutnya, kedua halte tersebut menutup sumbu imajiner dari sisi utara dan selatan Patung Selamat Datang yang sarat akan kisah sejarah.

Sehingga, kata Nirwono, hal itu dapat merusak nilai sejarah kota terutama pada benda yang diduga merupakan cagar budaya.

Lebih lanjut, Nirwono menyampaikan, bentuk halte bak kapal pesiar tersebut, tidak sesuai dengan fungsi dasar sebuah halte sebagai tempat transit, atau turun naiknya orang ke moda transportasi.

Nirwono menilai, pengguna halte pasti tidak akan berlama-lama ada di tempat tersebut.

Justru, semakin cepat meninggalkan halte maka lebih baik.

"Bentuk halte seperti itu juga tidak sesuai dengan fungsi dasar sebuah halte bus sabagi tempat transit turun naik pengguna, atau berpindah ke moda transportasi lain dengan cepat," ujar Nirwono.

"Semakin cepat meninggalkan halte, justru semakin baik," sambungnya.

Baca juga: Sejarah Jakarta, Makna Bundaran HI dan Tugu Selamat Datang yang Berada di Jantung Ibu Kota Jakarta


Sementara itu, Nirwono juga menyinggung fungsi lantai dua Halte Tosari yang diperuntukkan bagi kebutuhan komersial. 

Menurutnya, perubahan fungsi halte menjadi ruang publik yang dikomersialkan itu, semata-mata hanya untuk mencari untung belaka dan mengabaikan tata kota serta nilai kesejarahan kawasan.

"Hal tersebut justru menjadi preseden buruk bagi halte-halte bus Transjakarta di lain tempat, jika mengikuti model seperti ini," ujar Nirwono

Nirwono menilai, saat ini banyak orang yang menjadi latah fokus dan hanya mengedepankan objek yang instagramable saja, namun fungsi dasar objek tersebut terabaikan.

Akibatnya, biaya pembangunan dan pemeliharaan yang digelontorkan menjadi lebih mahal, padahal tak sepadan dengan kepentingannya. 

"Lebih baik dana yang ada digunakan untuk merevitalisasi seluruh halte bus Transjakarta yang sudah mulai kusam dan keropos, itu jauh lebih penting," jelas Nirwono.

Di akhir, penulis buku 'Trotoar untuk Kota Berkelanjutan' itu, berpesan agar pembangunan halte dikembalikan fungsinya seperti semula. 

Mengedepankan bentuk sederhana tetapi dengan desain arsitektur yang menarik, sehingga dapat menambah nilai estetika kota tanpa harus merusak tatanannya. 

Baca juga: Transjakarta Acuhkan Rekomendasi Tim Ahli Bangunan Gedung soal Pembangunan Halte di Bundaran HI

Sementara itu, Pengamat Perkotaan lain, Yayat Supriatna mengatakan, pihaknya sudah memprotes upaya revitalisasi halte tersebut kepada Gubernur DKI Jakarta saat itu, jauh sebelum rampung diselesaikan.

Namun, kata Yayat, para pengelola tersebut tetap kekeh dan tidak mengikuti prosedur yang benar. Sehingga, ia malas berkomentar lebih lanjut.

"Sudah lebih dari satu tahun yang lalu kami protes terkait bangunan ini. Sudah dipanggil, diajak diskusi, tetapi mereka tetap kekeh dengan pendiriannya," ujar Yayat saat dihubungi, Kamis (1/12/2022).

"Jadi kami mau merespon lagi juga bagaimana? orang bangunannya sudah jadi," tekan Yayat. 

Sementara itu, saat ini Halte Tosari sudah masuk ke dalam tahap akhir atau finishing, namun belum dapat dioperasionalkan.

Untuk informasi, halte Tosari akan melayani perjalanan tujuan Blok M, Pal Merah, Bundaran Senayan, Ragunan Via Semanggi, Pasar Minggu, dan Puri Beta.

Selain itu, perjalanan tujuan Kota, TU Gas, Monas, Tanah Abang, dan Pulogadung, turut dilayani.(m40)

 

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved