Sejarah Jakarta

Sejarah Jakarta, Kampung Rawa Buaya yang Dulunya Dipercaya Sebagai Tempat Berkumpulnya Buaya

Jakarta memiliki satu nama kampung unik bernama Rawa Buaya. Pada sejarah Jakarta, Rawa Buaya dulunya dipercaya sebagai tempat berkumpulnya buaya.

Penulis: Desy Selviany | Editor: Lilis Setyaningsih
Warta Kota/Rafsanjani Simanjorang
Banjir melanda kawasan RW 02 Kelurahan Rawa Buaya, Jakarta Barat. Bagi warga ini hal biasa, dan harus dihadapi tiap kali hujan deras. 

Pengumuman itu dikeluarkan Departement van Binnenlandsch Bestuur.

Pemerintah menyediakan hadiah ƒ30, atau 30 gulden, kepada siapa saya yang berhasil menangkap harimau belang kuning. Buaya sepanjang tiga meter, atau lebih, dihargai ƒ 3, atau tiga gulden, penangkap buaya kecil diberi hadiah ƒ 1, atau satu gulden.

Undang-undang berlaku di hampir seluruh wilayah Hindia-Belanda.

Di sekujur Ommelanden, rakyat tak punya kerja menjadi pemburu buaya dan harimau.

Buaya di Rawa Buaya, dan di sepanjang Sungai Angke, diperkirakan musnah beberapa tahun setelah undang-undang ini berlaku.

Indikasi lain, jauh sebelum undang-undang itu keluar Rawa Buaya telah dihuni penduduk dari luar.

Firma Reijnst en Vinju yang menguasai tanah partikelir Tjengkareng, Kali Deres, Kamal, dan Rawa Buaya mengubah tanah-tanah itu menjadi sawah, perkebunan kelapa, dan membiarkan tanah kosong untuk budi daya rumput.

Bevolkingstatistiek Van Java 1867 mencatat luas Rawa Buaya 757 bouw, atau 540 hektar, dengan tiga kampung di dalamnya.

Total penduduk di tiga kampung 759 jiwa, terdiri dari dua Tionghoa, 754 pribumi, dan suami-istri kulit putih dengan satu anak.

Pribumi adalah buruh pemukim, dua Tionghoa bertindak sebagai administratur dan penagih blasting atau pajak tanah, dan keluarga kulit putih adalah penyewa perwakilan Firma Reinst en Vinju.

Baca juga: Sejarah Jakarta, Perjalanan Perumahan Pondok Indah dari Kebun Karet jadi Kawasan Elit

Namun ternyata ada kisah lain pada asal usul Rawa Buaya.

Terdapat cerita versi lain yang diceritakan budayawan Betawi, Ridwan Saidi, merupakan sebuah nama kampung di Pulau Luzon, Filipina.

Luzon merupakan pulau terbesar di Filipina.

Menurutnya, pada akhir abad ke-5, Nusantara, termasuk Jakarta, dibanjiri imigran asal Filipina.

Pendatang Filipina dari Pulau Luzon bermukim di sana dan berbaur dengan penduduk asli kawasan pada masa itu. Sejak saat itu, kawasan tersebut dinamakan Rawa Buaya atau Marsh Buwaya dalam bahasa Filipina.

Sumber: Warta Kota
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved