Jerit Pedagang Tanah Abang Digempur Online Shop yang Jual Barang Luar dengan Harga Murah

Kondisi Pasar Tanah Abang kini mulai sepi membuat beberapa pedagang mengeluhkan omset yang didapat, hal ini karena gempuran online shop.

Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Joko Supriyanto
wartakotalive.com
kondisi pasar tanah abang yang kini mulai sepi 

"Kami kan butuh uang untuk berputar tiap harinya," kata Ayu.

Kini, dirinya hanya bisa berharap pasar bisa kembali normal, dikunjungi oleh masyarakat yang hendak berbelanja.

Sementara itu, hal yang sama juga dirasakan oleh Yuliarti, seorang pedagang baju yang sudah berjualan lebih dari 10 tahun di Blok A Pasar Tanah Abang.

Menurutnya, kerap kali ia pulang dengan tangan kosong lantaran sepi pembeli.

Padahal, dirinya memiliki beban untuk membayar sewa kios sebesar Rp 100 juta lebih tiap tahunnya.

"(Turun) 50 persen jauh, namaya kadang enggak laris," ujar Yuliarti saat ditemui di lapaknya, Selasa.

"Kadang sampai ngutang juga, dari pendapatan belum bisa menutupi," imbuhnya.

Padahal, dia berujar, sebelum pandemi Covid-19, Yuliarti bisa mengantongi Rp 20 juta tiap harinya.

Namun sekarang hanya Rp 1 juta, itu pun kalau ada yang mengunjungi lapak dagangannya. 

Diketahui, Ayu dan Yuliarti merupakan dua pedagang yang lapaknya dikunjungi Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengan (UKM) Teten Masduki kala sidak ke Pasar Tanah Abang hari ini, Selasa.

Menanggapi fenomena itu, Teten mengatakan jika ada produk tekstil ilegal yang masuk ke pasar tanah air dan mengganggu produksi dalam negeri.

"Tadi saya diskusi dengan Pasar Jaya memang pasar grosirnya masih lumayan penjualannya, yang terpukul kan yang ritel, tapi dalam jangka panjang ini pun juga akan terpukul," kata Teten di lokasi.

"Mareka kalau misalnya barang ritel ini, grosir ini pembelinya para pedagang di daerah-daerah, nah barangnya kalau tidak laku, kalau tidak bisa bersaing mereka juga enggak mungkin lagi belanja lagi di Tanah Abang," lanjutnya.

Oleh karena itu, solusi yang akan dilakukan oleh Teten adalah dengan mengatur arus barang masuk dari luar ke Indonesia.

"Apakah produk-produk yang barang-barang consumer goods (barang konsumsi) yang masuk ke Indonesia ini ilegal atau memang kami terlalu rendah menerapkan tarif bea masuk," kata Teten.

"Atau kami terlalu longgar, terlalu mudah untuk misalnya tidak ada pembatasan produk-produk apa saja yang boleh masuk dan tidak masuk," imbuhnya. (m40)

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved