Penerimaan Bea Cukai 2023 Tak Capai Target, Penurunan Produksi Rokok Golongan I Turut Jadi Penyebab

Menkeu melaporkan, penerimaan kepabeanan dan cukai selama tahun 2023 sebesar Rp 286,2 triliun atau 95,4 persen dari target

Editor: Ign Prayoga
Kompas.com
Menteri Keuangan Sri Mulyani 

TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA - Penerimaan kepabeanan dan cukai selama 2023 tidak mencapai target.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan, penerimaan kepabeanan dan cukai selama tahun 2023 sebesar Rp 286,2 triliun atau 95,4 persen dari target.

Menurutnya, penerimaan Kepabeanan dan Cukai 2023 terkoreksi -9,9 persen dibandingkan tahun 2022 sebesar Rp 312,8 triliun.

"Penerimaan Kepabeanan dan Cukai mengalami koreksi dari pertumbuhan positif 2 tahun berturut-turut (2021 naik 26,4 persen dan 2022 naik 18 persen) dan tahun ini -9,9 persen," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa, Selasa (2/1/2024).

Bendahara Negara ini mengatakan, penerimaan kepabeanan dan cukai ini dipengaruhi oleh pelaksanaan keseimbangan empat pilar kebijakan CHT (cukai hasil tembakau), penurunan aktivitas impor dan harga komoditas CPO yang lebih rendah.

Berdasarkan paparan Sri Mulyani, penerimaan Cukai pada 2023 mencapai Rp 221,8 triliun atau 97,6 persen dari target.

Penerimaan ini menurun sebagai dampak kebijakan pengendalian konsumsi rokok dan menjaga keberlangsungan tenaga kerja industri rokok.

"Ini kan memang dilakukan berturut-turut dan naiknya cukup besar 10 persen, 10 persen, ini menyebabkan produksi rokok mengalami penurunan terutama golongan 1 yaitu produsen terbesarnya," ucap dia.

"Golongan 1 itu turunnya bahkan mencapai 14 persen ini produsen rokok golongan 1 itu adalah yang raksasa paling besar. Untuk golongan 2 dan golongan 3 tarif cukainya relatif lebih rendah dibandingkan golongan 1. Golongan 3 ini yang banyak industri kecil yang pakai tangan naiknya mencapai 28,2 persen," sambungnya.

Sedangkan penerimaan bea masuk pada 2023 ini tercatat Rp 50,8 triliun atau 95,8 persen dari target. Penerimaan ini terkoreksi imbas penurunan nilai impor sebesar -6,8 persen.

"Tarif dari bea masuk kita itu sebetulnya efektif 1,43 persen, sedikit naik dari tahun lalu yang 1,35 persen, itu terutama barang-barang impor yang terbesar dan penting," tutur dia.

"Kita sedang impor mobil listrik segala macam ya, mobil kendaraan roda empat itu termasuk yang paling besar kendaraan, beras karena kita untuk menstabilkan harga pangan tadi impor beras tinggi dan yang ketiga mesin pertambangan. Karena tadi banyak sekali tambang-tambang untuk di dalam rangka untuk meningkatkan hilirisasi," imbuhnya.

Sementara untuk realisasi bea keluar pada 2023 ini tercatat Rp 13,5 triliun atau 68,3 persen dari target. Penerimaan bea keluar ini tidak sesuai harapan lantaran penurunan harga Crude Palm Oil (CPO) di samping hilirisasi produk mineral.

"Bea keluar dalam hal ini realisasinya hanya 68,3 persen, ini kenapa kalau kita lihat bea keluar mencerminkan, satu harga CPO yang turun sangat tajam ini yang menyebabkan kemudian dia keluarnya menjadi turun," kata dia.

"Yang kedua mencerminkan dari kebijakan hilirisasi dengan produk-produk mineral nikel itu yang enggak boleh diekspor dalam bentuk bahan mentah maka bea keluarnya langsung drop," sambungnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com 

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved