Ormas Kegamaan Garap Tambang

Gercep, PBNU Sudah Buat PT untuk Kelola Tambang, PP Muhammadiyah Masih Pikir-pikir

Gerak cepat, PBNU sudah membuat Perseroan Terbatas (PT) sebagai wadah untuk mengelola tambang setelah PBNU resmi mengajukan Izin Usaha Pertambangan

Editor: Joseph Wesly
Youtube TVNU Televisi Nahdlatul Ulama.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf. 

TRIBUN TANGERANG.COM, JAKARTA- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menunjukkan keseriusannya untuk menggarap tambang yang ditawarkan pemerintah untuk organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan.

Gerak cepat, PBNU sudah membuat Perseroan Terbatas (PT) sebagai wadah untuk mengelola tambang setelah PBNU resmi mengajukan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

PBNU juga sudah menunjuk bendahara umumnya, yakni Gudfan Arif Ghofur sebagai penanggung jawab dalam pengelolaan usaha pertambangan.

Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf ketika menegaskan bahwa pihaknya sudah membentuk perusahaan baru, untuk mengurus konsesi tambang dari pemerintah.

“Kami sudah bikin PT-nya, kami sudah punya PT dan penanggung jawab utamanya adalah bandara umum yang juga seorang pengusaha tambang,” ujar Yahya kepada wartawan, Kamis (6/6/2024).

Menurut Yahya, Gudfan Arif akan dibantu oleh kader-kader lain di PBNU yang memiliki kemampuan berkait manajemen perusahaan.

Namun, Yahya enggan merincikan siapa saja sosok yang akan dilibatkan. Dia juga belum mau mengungkapkan nama badan usaha yang diklaim sudah terbentuk tersebut.

“Saya tidak tahu apakah harus disebut satu persatu ini personilnya, kan tidak perlu lah. Pokoknya ada bendahara umum yang akan memimpin tim untuk ini,” kata Yahya.

Yahya menambahkan bahwa pembentukan perusahaan ini sebagai salah satu bentuk kesiapan PBNU untuk menerima konsensi tambang dari pemerintah.

Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Dalam salinan resmi PP Nomor 25 yang diunggah di laman resmi Sekretaris Negara, Jumat (31/5/2024) aturan tersebut diteken pada 30 Mei 2023.

Dalam beleid atau regulasi tersebut terdapat aturan baru yang memberikan izin kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) dan keagamaan untuk mengelola pertambangan.

Aturan itu tertuang pada Pasal 83A yang membahas Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) secara prioritas.

Pada Pasal 83A Ayat (1) dijelaskan bahwa dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh ormas dan organisasi keagamaan.

Kemudian WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan wilayah eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

Adapun IUPK dan atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada badan usaha tidak dapat dipindahtangankan dan atau dialihkan tanpa persetujuan menteri.

Kemudian disebutkan bahwa kepemilikan saham ormas maupun organisasi keagamaan dalam badan usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali.

Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan, saat ini baru PBNU yang sudah mengajukan permohonan IUPK.

Din Syamsuddin Sebut Tawaran Kelola Tambang Jebakan

Din Syamsuddin berharap pengurus PP Muhammdiyah tidak menerima tawaran untuk mengelola tambang yang ditawarkan pemerintahan Jokowi untuk organisasi masyarakat (ormas) keagamaan.

Eks Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu mengatakan pengelolaan tambang dengan sistem Izin Usaha Pertambangan rentan jadi ajang korupsi seperti yang sudah-sudah.

Din Syamsudin mengatakan pemberian konsesi izin tambang untuk organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah adalah jebakan.

Din mengatakan, sistem tata kelola tambang dengan menggunakan sistem Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan kontrak karya merupakan sistem era kolonial Belanda.

Sistem tersebut bahkan dilanggengkan melalui Undang-undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Hal ini dikatakan Din dengan mengutip pernyataan seorang pakar. Menurut Din, sistem IUP yang diterapkan pemerintah tidak sesuai konstitusi.

Apalagi, sistem IUP selama beberapa tahun belakangan ini terbukti disalahgunakan oleh oknum pejabat negara, mulai dari level bupati, gubernur, hingga direktorat jenderal dalam mengeluarkan IUP dijadikan sebagai sumber korupsi.

"Jika ormas keagamaan masuk ke dalam lingkaran setan kemungkaran struktural tersebut, siapa lagi yang diharapkan memberi solusi," kata Din dalam siaran pers, Selasa (4/6/2024), dikutip dari Kompas TV, Kamis (6/6/2024).

Meski demikian, Din berusaha untuk husnuzon atau berbaik sangka bahwa pemberian konsesi tambang untuk ormas keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah sebagai bentuk perhatian pemerintah kepada mereka.


”Namun hal demikian sangat terlambat, dan motifnya terkesan untuk mengambil hati. Maka, suuzon (buruk sangka) tak terhindarkan,” katanya. Menurut dia, pemberian konsesi tambang kepada NU dan Muhammadiyah tetap tidak seimbang dengan jasa dan peran kedua ormas Islam itu.

Sebagai warga Muhammadiyah, Din minta PP Muhammadiyah menolak tawaran dari pemerintah itu. "Sebagai warga Muhammadiyah saya mengusulkan kepada PP Muhammadiyah untuk menolak tawaran Menteri Bahlil dan Presiden Joko Widodo itu," tegas dia.

"Pemberian itu lebih banyak mudarat dari pada maslahatnya. Muhammadiyah harus menjadi penyelesai masalah bangsa, bukan bagian dari masalah," imbuh dia.

Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Dalam beleid atau regulasi tersebut terdapat aturan baru yang memberikan izin kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk mengelola pertambangan.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) langsung menunjuk bendahara umumnya, Gudfan Arif Ghofur sebagai penanggung jawab dalam pengelolaan usaha pertambangan.

Sementara itu, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah tak mau asal menerima tawaran pemerintah untuk mengelola usaha Pertambangan. Muhammadiyah akan terlebih dahulu melihat sisi positif dan negatif tawaran tersebut, serta mengukur kemampuan sumber daya yang dimiliki.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini

Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved