56 Tahun Menunggu Hukuman Mati, Iwao Hakamada Ternyata Korban Salah Tangkap

Dia dijatuhi vonis mati karena dinyatakan membunuh bosnya beserta istri dan kedua anak remaja mereka pada 1968

Editor: Joseph Wesly
(AFP via BBC INDONESIA)
Iwao Hakamada, bersama saudarinya Hideko pada 2019, telah dibebaskan dari penjara pada 2014. 

TRIBUN TANGERANG.COM, TOKYO-  Iwao Hakamada (88) mungkin pria yang paling tidak beruntung di dunia. Iwao Hakamada harus mendekam selama 56 tahun untuk menunggu hukuman mati.

Dia dijatuhi vonis mati karena dinyatakan membunuh bosnya beserta istri dan kedua anak remaja mereka pada 1968

Namun berkat perjuangan sang kakak, Hideko yang tidak kenal lelah, Hakamada akhirnya dibebaskan oleh pengadilan Jepang setelah bukti yang digunakan dalam kasusnya ternyata palsu. 

Pada 2014 dia diberikan kesempatan untuk diadili ulang di tengah kecurigaan bahwa penyelidik kala itu mungkin telah merekayasa bukti yang menyebabkannya dihukum atas pembunuhan empat orang tersebut. 

Waktu 56 tahun yang dihabiskan di penjara telah berdampak buruk pada kesehatan mental Hakamada, yang berarti dia tidak layak menghadiri sidang yang berujung pada putusan pembebasannya.

Kasus Hakamada adalah salah satu kisah hukum terpanjang dan paling terkenal di Jepang dan telah menarik minat publik yang luas, dengan sekitar 500 orang mengantre untuk mendapatkan tempat duduk di ruang sidang di Shizuoka pada Kamis (26/9/2024).

Saat putusan dibacakan, para pendukung Hakamada di luar pengadilan bersorak “banzai"—seruan dalam bahasa Jepang yang berarti "hore".

Hakamada, yang absen sepanjang sidang karena kondisi mentalnya yang memburuk, telah hidup di bawah asuhan saudara perempuannya yang berusia 91 tahun, Hideko, sejak 2014, ketika ia dibebaskan dari penjara dan diberikan kesempatan untuk diadili ulang.

Hideko berjuang selama puluhan tahun untuk membersihkan nama adik laki-lakinya dan mengatakan sangat tersentuh mendengar kata-kata "tidak bersalah" di pengadilan.

"Ketika saya mendengarnya, saya sangat terharu dan bahagia, saya tidak bisa berhenti menangis," ungkapnya kepada wartawan.

Adiknya sebelumnya mengatakan, perjuangan untuk mendapatkan keadilan bagaikan "bertarung setiap hari".

"Begitu Anda berpikir tidak bisa menang, tidak ada jalan menuju kemenangan," katanya kepada kantor berita AFP pada 2018. Artikel ini telah tayang di Kompas.com 

Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini

Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News

 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved