5 Kejanggalan Kecelakaan Pesawat Jeju Air, Mendarat dari Arah Berlawanan hingga Flaps Tidak Terbuka
Keduanya disebut adalah pramugari. Mereka selamat karena duduk di bagian ekor pesawat. Banyak yang menyayangkan kecelakaan pesawat itu terjadi
TRIBUN TANGERANG.COM, SEOUL- Pesawat Jeju Air penerbangan pada Minggu (29/12/2024) mengalmi kecelakaan di Bandara Internasional Muan, Korsel.
Kecelakaan itu mengakibatkan 197 penumpang tewas. Cuma 2 orang yang berada dalam pesawat yang selamat.
Keduanya disebut adalah pramugari. Mereka selamat karena duduk di bagian ekor pesawat.
Banyak yang menyayangkan kecelakaan pesawat itu terjadi karena sejak maskapai berdiri puluhan tahun lalu belum pernah mengalami kecelakaan.
Banyak pihak yang merasa aneh dengan kecelakaan itu. Mereka merasan kecelakaan pesawat Boeing 737-800 itu tidak biasa.
Berdasarkan rekaman video, sejumlah failure yang nampak dalam rekaman adalah roda pendaratan (landing gear) yang tidak keluar, flaps (sirip) sayap pesawat yang tidak menjulur keluar saat mendarat, kecepatan tinggi saat belly landing, hingga faktor non-teknis seperti struktur beton di ujung runway.
Hal-hal di atas menunjukkan bahwa beberapa faktor, termasuk kegagalan mekanis atau human error, mungkin berkontribusi terhadap kecelakaan tersebut.
1. Landing gear tidak keluar
Kejanggalan pertama adalah roda pendaratan yang tidak keluar. Landing gear adalah salah satu checklist wajib bagi pilot saat hendak mendarat.
Jika landing gear tidak bisa diturunkan pun Boeing 737-800 memiliki sistem cadangan berlapis untuk mengatasinya.
Christian Beckert, ahli keamanan penerbangan di maskapai Lufthansa mengatakan kepada Reuters tentang kejanggalan ini.
"Sangat jarang dan tidak seperti biasanya jika pilot tidak menurunkan landing gear, karena ada sistem independen yang memungkinkan kita menurunkannya dengan sistem alternatif," katanya dikutip KompasTekno, Senin (30/12/2024).
Apabila hidrolik pesawat rusak akibat bird strike, dan landing gear tidak bisa diturunkan, pilot sebenarnya masih bisa membuka pintu roda pendarat secara manual dan landing gear bisa turun dengan bantuan gravitasi pula.
Terdapat tuas di kokpit untuk melakukan tindakan ini.
Flaps tidak keluar
Kejanggalan kedua adalah sistem flaps (sayap tambahan) yang tidak menjulur keluar, seperti konfigurasi saat mendarat pada umumnya.
Pesawat memiliki flaps untuk bisa bermanuver dengan mudah di kecepatan rendah.
Flaps akan menjulur bertahap, tergantung kecepatan pesawat.
Makin pelan, makin bertambah flaps yang menjulur keluar di sisi belakang pesawat. Rekaman video kecelakaan menunjukkan sayap dalam konfigurasi yang bersih (clean) alias tidak nampak adanya flaps yang keluar.
Sekali lagi, jika sistem hidrolik rusak, flaps tetap bisa dijulurkan dengan backup elektrik, meski membutuhkan waktu agak lama.
Pilot harus menekan switch di kokpit agak lama hingga flaps menjulur di sudut yang dibutuhkan untuk membantu mendarat. Lihat Foto Pesawat Jeju Air jatuh di Bandara Internasional Muan, Provinsi Jeolla Selatan, Korea Selatan, Minggu (29/12/2024).
Api dan asap tampak membubung dari bangkai pesawat Boeing 737-800 ini. Sebanyak 47 korban tewas, dari total 181 orang di pesawat.(YONHAP via AFP)
2. Mendarat dari arah berlawanan
Menurut pejabat Menteri Transportasi Korea Selatan, setelah bird strike, dan mengumumkan mayday, pilot berusaha mendaratkan pesawat di runway dari arah yang berlawanan.
Keputusan ini juga menimbulkan pertanyaan bagi investigator, mengapa pilot ingin segera mendaratkan pesawat, alih-alih berputar kembali dan mendarat dari arah semula.
Dengan demikian, pilot memiliki waktu lebih lama untuk berpikir dan melakukan troubleshooting, dan menyiapkan konfigurasi pesawat yang sesuai sebelum mendarat.
Mendarat dari arah runway aktif saat itu juga berarti ada komponen tailwind (angin dari belakang) yang berperan, yang berpengaruh pada kecepatan pesawat saat mendarat.
Biasanya pesawat mendarat dengan arah headwind (angin dari depan)
3. Kecepatan tinggi saat belly landing
Kejanggalan berikutnya adalah kecepatan pesawat saat mendarat belly landing (tanpa roda), yang dianggap terlalu kencang.
Dalam video yang terlihat, selain thrust reverser mesin yang membuka, sistem pengereman pesawat lain tidak aktif, seperti spoiler di sayap.
Para ahli berpendapat kemungkinan ini juga disebabkan oleh sistem hidrolik yang rusak setelah bird strike.
Flaps yang tidak bisa menjulur memperluas permukaan sayap juga membuat B737-800 ini harus bermanuver kencang saat mendarat, agar tidak stall (kehilangan daya angkat) saat melakukan pendekatan ke runway (approach).
4. Struktur beton di ujung runway
Selain itu, kejanggalan lain adalah keberadaan dinding beton di ujung landasan pacu, yang ditabrak pesawat setelah melakukan pendaratan darurat.
Para ahli berpendapat bahwa struktur seperti itu seharusnya dapat dilipat untuk meningkatkan keselamatan bilamana ada skenario overrun (pesawat keluar landasan).
Struktur beton itu dibuat sebagai tempat memasang alat bantu navigasi (runway localizer). Jarang sekali localizer yang dibuat dengan struktur beton di bandara-bandara lain.
Para ahli menduga, ini terkait dengan konflik Korea Selatan dengan Korea Utara.
Desain localizer dibuat lebih kokoh agar tidak mudah dihancurkan, mengingat perannya yang vital.
Padahal sebenarnya, banyak yang memuji manuver belly landing yang dilakukan pilot dan kopilot Jeju Air ini karena terlihat mulus, dan terlihat baik-baik saja sebelum akhirnya menabrak struktur beton di ujung runway.
5. Penyelidikan
Kini otoritas penerbangan Korea Selatan sedang melakukan penyelidikan sipil, dan melibatkan National Transportation Safety Board (NTSB) AS, negara di mana pesawat dibuat.
Kotak hitam pesawat flight data recorder (FDR) Jeju Air sendiri telah ditemukan sekitar 2,5 jam setelah kejadian, sementara cockpit voice recorder (CVR) ditemukan tiga jam berikutnya.
Kapten penerbangan Jeju Air penerbangan 7C-2216 menurut otoritas Korea Selatan memiliki rating pesawat tersebut sejak 2019 dan memiliki 6.823 jam terbang.
Sementara kopilot (first officer) pesawat memiliki rating B738 sejak 2023 dengan 1.650 jam terbang.
Penting diingat bahwa kecelakaan pesawat tidak disebabkan oleh faktor tunggal saja, melainkan terdiri atas berbagai faktor yang saling berhubungan. Penyelidikannya ini juga bisa berlangsung hingga berbulan-bulan. Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini
Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News
Pesawat Air India Jatuh Usai Lepas Landas di Ahmedabad, Nasib 242 Penumpang Belum Diketahui |
![]() |
---|
3 Kecelakaan Pesawat dalam 24 Jam dan Tewaskan 179 Orang, Masih Amankah Menumpang Pesawat Terbang? |
![]() |
---|
Kronologi Jeju Air Kecelakaan di Bandara Muan Korsel, 179 Orang Penumpang Tewas, 2 Selamat |
![]() |
---|
3 Pesawat Alami Kecelakaan dalam 24 Jam di Penghujung Tahun 2024, Jeju Air Renggut Seratusan Nyawa |
![]() |
---|
Pesawat Komersial Voepass Jatuh di Sao Paulo Brasil, 62 Orang Tewas |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.