Pemakzulan Gibran Dianggap Sangat Sulit Secara Politik, Eks Ketua MK Ungkap Alasannya

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD ikut merespons tuntutan Gibran Rakabuming Raka dari Wakil Presiden RI.

Editor: Joko Supriyanto
(KOMPAS.com / IRFAN KAMIL)
Mahfud MD. Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD ikut merespons tuntutan Gibran Rakabuming Raka dari Wakil Presiden RI. 

TRIBUNTANGERANG.COM - Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD ikut merespons tuntutan Gibran Rakabuming Raka dari Wakil Presiden RI.

Pemakzulan itu disampaikan oleh forum purnawirawan TNI salah satu diantaranya merupakan Jenderal Try Sutrisno.

Namun, Mahfud MD menilai usulan pemakzulan tidak bisa terjadi secara politik.

Sebab untuk memakzulkan presiden dan/atau wakil presiden, harus dimulai dengan sidang pleno DPR yang dihadiri 2/3 anggota.

Sementara jika melihat dominasi kekuatan politik koalisi Prabowo-Gibran, sidang pleno tersebut sangat sulit untuk terwujud.

"Enggak mungkin (bisa dilakukan pemakzulan) secara politik. Karena sekali lagi koalisinya (Prabowo-Gibran) sudah 81 (persen)," kata Mahfud dikutip Kompas.com dari kanal Youtube Mahfud MD Official, Rabu (7/5/2025). 

Mahfud menjelaskan, secara ketatanegaraan terdapat enam hal yang membuat presiden dan/atau wakil presiden dapat dimakzulkan.

Hal tersebut diatur dalam Pasal 7A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yakni jika presiden dan/atau wakil presiden melakukan pengkhianatan terhadap negara; korupsi; penyuapan; tindak pidana berat lainnya; atau perbuatan tercela. Lalu, pemakzulan dapat dilakukan jika terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden.

Baca juga: Prabowo Beri Hormat ke Try Sutrisno saat Halal Bihalal Purnawirawan di Tengah Usulan Gibran Diganti

Jika DPR dapat menggelar sidang pleno tersebut, Mahfud menjelaskan adanya proses yang masih panjang di Mahkamah Konstitusi (MK). Setelah dari MK, dikembalikan ke DPR untuk diusulkan ke MPR.

"Jadi secara hukum mungkin. Secara politik akan sangat tidak mungkin," ujar Mahfud.

Kendati demikian, Mahfud menilai tidak ada yang hitam putih dalam politik. Sebab, ia berkaca terhadap peristiwa sejarah yang berkaitan dengan pemberhentian presiden sebelumnya, seperti Soekarno, Soeharto, dan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

"Itu an rekayasa konstitusional agar seolah-olah benar dan itu sebenarnya kuncinya adalah politik," ujar mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) itu.

Respons Luhur Binsar

Purnawirawan TNI Luhut Binsar Pandjaitan turut memberikan reaksi keras terhadap tuntutan pemakzulan Gibran dari Wakil Presiden RI.

Seperti diketahui tuntutan tersebut merupakan bagian dari delapan poin tuntutan Forum Purnawirawan TNI-Polri yang terdiri dari 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved