Sewa Lahan dari Ormas GRIB Jaya, Ratusan Sapi Terancam Terusir karena Terjebak Konflik Aset Negara

Jelang Hari Raya Idul Adha, seorang pedagang sapi bernama Ina Wahyuningsih terseret persoalan hukum setelah lapaknya bermasalah,

TribunTangerang.com - Wartakota Network/Ikhwana Mutuah Mico
LAHAN DI TANGSEL - Suasana lahan sengketa di Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan,(TribunTangerang.com - Wartakota Network/Ikhwana Mutuah Mico).   

Laporan Wartawan TribunTangerang.com, Ikhwana Mutuah Mico

TRIBUNTANGERANG.COM, PONDOK AREN - Jelang Hari Raya Idul Adha, seorang pedagang sapi bernama Ina Wahyuningsih terseret persoalan hukum. 

Lahan yang ia pakai untuk berjualan ternak di kawasan Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, ternyata milik negara.

Ina mengatakan bahwa dirinya menyewa lahan tersebut dari sejumlah pihak yang mengaku sebagai pengurus ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya.

Ia menceritakan bahwa selama ini berkomunikasi langsung dengan tiga orang, yakni Jamal (Sekjen GRIB), Keke (Ketua Ranting), dan Ketua bernama Yani, yang disebut-sebut sebagai penanggung jawab lahan.

“Saya tanya, ini lahan punya siapa? Mereka bilang ahli waris, dan ada pelang tulisannya. Jadi saya percaya aja, namanya juga orang awam,” kata Ina di lahan milik BMKG, Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, dikutip Minggu (25/5/2025).

Ina selama ini membayar uang sewa sebesar Rp22 juta secara bertahap termasuk melalui transfer rekening pribadi. Uang tersebut disebut sudah termasuk biaya koordinasi dengan RT, RW, hingga Babinsa.

Namun belakangan, muncul dugaan bahwa lahan yang ditempati Ina bukan milik GRIB Jaya ataupun pihak yang disebut sebagai ahli waris. 

Hal ini menimbulkan potensi sengketa hukum yang berimbas langsung pada keberlangsungan usaha jualan sapinya.

“Saya gak punya niat apa-apa, hanya numpang jualan untuk musim kurban. Kalau barang mati disuruh pergi bisa langsung, tapi ini hewan hidup, saya mohon kebijakan,” ujar Ina.

Ina yang sudah berjualan sapi puluhan tahun setiap musim lebaran qurban itu memohon kebijakan, agar ia diperbolehkan tetap berjualan hingga hari H pemotongan.

“Saya mohon, ini kan barang hidup, bukan barang mati. Kalau barang biasa bisa langsung dipindah. Tapi ini sapi-sapi besar, datangnya pakai fuso, mindahinnya pun butuh biaya besar,” ujar Ina.

Kata Ina, ia mulai berjualan di lokasi tersebut sejak 10 Mei 2025, setelah menerima kiriman ratusan sapi dari Bali.

Saat ini, terdapat sekiranya 213 ekor sapi yang ia rawat di lahan tersebut.

“Saya tidak berpihak ke siapa pun. Kalau memang lahan ini bukan milik mereka, ya silakan diproses secara hukum. Tapi izinkan kami selesaikan dulu jualan ini. Kalau dipaksa pindah sekarang, saya benar-benar gak sanggup,” tutup Ina.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved