Malam 1 Suro 2025 Jatuh 26 Juni, Ini Sejarah, Makna Sakral, dan 6 Pantangan yang Wajib Dihindari

Malam 1 Suro 2025 diperingati pada Kamis, 26 Juni 2025 mulai pukul 18.00 WIB atau selepas Magrib, bertepatan dengan 1 Muharram 1447 Hijriah.

Editor: Joko Supriyanto
pixabay
ILUSTRASI BULAN - Momen malam satu Suro menjadi malam sakral bagi masyarakat Jawa karena menandai pergantian tahun dalam kalender Jawa, sekaligus dipercaya sebagai malam penuh energi mistis. 

Tradisi atau ritual ini dilakukan sebagai bentuk tirakat atau pengendalian diri dan memohon keselamatan kepada Tuhan YME.

Pada malam itu, mubeng benteng dilakukan dengan berjalan kaki mulai dari Keraton Yogyakarta, alun-alun utara, ke daerah barat (Kauman), ke selatan (Beteng Kulon), ke timur (Pojok Beteng Wetan), sampai ke utara lagi dan kembali ke Keraton.

Tak hanya itu, layaknya orang berpuasa, ketika melakukan ritual ini, dilarang makan, minum, bahkan merokok.

6. Tidak boleh menikah di bulan Suro

Sebagian masyarakat, khususnya pulau Jawa percaya bahwa menikah di bulan Muharram atau Suro itu dilarang karena memiliki efek yang buruk.

Dilansir Tribunjogja.com dari laman Kompas.com, Dosen Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI) Dr. Sunu Wasono mengatakan, larangan menikah di bulan Suro dianggap sebagai mitos oleh sebagian masyarakat.

Namun, sebagian masyarakat Jawa meyakini larangan tersebut, bukan sebagai mitos.

“Boleh juga dibilang mitos, tapi bagi orang Jawa yang masih setia atau konsisten kepada keyakinannya, larangan itu tak dianggap mitos. Mareka menganggap hal itu sebagai pedoman,” ujar Sunu.

Menikah di bulan Suro, terutama pada malam 1 Suro diyakini berpeluang akan mendapatkan kesialan.

Meskipun demikian, menikah di bulan Suro tidak pernah dilarang dalam agama Islam.

Dalam Islam sendiri, seluruh tanggal, bulan, dan waktu apapun merupakan waktu-waktu baik untuk mengegelar pernikahan.

Sebagian masyarakat Jawa masih mempercayai hitungan hari atau bulan baik dan tidak baik dalam melakukan berbagai kegiatan, terutama kegiatan penting seperti pernikahan.

Adapun, hitungan hari atau bulan baik dan tidak baik dalam dilihat pada primbon.

Namun, tidak semua masyarakat Jawa memahami serta menganut kepercayaan primbon ini.

“Umumnya, orang Jawa tidak memilih bulan Suro untuk menyelenggarakan pesta pernikahan. Masyarakat Jawa mengenal hari baik (cocok) dan hari tidak baik (tidak cocok) dalam melaksanakan berbagai kegiatan,” lanjutnya.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved