Pungli Seragam
Jadi Pelajaran ke Oknum Lain, Benyamin Davnie Berikan Sanksi Terberat ke Kepsek SDN Ciledug Barat
Berdasarkan pemeriksaan dari inspektorat, pelaku terbukti melakukan pungutan liar berupa uang seragam
Penulis: Ikhwana Mutuah Mico | Editor: Joseph Wesly
Laporan Wartawan
TribunTangerang.com, Ikhwana Mutuah Mico
TRIBUNTANGERANG.COM, CIPUTAT- Demi memberikan contoh kepada oknum yang lain, Wali Kota Tangsel Benyamin Danie akan memberikan saksi terberat untuk Kepsek SDN Ciledug Barat, Ira Hoeriah.
Berdasarkan pemeriksaan dari inspektorat, pelaku terbukti melakukan pungutan liar berupa uang seragam.
Akis yang dilakukannya dianggap sudah masuk dalam pelanggaran berat.
Demi memberikan pelajaran kepada oknum lainnya, Bang Ben akan memberikan hukuman terberat kepadanya.
Sebagai informasi, epala SD Negeri Ciledug Barat, Ira Hoeriah melakuatan pungutan liar (pungli) seragam sebesar Rp1,1 juta.
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh Inspektorat, hasilnya menyimpulkan adanya indikasi pelanggaran berat.
Wali Kota Tangerang Selatan, Benyamin Davnie, menegaskan akan menjatuhkan sanksi berat sebagai bentuk ketegasan pemerintah daerah dalam memberantas pungli di sektor pendidikan.
“Sudah jelas aturannya, tidak boleh ada pungutan. Tapi ini masih dilanggar. Ini jadi contoh buruk kalau tidak ditindak tegas,” ujar Benyamin saat ditemui di kawasan Serpong, Tangsel, Rabu (6/8/2025)
Benyamin menuturkan, hasil pemeriksaan oleh inspektorat, terdapat empat kriteria sanksi berat yang bakal diterima kepala SD Negeri Ciledug Barat, termasuk di antaranya yang terberat yakni diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil (PNS).
Baca juga: Benyamin Davnie Pastikan Beri Sanksi Terberat ke Kepsek SDN Ciledug Barat karena Pungli Seragam
"Karena sudah ada edarannya dilarang mungut, dan sebagainnya tidak boleh ada kepentingan pribadi, tapi kok masih dilakukan. InsyaAllah saya akan ambil keputusan hukuman yang terberat," kata Benyamin.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangsel, Deden Deni, menjelaskan bahwa sanksi terhadap kepala sekolah tersebut belum dijatuhkan karena masih menunggu keputusan resmi dari Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM).
"Belum ada putusan, tapi masih dalam proses. Kami enggak boleh mendahului keputusan. Kita tunggu aja. Kita harus ikutin, sesuai aturan," ujar Deden saat ditemui di kantornya Serpong, Tangsel, Selasa (5/8/2025).
Menurut Deden, rekomendasi hasil pemeriksaan dari Inspektorat sudah diterima dan diserahkan kepada BKPSDM untuk tindak lanjut, yang memastikan bahwa pelanggaran yang dilakukan termasuk kategori berat.
“Ini sudah dipastikan ada konsekuensi atas apa yang terjadi di SDN Ciladug Barat dan tinggal nunggu proses dari BKPSDM,” ujar Deden.
Hingga saat ini, Pemkot Tangsel tidak ingin terburu-buru menjatuhkan sanksi agar tidak melanggar prosedur, meski jenis sanksi yang mungkin dikenakan meliputi penurunan pangkat, pencopotan jabatan, hingga pemberhentian.
"Kita harus ikutin, sesuai aturan. Jadi, kami harus berhati-hati dalam hal ini,” tambah Deden.
Walaupun Kepala SDN Ciledug Barat masih aktif di kantor, Pemkot terus memantau dan berkoordinasi dengan BKPSDM guna memastikan proses hukum berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Statusnya masih di kantor karena belum ada putusan resmi. Tapi kami tetap awasi, dan terus koordinasi dengan BKPSDM,” pungkasnya.
Sebelumnya, Tangsel sempat dihebohkan dengan kisah memilukan seorang ibu rumah tangga asal Pamulang, Nur Febri Susanti (38), yang harus merelakan kedua anaknya gagal masuk SD Negeri Ciledug Barat.
Penyebabnya, Febri tak sanggup membayar pungutan seragam sekolah yang mencapai Rp1,1 juta per anak.
Padahal, sebelumnya, Febri telah menerima surat resmi dari pihak sekolah pada 11 Juli 2025 yang menyatakan bahwa kedua anaknya telah diterima di sekolah tersebut.
"Anak saya sudah diterima, tapi saat daftar ulang disodori daftar biaya seragam Rp1,1 juta. Itu harus lunas dan ditransfer ke rekening pribadi kepala sekolah," kata Febri saat ditemui di rumahnya di kawasan Benda Baru, Pamulang, Rabu (16/7/2025).
Febri mengaku keberatan dengan permintaan tersebut, mengingat kondisi ekonomi keluarganya.
Diketahui, dalam kesehariannya ia berjualan pempek secara online, sementara suaminya bekerja sebagai tukang parkir di kawasan Rempoa, Ciputat.
"Penghasilan suami saya pas-pasan. Saya juga jualan seadanya. Kalau bisa dicicil, mungkin kami masih bisa usahakan. Tapi ini diminta langsung, tanpa opsi," ujarnya.
Menurut Febri, selain mahal, mekanisme pembayaran melalui rekening pribadi kepala sekolah juga membuatnya tidak nyaman. Ia pun sempat membagikan pengalamannya ke media sosial.
Tak hanya itu, Febri mengaku mendapatkan respons yang mengecewakan dari pihak sekolah.
"Kepala sekolahnya bilang, kalau saya tidak sanggup, lebih baik cari sekolah lain saja," ungkapnya.
Adapun, biaya seragam yang diminta itu meliputi pakaian muslim, baju batik, rompi, topi, atribut, serta buku paket pelajaran.
Namun, Febri menilai besaran biaya tersebut tidak masuk akal untuk sekolah negeri yang seharusnya menerapkan prinsip pendidikan gratis. (m30)
Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini
Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.