6 Fakta Dokter RSUD Sekayu Syahpri Putra Wangsa Dipaksa Keluarga Pasien VIP Buka Masker

Sang dokter dipaksa membuka masker oleh pihak keluarga pasien VIP. Aksi itu direkam oleh keluar pasien dan viral di media sosial.

Editor: Joseph Wesly
Tribun Jakarta/istimewa
DIPAKSA BUKA MASKER- Dokter Syahpri Putra Wangsa Sp.PD-KGH, FiNASIM dari RSUD Sekayu dimarahi dipaksa membuka masker oleh pihak keluarga pasien VIP. Keluarga pasien marah karena ibunya sudah 3 hari belum mendaparkan tindakan berarti. (Tribun Jakarta/istimewa) 

TRIBUN TANGERANG.COM, PALEMBANG- Beberapa waktu lalu viral soal dokter RSUD Sekayu bernama Syahpri Putra Wangsa Sp.PD-KGH dipaksa membuka masker.

Sang dokter dipaksa membuka masker oleh pihak keluarga pasien VIP.

Aksi itu direkam oleh keluar pasien dan viral di media sosial.

Kekerasan yang dialami sang dokter dikecam netizen.

Banyak yang merasa bahwa perlakuan yang didapatkan sang dokter berlebihan.

Pasalnya dokter yang seharusnya dihormati saat sedang bekerja juga dipaksa membuka masker.

Berikut enam fakta terkait kejadian tersebut. 

1. Dokter dinilai keluarga pasien bertele-tele

Dalam video amatir yang beredar, dokter Syahri mulanya menggunakan masker melakukan visit untuk melihat kondisi pasien perempuan lansia yang dirawat dalam ruangan VIP.

Keluarga pasien itu langsung emosi dan menyebut bahwa dokter Syahpri, yang merupakan dokter konsultan di bidang nefrologi, itu bertele-tele untuk merawat ibunya. 

"Ini dokter ini, ibu saya disuruh tunggu dahak. Tiap hari tunggu dahak, dikit-dikit tunggu dahak. Hasil rontgen, hasil rontgen, kita masuk sini biar pelayanan layak. Kita sewa ruang VIP ini untuk pelayanan. Pelayanan yang bagus, pelayanan yang layak. Bukan sekadar disuruh nunggu. Kalau disuruh nunggu kita bisa pakai BPJS. Kita nggak mau pakai BPJS, nggak mau dimain-mainkan seperti kamu ini, kamu paham ya? Kamu harus paham ya," ujar pria perekam video tersebut yang dilihat Kompas.com, Rabu (13/8/2025).

Pria tersebut kemudian mencecar dokter itu karena merasa pelayanan yang didapatkannya tidak sesuai dengan kamar VIP yang sudah disewa untuk perawatan.

"Ini nyawa, ini mak saya, ini nyawa, jangan kamu kayaknya kesannya main-main. Kamu berdalih dengan menjelaskan hasil rontgen, menunggu air ludah. Ada semua prosedur, saya juga orang sekolah. Ngerti nggak? Dengar nggak? Saya juga orang sekolah, cuma kalau hasil rontgen, hasil rontgen, bukan begitu. Saya minta tindakan yang pasti. Kamu bilang ini ruangan sangat layak, sangat bagus. Mana layaknya ini, ini plafonnya begini, kamu bilang layak ini," ujarnya.

2. Masker dibuka paksa

Setelah melampiaskan kemarahan, mendadak dari belakang terdapat satu pria lagi yang langsung memaksa dokter tersebut membuka masker.

Ia kemudian dipaksa untuk menjelaskan penyakit ibunya, termasuk identitas dokter tersebut.

"Buka masker, ini nah dokternya. Dokter apa bagian apa, ngomong! Jelasin dekat ibu saya, jelasin sudah tiga hari ini kita masuk ruangan VIP cuma memperlihatkan hasil rontgen, ini dokter-nya ini. Pulang ke mana kamu?" ucap pria itu.

Meski dalam kondisi dimaki-maki, dokter itu tetap tenang dan menjawab pertanyaan dari keluarga pasien tersebut.

"Jadi, ibunya ke rumah sakit dengan kondisi tidak sadar. Dengan gula darah yang sangat rendah, kemudian tekanan darahnya tidak terkontrol. Kemudian kita lakukan pemeriksaan, didapatkan rontgen dan adanya gambaran indu trek atau gambaran pecah di paru-paru kanan," jelas dokter tersebut.

"Kamu tahu indu trak itu apa?" tanya perekam.

"Gambaran khas dari penyakit TBC," jawab dokter.

3. Kurang puas

Meskipun sudah mendapatkan jawaban dari dokter, keluarga pasien itu nyatanya kurang puas.

Ia kembali marah-marah karena menilai tak ada pelayanan perawatan yang cepat. Sebab, setiap hari ibunya hanya dilakukan pemeriksaan dahak dan hasil rontgen.

"Ini dokter karena saya sudah berapa tahun hidup orang ngecek TBC harus dari apa?" tanya pria tersebut.

"Dahak," jawab dokter.

4. Dibenarkan pihak RS

Penjelasan Pihak RS Terpisah, Kasubag Humas RSUD Sekayu, Dwi, membenarkan adanya kejadian itu seperti yang beredar di media sosial.

"Benar, itu dokter spesialis ginjal. Di video terlihat beliau dimarahi keluarga pasien dan tetap sabar," ujar Dwi saat dikonfirmasi, Rabu (13/8/2025).

Menurut Dwi, saat ini pihak RSUD Sekayu bakal membahas masalah tersebut untuk mengetahui pasti kronologi kejadian.

"Masalah itu baru akan kami bahas dan rapatkan hari ini, untuk mengetahui kronologi kejadian dan motifnya. Jadi, harap tunggu info lebih lanjut ya," tuturnya.

5. Dibawa ke ranah hukum

Ketua Badan Hukum Pembela Profesi dan Advokasi (BHP2A) IDI Cabang Muba, Zwesty Devi, menegaskan, kejadian yang menimpa dr Syahpri Putra Wangsa merupakan bentuk ancaman serius yang mengganggu keselamatan tenaga medis ketika sedang menjalankan tugas.

Mereka pun akan mengawal kasus tersebut sampai ke jalur hukum untuk melaporkan tindakan keluarga pasien ke Polres Muba.

"Kami akan mengawal proses hukum ini bersama RSUD Sekayu dan Dinkes Muba. Tentunya, langkah-langkah yang diambil pihak RSUD Sekayu dan Dinas Kesehatan Muba dalam melaporkan kasus ini ke Polres Muba," kata Zwesty kepada wartawan saat dikonfirmasi, Selasa (13/8/2025).

Menurut Zwesty, profesi seorang dokter adalah orang yang bertugas di garda terdepan untuk melakukan layanan kesehatan masyarakat.

Karena itu, dokter pun harus mendapatkan perlindungan, bukan kekerasan, dari pihak keluarga pasien.

"IDI Muba berharap kejadian ini menjadi perhatian semua pihak agar perlindungan terhadap tenaga medis dapat ditingkatkan. Kami berharap peristiwa serupa tidak terulang kembali dan dokter tetap dapat menjalankan fungsinya tanpa ada ketakutan," jelasnya.

Ketua IDI Muba, Ichsan Nur Hamdan, menambahkan bahwa seluruh manajemen rumah sakit, baik di daerah maupun di tempat lain, harus meningkatkan sistem keamanan di fasilitas kesehatan.

Dengan demikian, aksi kekerasan yang menimpa para tenaga medis tidak semestinya terus terulang.

"Tenaga medis harus bekerja dalam suasana yang aman dan kondusif. Jika keselamatan mereka terancam, kepercayaan publik terhadap pelayanan kesehatan akan terganggu. Ini harus menjadi perhatian serius manajemen rumah sakit pemerintah di seluruh daerah," ujarnya.

Ia pun meminta kepada masyarakat untuk menghormati profesi dokter agar dapat menjalankan tugas sesuai kode etik, tanpa melakukan kekerasan maupun ancaman verbal.

"Segala ancaman, intimidasi, atau penganiayaan bukan hanya melukai tenaga medis secara pribadi, tetapi juga mengganggu hak masyarakat untuk memperoleh layanan kesehatan yang aman dan berkualitas," katanya.

Sementara itu, Polres Musi Banyuasin saat ini sedang melakukan penyelidikan terkait laporan dokter spesialis ginjal Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan, Syahpri Putra Wangsa, yang dipaksa keluarga pasien untuk membuka masker.

Kasi Humas Polres Muba Iptu S. Hutahean mengatakan, laporan tersebut telah dibuat korban secara langsung. Mereka pun kini telah diserahkan ke Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) untuk dilakukan penyelidikan.

“Betul, laporan korban sudah kami terima dan saat ini sedang ditangani oleh Satreskrim Polres Muba,” kata Hutahean kepada wartawan, Rabu (13/8/2025). Menurut Hutahean, korban saat itu didampingi Direktur RSUD Sekayu, IDI Muba, dan Dinkes Muba.

"Laporan masih dalam dipelajari oleh tim penyidik Satreskrim Polres Muba, informasi selanjutnya akan kami informasikan lebih lanjut," ujarnya.

6. Jangan ada Syahpri lain

Dokter spesialis ginjal Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan, Syahpri Putra Wangsa, mengaku mengambil langkah hukum dengan melaporkan keluarga pasien ke Polres Muba untuk mencegah aksi kekerasan terhadap tenaga kesehatan yang lain saat bertugas.

"Yang jelas saya mewakili seluruh nakes di Indonesia, jangan sampai terjadi Syahpri-Syahpri yang lain. Jadi, kita harus menentukan sikap, harus tegas," kata Syahpri kepada wartawan, Rabu (13/8/2025).

Menurut Syahpri, peristiwa yang dialaminya itu dapat membahayakan para perawat hingga dokter, di mana saat bertugas mereka diintimidasi oleh keluarga pasien.

Padahal, hal tersebut bisa mengganggu kinerja nakes ketika merawat pasien.

"Kalau terjadi lagi seperti ini akan membahayakan nakes. Mulai dari perawat, dokter umum, bukan hanya spesialis saja. Nakes adalah garda terdepan, kalau mereka terancam gimana?" ujarnya.

Menjadi seorang dokter yang bertugas untuk merawat pasien, menurut Syahpri, adalah hal yang tidak mudah.

Mereka pun harus menempuh jenjang pendidikan panjang yang menguras banyak uang hingga waktu sebelum akhirnya terjun ke masyarakat. 

"Untuk sekolah menjadi dokter itu tidak mudah. Dari biaya yang dikeluarkan luar biasa, dari waktu yang harus dibuang. Meninggalkan istri, anak untuk sekolah, itu luar biasa," jelasnya

Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com 

Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini

Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved