Kasus BLBI

Pemerintah Panggil 48 Obligor dan Debitur BLBI Termasuk Tommy Soeharto untuk Lunasi Utang

Editor: Yaspen Martinus
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mahfud MD

TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Pemerintah memanggil semua obligor dan debitur Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), untuk melunasi utang kepada negara. Termasuk, Tommy Soeharto.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD yang juga Ketua Pengarah Satuan Penanganan Hak Tagih BLBI (Satgas BLBI), obligor dan debitur tersebut ada 48 orang, dengan total utang senilai Rp 111 triliun.

Mereka, kata Mahfud, saat ini di antaranya berada di Singapura, Bali, dan Medan.

Baca juga: BREAKING NEWS: Bareskrim Ciduk Muhammad Kece di Bali

"Perlu kami tegaskan bahwa yang diundang itu adalah semua."

"Sekitar 48 obligor dan debitur yang punya utang kepada negara sebesar Rp 111 triliun."

"Jadi jangan salah, bahwa ini hanya Tommy Soeharto," kata Mahfud dalam keterangan video Tim Humas Kemenko Polhukam, Rabu (25/8/2021).

Baca juga: Demi Anak Istri, Warga Kampung Melayu Jakarta Ini Rela Kayuh Becak di Pasar Anyar Tangerang

Mahfud mengungkapkan, saat ini utang Tommy kepada negara berjumlah Rp 2,6 triliun.

Namun, kata dia, jumlah tersebut bisa berubah setelah Tommy datang memenuhi panggilan Satgas BLBI.

"Di atas itu banyak yang utangnya belasan triliun, 7, 8 triliun begitu, yang seluruh totalnya itu Rp 111 triliun," papar Mahfud.

Baca juga: DAFTAR Terbaru 53 Zona Merah Covid-19 di Indonesia: Jawa Menyusut, Jakarta Nihil

Mahfud menegaskan, seluruh obligor dan debitur harus membayar utangnya kepada negara.

Hal itu karena, kata Mahfud, uang tersebut milik rakyat.

"Mereka tidak dapat apa-apa, sudah tidak mendapat apa-apa, lalu utangnya kepada mereka yang diatasnamakan negara secara formal, lalu tidak dibayarkan, itu tidak boleh," papar Mahfud.

Baca juga: Indonesia Beli 55 Kulkas Khusus dari UNICEF untuk Simpan Vaksin Covid-19 Pfizer

Sebelumnya, Presiden Jokowi mengeluarkan Keppres 6/2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI pada 6 April 2021

“Dalam rangka penanganan dan pemulihan hak negara berupa hak tagih negara atas sisa piutang negara dari dana BLBI maupun aset properti, dibentuk Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI."

"Yang selanjutnya disebut Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI,” begitu bunyi pasal 1 peraturan yang dapat diakses pada laman JDIH Sekretariat Kabinet ini.

Dituangkan dalam Keppres, pembentukan satgas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden ini bertujuan untuk melakukan penanganan, penyelesaian, dan pemulihan hak negara yang berasal dari dana BLBI secara efektif dan efisien.

Berupa upaya hukum dan/atau upaya lainnya di dalam atau di luar negeri, baik terhadap debitur, obligor, pemilik perusahaan serta ahli warisnya maupun pihak-pihak lain yang bekerja sama dengannya, serta merekomendasikan perlakuan kebijakan terhadap penanganan dana BLBI.

“Dalam melaksanakan tugas, Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI dapat melibatkan dan/atau berkoordinasi dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian."

"Instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, swasta, serta pihak lain yang dianggap perlu,” bunyi ketentuan dalam peraturan ini.

Susunan organisasi Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI ini terdiri dari pengarah dan pelaksana.

Tugas dari pengarah adalah sebagai berikut:

a. menyusun kebijakan strategis dalam rangka percepatan penanganan dan pemulihan hak tagih negara dan aset BLBI;

b. mengintegrasikan dan menetapkan langkah-langkah pelaksanaan kebijakan strategis dan terobosan yang diperlukan dalam rangka percepatan penanganan dan pemulihan hak tagih negara dan aset BLBI;

c. memberikan arahan kepada pelaksana dalam melaksanakan percepatan penanganan dan pemulihan hak tagih negara dan aset BLBI; dan

d. melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan percepatan penanganan dan pemulihan hak tagih negara dan aset BLBI.

Pengarah terdiri dari Menteri Koordinator (Menko) Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; Menko Bidang Perekonomian; Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi; Menteri Keuangan (Menkeu); Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham); Jaksa Agung; dan Kapolri.

Sedangkan, pelaksana memiliki tugas sebagai berikut:

a. melakukan inventarisasi dan pemetaan hak tagih negara dan aset properti BLBI;

b. melaksanakan kebijakan strategis, langkah-langkah penanganan serta terobosan yang diperlukan dalam rangka penanganan dan pemulihan hak tagih negara dan aset properti BLBI;

c. dalam hal diperlukan untuk mengatasi permasalahan yang memerlukan terobosan dalam rangka penyelesaian penanganan dan pemulihan hak tagih negara dan aset properti BLBI, menyampaikan rekomendasi pengambilan kebijakan baru kepada pengarah;

d. melakukan upaya hukum dan/atau upaya lainnya yang efektif dan efisien bagi penyelesaian, penanganan, dan pemulihan hak tagih negara dan aset properti BLBI;

e. meningkatkan sinergi pengambilan kebijakan antarkementerian/lembaga; dan

f. melakukan koordinasi dan mengambil langkah-langkah penegakan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Struktur pelaksana terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris, dan tujuh orang anggota.

“Ketua Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI melaporkan perkembangan pelaksanaan tugasnya kepada pengarah sesuai dengan kebutuhan dan kepada Presiden melalui Menteri Keuangan selaku pengarah."

"Paling sedikit satu kali setiap enam bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan,” bunyi Keppres ini.

Di bagian akhir Keppres 6/2021 disebutkan, segala biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas Satgas dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kementerian Keuangan.

“Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI bertugas sejak Keputusan Presiden ini ditetapkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2023,” tegas Presiden Jokowi dalam peraturan yang berlaku sejak ditetapkan ini.

Sebagaimana dituangkan pada bagian awal Keppres, saat terjadi krisis sektor keuangan tahun 1997, pemerintah memberikan BLBI terhadap korporasi atau perseorangan.

Pelaksanaan pemulihannya dilakukan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 27 Tahun 1998 tentang Pembentukan Badan Penyehatan Perbankan Nasional.

Dengan berakhirnya masa tugas dan bubarnya BPPN yang diatur melalui Keppres Nomor 15 Tahun 2004, maka segala kekayaan BPPN menjadi kekayaan negara yang dikelola oleh Menkeu.

Dalam pengelolaan kekayaan negara oleh Menkeu itu, masih terdapat hak tagih negara atas sisa piutang negara maupun aset properti terhadap beberapa korporasi atau perseorangan, dengan kompleksitas permasalahan yang memerlukan penanganan dan pemulihan hak tagih negara.

Dalam rangka penanganan dan pemulihan hak tagih tersebut diperlukan langkah-langkah yang tepat, fokus, terpadu, dan sinergis antarkementerian/lembaga.

Hal-hal tersebutlah yang menjadi pertimbangan diterbitkannya Keppres 6/2021 ini oleh Presiden Joko Widodo. (Gita Irawan)