Pernyataan Jenderal Andika Jadi Pertimbangan Kolonel Priyanto Tidak Dituntut Hukuman Mati

Penulis: Ign Prayoga
Editor: Ign Prayoga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kolonel Inf Priyanto, terdakwa dalam sidang perkara tabrak lari yang menewaskan sejoli Salsabila dan Handi Saputra di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta.

TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA -- Oditur Militer Tinggi Kolonel Sus Wirdel Boy mengungkap alasan pihaknya tidak mengajukan tuntutan hukuman mati terhadap Kolonel Inf Priyanto, terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana.

Priyanto merupakan terdakwa kasus pembuangan dua korban kecelakaan di Nagreg, Jawa Barat. Kedua korban ditemukan dalam kondisi tak bernyawa di Sungai Serayu di wilayah Banyumas, Jawa Tengah.

Wirdel Boy menjelaskan, salah satu pertimbangan pihaknya tidak mengajukan tuntutan hukuman mati adalah pernyataan Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa yang memastikan ketiga oknum TNI yang terlibat kasus ini akan dikenai tuntutan maksimal yakni penjara seumur hidup.

"Pada waktu Panglima mengeluarkan statement tersebut, itu menjadi patokan bagi kami, tapi yang terpenting adalah fakta di persidangan. Karena apa? Barangkali Oditur Jenderal kami juga meminta petunjuk kepada Panglima untuk menentukan berat ringannya hukuman," kata Wirdel seusai sidang di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Kamis (21/4/2022).

Baca juga: Polda Banten Kerahkan 3.179 Personel dalam Gelar Operasi Ketupat Maung 2022 Amankan Lebaran

Wirdel menjelaskan tuntutan terhadap Priyanto disusun berdasarkan fakta selama persidangan. Setelah fakta ditemukan, kata Wirdel, pihaknya melapor kepada atasan untuk kemudian dilakukan rapat di Oditurat Jenderal (Orjen) TNI untuk menyusun tuntutan terhadap terdakwa.

"Jadi tuntutan yang dibacakan ini petunjuk dari Orjen TNI. Barangkali beliau dengan staf di sana sudah menyimpulkan jika hukuman ini adalah yang paling cocok," kata Wirdel.

Baca juga: Ahmed Zaki Iskandar Buka Bazar Murah untuk Bantu Masyarakat Rayakan Lebaran

Selain itu, kata dia, ada juga pertimbangan-pertimbangan lain di antaranya hal-hal yang memberatkan dan meringankan pada diri Priyanto.

"Semuanya akan dipertimbangkan. Yang meringankan dipertimbangkan, yang memberatkan dipertimbangkan, fakta itu akan menjadi bahan pertimbangan," kata Wirdel.

Sebelumnya, Andika memastikan tiga oknum TNI yang terlibat kasus tabrak lari di Nagreg sebagai tersangka akan dituntut dengan tuntutan maksimal yakni penjara seumur hidup.

Baca juga: Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Sambodo Purnomo Yogo Unjuk Gigi di Lintasan Street Race BSD

Ia mengatakan meski pasal yang dituntutkan kepada mereka memungkinkan hukuman mati, namun demikian TNI memilih tuntutan seumur hidup.

Hal tersebut disampaikan Andika kepada wartawan di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika Jakarta pada Selasa (28/12/2021).

"Tuntutan sudah kita pastikan, karena saya terus kumpulkan tim penyidik maupun oditur, kita lakukan penuntutan maksimal seumur hidup, walaupun sebetulnya pasal 340 ini memungkinkan hukuman mati tapi kita ingin sampai dengan seumur hidup saja," kata Andika.

Baca juga: Terminal 1B Bandara Internasional Soekarno-Hatta akan Dibuka untuk Pemudik Lebaran 2022

Dalam sidang di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Kamis (21/4/2022), Kolonel Inf Priyanto dituntut pidana penjara seumur hidup dan dipecat dari dinas militer.

Merespons tuntutan tersebut keluarga korban yakni orangtua Handi Saputra di Garut merasa kecewa karena pelaku pembunuh anaknya tidak dituntut hukuman mati.

Keluarga menginginkan terdakwa Kol Inf Priyanto dituntut dan dijatuhi hukuman mati. "Kami sedari awal sudah meminta hukum seberat-beratnya, yaitu hukuman mati," ujar orang tua Handi, Agan Suryati.

Baca juga: Menawannya 9 Srikandi Brimob Polda Metro Jaya yang Amankan Unjuk Rasa

Agan tidak puas dan kecewa dengan tuntutan tersebut. Menurutnya terdakwa pantas dihukum mati lantaran telah melakukan perbuatan biadab dengan menghilangkan nyawa tak bersalah.

"Dia sudah terbukti bersalah, kami tidak setuju dengan tuntutan hukuman seumur hidup," ucapnya.

Dalam persidangan, Kolonel Priyanto dijerat pasal berlapis Pasal yang dimaksud adalah Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang Penyertaan Pidana, Subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Baca juga: Sebelum Lebaran Rampung, PT Pos Indonesia Salurkan BLT Minyak Goreng Kepada 18,3 Juta Keluarga

Subsider ketiga Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan Kematian jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Terdakwa pembunuhan berencana terhadap sejoli Handi Saputra dan Salsabila, Kolonel Infanteri Priyanto, juga dituntut pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas kemiliterannya di Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) akibat tindak pidana yang dilanggarnya.

“Kami memohon agar majelis Pengadilan Tinggi II Jakarta menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Kolonel Infanteri Priyanto dengan pidana pokok penjara seumur hidup dan pidana tambahan dipecat dari dinas militer angkatan darat,” kata Oditur Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Sus Wirdel Boy saat membacakan tuntutan dalam persidangan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Kamis (21/4/2022).

Baca juga: Ada 85,5 juta Pemudik, Dihimbau Mudik Sebelum 28 April 2022 untuk Hindari Kemacetan Panjang

Hal yang meringankan, salah satunya karena Priyanto berterus-terang selama menjalani proses hukum. “Terdakwa berterus-terang sehingga mempermudah pemeriksaan persidangan,” kata Wirdel.

Selain itu, hal yang meringankan lainnya karena Priyanto selama ini belum pernah dihukum dan terdakwa juga menyesali perbuatannya.

Sebaliknya, hal yang memberatkan tuntutan tersebut lantaran Priyanto dalam melakukan pelanggaran tindak pidana melibatkan anak buahnya. “Hal yang memberatkan, terdakwa melakukan tindak pidana melibatkan anak buahnya,” imbuh Wirdel.

Baca juga: Presenter Choky Sitohang Terseret Kasus Robot Trading Bodong DNA Pro

Dalam perkara ini, Priyanto terbukti secara sah melakukan pembunuhan berencana terhadap Handi Saputra dan Salsabila setelah mengalami kecelakaan lalu lintas di Nagreg, Jawa Barat, pada 8 Desember 2021.

Setelah kecelakaan itu, kedua tubuh korban dibuang ke Sungai Serayu oleh Priyanto dan dua anak buahnya. Keduanya adalah Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko. Mereka diadili terpisah dari peradilan Priyanto.

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com