Pemilu 2024

Tujuh Pimpinan Parpol Rapatkan Barisan, Tolak Pemilu Coblos Partai

Editor: Ign Prayoga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tujuh pimpinan partai politik (parpol) di DPR bertemu untuk menyatakan sikap menolak wacana sistem pemilu proporsional tertutup (coblos partai). Pertemuan para pimpinan parpol ini dilakukan di Jakarta Selatan, Minggu (8/1/2023).

TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA - Tujuh pimpinan partai politik bertemu untuk menyatukan suara menolak Pemilu 2024 dilaksanakan dengan sistem proporsional tertutup atau coblos partai.

Ketujuh parpol tersebut mendukung sistem yang sudah berjalan yakni proporsional terbuka atau coblos calon legislatif (caleg).

Pertemuan tujuh pimpinan parpol tersebut berlangsung di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Minggu (8/1/2023). 

Hanya tujuh pimpinan parpol yang hadir dan bergandengan tangan. Namun bendera parpol yang dipasang di panggung berjumlah delapan.

Pimpinan parpol yang hadir di antaranya Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Presiden PKS Ahmad Syaikhu, dan Ketum PAN Zulkifli Hasan.

Sedangkan PPP mengutus Wakil Ketua Umum, Amis Uskara, dan NasDem mengurus Wakil Ketua Umum, Ahmad Ali, serta Sekjen Nasdem, Johnny G Plate.

Sementara Partai Gerindra hadir dalam wujud bendera. Namun, tak ada pimpinan Partai Gerindra yang hadir di acara tersebut.  

Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Rezka Oktoberia mengatakan pertemuan ini sepenuhnya untuk menyepakati penolakan terhadap sistem proporsional tertutup.

"Delapan Parpol (di pertemuan ini) menolak sistem Pemilu 2024 tidak diubah, tidak ada revisi UU Pemilu," kata Rezka, melalui keterangan tertulis, Minggu.

"Ikuti UU dan aturan yang sudah ada, fokus menghadapi pesta demokrasi 2024 dan berikan kemajuan sistem demokrasi di Indonesia," imbuh dia.

Rezka berharap sejumlah wacana yang muncul terkait penundaan Pemilu, perubahan sistem Pemilu, segera disudahi.

"Sehingga Insya Allah Pemilu dilaksanakan pada 14 Februari 2024," ujar dia.

"Partai-partai politik Insya Allah juga sudah siap, tahapan penyelenggara sudah berjalan," ucapnya.

Sementara itu AHY menegaskan, Partai Demokrat sepenuhnya menolak sistem proporsional tertutup.

"Sekali lagi kami menolak sistem pemilu tertutup proporsional sehingga pertemuan hari ini menjadi penting. Kami mengapresiasi dan mendukung agar pembahasan tentang isu-isu kebangsaan seperti ini juga bisa kita lakukan dari waktu ke waktu,” ujar AHY.

Menurtunya, jangan sampai ada hak rakyat dalam kehidupan demokrasi ini yang dirampas. "Jika terjadi sistem pemilu tertutup, maka rakyat tidak bisa memilih secara langsung wakil-wakil rakyatnya," kata AHY

"Padahal kita ingin semua menggunakan haknya dan tidak seperti membeli kucing dalam karung," imbuh dia.

"Tentu kita berharap pada saatnya para wakil rakyat dan pemimpin yang terpilih benar-benar yang bisa membawa perubahan dan perbaikan,” ungkap AHY.

AHY berharap sistem terbuka proporsional atau coblos caleg bisa tetap dijalankan sesuai dengan undang-undang yang berlaku hari ini serta bisa menyambut pesta demokrasi Pemilu 2024 dengan seksama dan berjalan dengan baik.

“Secara internal partai politik juga perlu menjaga semangat yang tinggi dari seluruh kadernya, dengan sistem Pemilu terbuka proporsional tentu kita berharap setiap kader partai politik juga punya ruang, punya peluang yang adil,” ucap AHY.

“Jangan sampai mereka yang berjibaku, berusaha, berjuang untuk mendapatkan suara kemudian rontok semangatnya karena berubah sistem. Kita ingin sekali lagi, yang terbaiklah yang bisa membawa aspirasi masyarakat luas,” imbuh AHY.

Untuk diketahui delapan partai politik DPR ini sebelumnya membuat pernyataan sikap agar Mahkamah Konstitusi (MK) tidak mengabulkan gugatan judicial review atas aturan proporsional terbuka (coblos caleg).

Saat ini, seperti diberitakan, ada pihak yang judicial review dan minta aturan coblos caleg dibatalkan agar pemilu mendatang dilaksanakan lewat sistem coblos partai (proporsional terbuka).

Selain PDIP, partai-partai di DPR mendesak MK tidak mengabulan judicial review tersebut.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com