TRIBUNTANGERANG.COM - Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsdya Henri Alfiandi dan Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol (Adm) Afri Budi Cahyanto kini telah menjalani penahanan di Puspomau terkait kasus suap di lingkungan Basarnas.
Keduanya merupakan militer aktif yang kini dalam kasus tersebut akan diadili dalam peradilan militer.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menilai jika peradilan militer itu dianggap lebih steril dari intervensi politik dan masyarakat.
"Kesan saya pribadi, peradilan militer itu kalau sudah mengadili biasanya lebih steril dari intervensi politik. Biasanya lebih steril dari tekanan-tekanan masyarakat sipil," kata Mahfud, dikutip dari Kompas.com dari keterangan videonya.
"Oleh sebab itu, kita percayakan kepada peradilan militer dan kita akan mengawalnya dari luar," kata Mahfud.
Disampaikan oleh Mahfud, jika, kasus dugaan suap di lingkungan Basarnas itu telah diselesaikan dengan baik sesuai aturan hukum yang berlaku.
Maka dari itu kata dia, proses hukum terhadap personel aktif TNI diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
"Tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI itu memang dilakukan oleh peradilan militer, dalam seluruh jenis tindak pidana," katanya.
Namun, kemudian muncul UU Nomor 34 Tahun 2004. Dalam UU itu diatur bahwa personel TNI yang melakukan tindak pidana bersifat umum akan diadili peradilan umum.
Sementara personel TNI yang melakukan tindak pidana bersifat militer akan diadili peradilan militer.
"Tetapi itu ada aturan di dalam Pasal 74 Ayat 2 UU tersebut (UU TNI), di mana disebutkan sebelum ada UU Peradilan Militer yang baru, yang menggantikan atau menyempurnakan UU Nomor 31 Tahun 1997, itu masih dilakukan oleh peradilan militer," kata Mahfud.
"Jadi sudah tidak ada masalah," ucapnya.
Adapun Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI telah menetapkan Kepala Basarnas (Kabasarnas) Henri dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri sebagai tersangka kasus dugaan suap di lingkungan Basarnas.
Keduanya ditahan di instalasi tahanan militer milik Pusat Polisi Militer TNI Angkatan Udara (AU), Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Henri dan Afri dijerat dengan Pasal 12 a atau 12 b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2021 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Diketahui, baik Henri maupun Afri terlebih dulu ditetapkan tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas RI tahun anggaran 2021-2023.
Namun, TNI menilai penetapan tersangka kepada dua personel aktif TNI AU tersebut menyalahi aturan.
(Kompas.com/Nirmala)