TRIBUN TANGERANG.COM, DEPOK- Sejumlah fakta terkait bus Trans Putera Fajar yang mengalami kecelakaan di Ciater, Subang, Jawa Barat, Sabtu (11/5/2024) malam akhirnya terungkap.
Banyak fakta mencegangkan di balik peristiwa kelam yang merenggut 11 nyawa ini.
Satu di antaranya yakni bus bernopol AD 7524 OG ini ternyata bekas angkot atau bekas Bus Antarkota Dalam Provinsi (AKDP)
Akibat kecelakaan itu sebanyak 9 siswa SMK Lingga Kencana Depok, satu guru dan pemotor meninggal dunia.
Bus sempat menambrak mobil Daihatsu Feroza dan tiga motor tertabrak bus.
Pihak kepolisian dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah mengungkap sejumlah temuan terkait kondisi bus yang mengalami kecelakaan itu. Ini 5 fakta mengerikan bus Putera Fajar
1. Bekas bus antarkota dalam provinsi (AKDP)
Kakorlantas Polri Irjen Aan Suhanan menjelaskan, bus yang mengalami kecelakaan memiliki pelat nomor AD, meskipun dioperasikan perusahaan perjalanan wisata di Bekasi.
Untuk diketahui, pelat AD digunakan untuk kendaraan dari wilayah Surakarta, Sukoharjo, Boyolali, Klaten, Sragen, Karanganyar, dan Wonogiri, Jawa Tengah.
Baca juga: Update Kondisi Korban Kecelakaan Bus Rombongan SMK Lingga Kencana yang Dirawat di RS Brimob Depok
"Jadi terkait permasalahan kenapa nomor polisi AD bisa sampai mengangkut siswa dari Depok, ya karena memang bus ini sudah berpindah tangan di salah satu travel di Bekasi," ucap Aan, diberitakan Kompas TV, Minggu (12/5/2024).
Sebelum dipindahtangankan, bus tersebut berstatus bus antarkota dalam provinsi (AKDP) denan nama Jaya Guna HG.
2. Tanpa izin angkutan
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Hendro Sugiatno menyatakan, bus rombongan pelajar SMK Lingga Kencana Depok tidak memiliki izin angkutan.
“Bus Trans Putera Fajar pada aplikasi Mitra Darat tercatat tidak memiliki izin angkutan dan status lulus uji berkala (BLU-e) berlaku hingga 6 Desember 2023," ungkapnya, dikutip dari Antara, Senin (13/5/2024).
Baca juga: Pantas Remuk Kayak Kerupuk, Bus Putera Fajar Bus Tua dengan Casing Baru sehingga Tak Tahan Benturan
Menurut Hendro, perusahaan otobus (PO) tidak melakukan uji terhadap bus berkala setiap enam bulan sesuai ketentuan yang berlaku, sehingga status ujinya telah kedaluwarsa.