Hidup sederhana tak bergelimang harta.
TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA - Demikian kira-kira Eman Sulaeman, hakim tunggal gugatan praperadilan Pegi Setiawan. Hal ini disampaikan ayahanda Eman, H Aneng (70).
Tribun Bekasi (Warta Kota Network) secara eksklusif menemui H Aneng di kediamannya, Kampung Kaum Jaya, Desa Puserjaya Kecamatan Telukjambe Timur, Karawang, Jawa Barat, Selasa (9/7/2024) siang.
H Aneng bercerita, Eman merupakan buah cintanya bersama Amini (65). Keduanya asli Karawang.
Namun, Amini meninggal dunia tahun 1998 silam. Saat ini, Eman memiliki ibu sambung bernama Tarwiyah (48).
Sejak lahir hingga remaja, Eman tinggal di Kampung Kaum Jaya. Orangtuanya membuka usaha warung sembako sederhana untuk mencukupi kehidupan sehari-hari.
Dari warung itulah biaya sekolah hingga kuliah Eman diperoleh H Aneng. Eman menempuh pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Telukjambe Timur, Sekolah Menegah Pertama (SMP) Negeri 6 Gorowong Kecamatan Karawang Timur dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Karawang.
"Kalau kuliah jurusan hukum di Universitas Pasundan Bandung," kata H Aneng.
Aneng melanjutkan, Eman memiliki seorang adik perempuan dari ibu kandungnya.
Sedangkan dari ibu sambungnya, Eman punya dua adik. Sejak kecil, lanjut H Aneng, Eman dikenal sebagai pribadi yang pendiam dan jarang bergaul dengan teman-teman sebaya.
Termasuk dengan keluarga. Eman jarang berkomunikasi dan hanya berbicara seperlunya.
Berprestasi dan idealis
Selama masa sekolah, H Aneng menyebut anaknya selalu berprestasi, mulai dari peringkat ketiga, kedua, hingga juara kelas.
Eman juga dinilai H Aneng memiliki pendirian yang teguh. Menurutnya sudah memiliki keinginan, Eman akan mengejarnya sampai dapat. Hal ini berlaku saat mengejar cita-citanya sebagai hakim.
"Setelah lulus kuliah juga kan diterima di Pertamina sama Kehakiman tapi karena cita-citanya jadi hakim, yang Pertamina tidak diambil," ungkap H Aneng yang selama berbicara kerap tersenyum.
Sementara itu, tetangga Eman Mochmmad Chatta (64) menyatakan Haji Aneng merupakan tokoh masyarakat di kampungnya.
"Tetangga saya banget, cuma beda lima rumah saja. (Hakim Eman) Memang anak tokoh di kampung ini," ujar Chatta.
Berbicara soal Eman, Chatta menilai Eman merupakan sosok baik meskipun pendiam. Eman, berbicara dan berinteraksi seperlunya saja dengan tetangganya.
Eman sering terlihat membaca buku di teras depan rumahnya.
"Orangnya kukuh pendirian, baik, pendiam dan disebut kutu buku juga. Saya sering lihat dia lagi baca buku," jelasnya.
Chatta pun membenarkan Eman bercita-cita menjadi hakim sedari remaja.
Alasan itu pula yang membuat Eman mengambil jurusan S1 hukum di Universitas Pasundan Bandung, Jawa Barat.
"Saat interaksi juga kesan saya, orangnya kukuh, idealis, disebut introvert bisa. Maka sampai berhasil cita-citanya," katanya.
Chatta menambahkan, sejak awal Eman menjadi hakim dalam sidang praperadilan. Para tetangganya selalu antusias menyaksikannya di televisi.
Bahkan sewaktu sidang gugatan berlangsung, para tetangga dan keluarga menggelar nonton bareng layaknya pertandingan olahraga seperti sepak bola dan bulu tangkis.
Menurut Chatta, ada kebanggaan karena warga asli kampung mereka menjadi hakim yang masuk televisi nasional.
"Ditambah dinilai positif dan sesuai harapan memenangkan Pegi Setiawan," katanya.
Gugatan praperadilan yang diajukan Pegi Setiawan dan kuasa hukumnya atas penetapan sebagai tersangka pelaku pembunuhan Vina, dikabulkan majelis hakim Pengadilan Negeri Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (8/7/2024).
Hakim tunggal yang mengadili gugatan praperadilan tersebut, Eman Sulaiman, dalam putusannya mengabulkan seluruh permohonan yang diajukan tim kuasa hukum Pegi Setiawan.
"Penetapan tersangka tidak sah dan batal demi hukum," kata Eman Sulaeman saat membacakan putusannya.
Hakim tunggal itu juga memerintahkan penyidikan atas Pegi Setiawan dihentikan dan dilepaskan dari tahanan.
"Mengabulkan seluruh permohonan pemohon," imbuh Eman Sulaiman.
Asep Muhidin, salah satu kuasa hukum Pegi Setiawan, menyatakan bahwa dalam sidang jelas dinyatakan penetapan tersangka terhadap Pegi Setiawan memang tidak sah.
"Ini sudah jelas dua keterangan ahli saling berkesesuaian, yaitu sebelum menetapkan itu harus dua minimal alat bukti yang sah," tandas Asep Muhidin.
Sempat pinjam Rp5 juta
Pada kesempatan yang sama, H Aneng menyebut anaknya menjadi hakim sekitar tahun 2000.
H Aneng bersaksi sepanjang masa kariernya sebagai hakim, Eman belum memiliki rumah pribadi.
Selama ini Eman dan keluarganya tinggal di rumah dinas.
"Sederhana anaknya karena kami juga dari keluarga biasa saja. Saya juga kan cuma buka warung di rumah," kata H Aneng.
Sejak remaja dan masa sekolah, lanjut H Aneng, anaknya tidak pernah menuntut kepada orangtuanya. Baik itu membeli barang elektronik maupun sepeda motor.
"Enggak pernah banyak mau, sekolah saja dia (Eman) pergi sendiri naik angkutan, jalan kaki juga. Kadang saya juga antar jemput pakai motor," beber dia.
Terkadang, H Aneng mengaku heran dengan anaknya karena selama lebih dari 20 tahun menjadi hakim, namun belum ada rumah maupun mobil pribadi yang dipertontonkan.
"Ya keluarga suka tanya-tanya, itu kok jadi hakim biasa-biasa aja. Rumah enggak punya, terus biasanya ke saudara atau orangtua kasih uang atau oleh-oleh, ini kan enggak," katanya.
Kata H Aneng, saat awal berkarier sebagai hakim. Eman kerap meminjam uang kepada orangtuanya ketika pindah tugas ke sejumlah daerah.
"Awal-awal jadi hakim sering pinjam uang, Rp5 juta, Rp3 juta beda-beda, waktu pindah tugas kan uangnya enggak langsung ada katanya, (Eman)," jelasnya.
"Tidak punya uang"
Akan tetapi selama tujuh tahun terakhir ini, Eman sudah tidak pernah meminjam uang kepada orangtuanya.
"Sudah enggak sekarang-sekarang, dulu aja itu suka pinjam ke bapak," imbuhnya.
Aneng juga menceritakan, ia pernah meminta Eman membangun kos-kosan di dekat rumahnya wilayah Karawang.
Pasalnya, lokasi rumah berdekatan dengan kampus Unsika (Univesitas Singaperbangsa Karawang). Namun, Eman menjawab tidak punya uang dan menunggu masa pensiun.
"Waktu itu sempat ini kan ada lahan kosong, terus dekat kampus Unsika. Bapak bilang, 'Man ini bangun kosan buat nanti masa tua kan lumayan'. Dia jawabnya enggak punya uang terus," terangnya.
Sampai akhirnya Aneng berinisiatif membangun kos-kosan sendiri karena Eman kerap menjawab tidak punya uang.
"Makanya bapak aneh kok ini anak enggak punya uang mulu ya," katanya.
Atas dasar itulah, lanjut Aneng, banyak saudara mereka yang berpikiran negatif terhadap Eman.
Apalagi kehidupan Eman biasa saja ditambah jarang bertemu saudara-saudaranya.
Tapi penilaian itu berubah tatkala Eman menjadi hakim tunggal praperadilan Pegi Setiawan. Keputusan membebaskan Pegi Setiawan dari status tersangka pembunuhan Vina membuat H Aneng dan keluarga besar merasa bangga. Apalagi keputusan tersebut dinilai banyak kalangan sangat memenuhi unsur keadalian.
"Semua jadi tahu Eman kayak bagaimana orangnya dan bangga juga. Apalagi keputusannya itu masyarakat banyak nilai positif," katanya.
Sekadar informasi, hakim Eman rutin melaporkan harta kekayaannya kepada KPK. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK per 2 Januari 2024, Eman tercatat memiliki harta Rp294 juta.
Harta itu tersebar di sejumlah aset seperti tanah, alat transportasi, harta bergerak lainnya, dan kas. (maz)
Dapatkan Informasi lain dari TribunTangerang.com via saluran WhatsApp
Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News ya