Reshuffle Kabinet

Isu Reshuffle Kabinet Menguat, Ini Profil Satryo Brodjonegoro, Menteri yang Didemo Anak Buahnya

Editor: Joseph Wesly
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

RESHUFLLE KABINET- Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro. Nama Satryo Soemantri Brodjonegoro dirumorkan terkena reshuffle kabinet karena sempat membuat gaduh. (ADRYAN YOGA PARAMADWYA/KOMPAS)

TRIBUN TANGERANG.COM, JAKARTA- Isu Reshuffle kabinet kembali menguat setelah sempat redup. Kini rumor adanya reshuffle kabinet menguat di tengah persiapan pelantikan kepala daerah.

Meski belum diketahui siapa sosok yang akan terkena Reshuffle Kabinet, namun sosok tersebut diduga termasuk menteri yang pernah membuat gaduh.

Menteri yang pernah membuat gaduh adalah Satryo Soemantri Brodjonegoro, Bahlil Lahadalia, Yandri Susanto, Natalius Pigai dan Yusril Ihza Mahendra.

Para menteri tersebut pernah membuat gaduh di awal-awal pemerintahan Kabinet Prabowo-Gibran.

Mereka pun mendapat sorotan netizen karena alih-alih bekerja dengan baik, para menteri justru dianggap membuat gaduh.

Satu di antara menteri yang membuat gaduh adalah Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Dikti Saintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro,

Satryo Soemantri Brodjonegoro sempat didemo oleh puluhan pegawai Kemendiktisaintek di depan kantornya di Senayan, Jakarta, Senin (20/1/2025). 

Mereka meminta agar Satryo Soemantri Brodjonegoro dicopot karena melakukan kekerasan terhadap anak buahnya.

Dalam aksi tersebut, pegawai menggunakan pakaian hitam dan membawa spanduk bertuliskan, “Institusi Negara Bukan Perusahaan Pribadi Satryo dan Istri.” 

Aksi ini dipicu oleh dugaan pemecatan seorang pegawai bagian rumah tangga yang dinilai tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Profil lengkap Satryo

Mengutip laman Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Satryo Soemantri Brodjonegoro lahir di Delft, Belanda, pada 5 Januari 1956.

Baca juga: Daftar 6 Menteri yang Sempat Bikin Gaduh setelah Dilantik Prabowo, Ada yang Kena Reshuffle?

Satryo menikah dengan Silvia Ratnawati, dan mereka memiliki dua anak. 

Sebagai seorang akademisi dan birokrat, nama Satryo telah lama dikenal dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia.

Ia merupakan putra dari Profesor Soemantri Brodjonegoro, mantan Rektor Universitas Indonesia sekaligus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1973. 

Jejak pendidikan dan pengabdian keluarga ini juga dilanjutkan oleh adiknya, Profesor Bambang Brodjonegoro, yang pernah menjabat di beberapa kementerian pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Satryo merupakan alumni Institut Teknologi Bandung (ITB). Dia menyelesaikan gelar Ph.D. di bidang Teknik Mesin di University of California, Berkeley, Amerika Serikat, pada tahun 1985. Sekembalinya ke Indonesia, ia menjadi dosen di Departemen Teknik Mesin, ITB. 

Kemudian pada tahun 1992, Satryo dipercaya sebagai Ketua Jurusan Teknik Mesin ITB, di mana ia memulai implementasi self-evaluation process, sebuah langkah inovatif yang kemudian diadopsi oleh ITB dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Sebagai Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti), Satryo memainkan peran penting dalam reformasi pendidikan tinggi di Indonesia. 

Salah satu pencapaiannya yang signifikan adalah mengubah institusi pendidikan tinggi besar menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) pada Desember 2000, sebuah kebijakan yang memberikan otonomi lebih besar bagi perguruan tinggi untuk berkembang.

Namun, perjalanan Satryo di dunia pendidikan tidak lepas dari tantangan.

Salah satu isu utama yang ia hadapi adalah kualitas lulusan perguruan tinggi Indonesia yang sering kali dianggap kurang kompeten di dunia kerja.

Di sisi lain, banyak generasi muda Indonesia yang memilih bekerja di luar negeri karena merasa lebih dihargai.

Tantangan ini menjadi fokus perhatian Satryo untuk meningkatkan daya saing sumber daya manusia Indonesia di tingkat internasional.

Di luar birokrasi, Satryo juga aktif dalam kegiatan internasional, termasuk bekerja dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) untuk perencanaan gedung Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin di Gowa. 

Ia sempat menjabat sebagai Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) periode 2018-2023 dan menjadi Anggota Komisi Bidang Ilmu Rekayasa pada AIPI dikutip dari kompas.com

Kiprahnya di dunia pendidikan telah diakui dengan berbagai penghargaan, termasuk:

Medali Ganesha Bakti Cendekia Utama dari ITB (Maret 2010).

Bintang tanda jasa The Order of the Rising Sun, Gold Rays with Neck Ribbon dari Kedutaan Besar Jepang untuk Indonesia (3 November 2016).

Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini

Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News