TRIBUNTANGERANG.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan terkait wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar, tidak dikenakan biaya.
Hal itu sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 34 ayat 2 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dan UUD 1945.
Artinya, siswa yang berstatus wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) akan bebas biaya, baik pada sekolah negeri maupun untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat (swasta).
Lalu seperti apakah tanggapan para orangtua yang tengah mempersiapkan sekolah untuk anak-anaknya?
Salah seorang ibu anak satu bernama Hapsari (31), putusan tersebut merupakan kabar baik untuk ssmua orang tua.
Pasalnya, hal tersebut akan membuat pendidikan di Indonesia semakin merata.
"Kalau swasta digratiskan maka setiap anak dipastikan bisa mengenyam pendidikan, tidak harus war (berebut) di sekolah negeri, karena tentu sekolah negeri pun memiliki kapasitas," kata Hapsari kepada Warta Kota, Kamis (29/5/2025).
Kendati demikian, Hapsari sebenarnya tak mau berharap banyak sebab sudah kapok dengan janji manis pemerintah.
Sehingga selama putusan tersebut belum diterapkan, maka Hapsari akan tetap menyiapkan dana pendidikan untuk anaknya yang kini berusia 4,5 bulan.
"Di era pemerintahan sekarang, suka tiba-tiba kasih janji manis, tapi dananya enggak ada, lalu mengorbankan hal lain. Kalau niatnya baik, tapi enggak bisa mengeksekusi, mending tidak usah," katanya.
Pendapat lain juga disampaikan oleh Reva (34), ibu dua anak ini mengaku menyambut baik hal tersebut.
Hanya saja, ia khawatir jika bayaran yang harus didapat anak swasta gratis adalah kualitas pendidikan dan fasilitas yang menurun.
"Karena kenapa orangtua memilih sekolah swasta? biasa memang mengejar kualitas sekolah dan cara mendidiknya," kata Reva kepada Warta Kota, Kamis.
"Yang negeri gratis aja kualitas enggak sama rata (kualitasnya), gimana mau seluruh sekolah bisa dijaga kualitas pendidikannya?" pungkas dia.
Terkait hal ini, Ubaid Martaji selaku Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyebut jika keputusan MK tersebut adalah tonggak sejarah atas perjuangan ia dan rekan-rekan lainnya dalam memperjuangkan pendidikan di Indonesia.