Kejagung Tegaskan Tuntutan Hukuman Mati Masih Berlaku bagi Pengedar Narkoba

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung Asep Nana Mulyana dalam konferensi pers di Kampung Boncos, Palmerah, Jakarta Barat, Selasa (2/7/2025).

TRIBUNTANGERANG.COM - Tuntutan pidana mati sebagai hukuman tertinggi bagi para pengedar narkoba, mulai dari gembong, sindikat, maupun jejaring, masih diberkalukan Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia.

Hal itu dilakukan untuk memutus mata rantai peredaran narkoba yang berefek panjang bagi generasi bangsa.

Menurut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung Asep Nana Mulyana, Indonesia masih mengakui dan mengadopsi hukuman mati sebagai hukum positif atau ius constitutum.

Yang mana hukuman tersebut, diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

"Kami juga sudah memiliki pedoman di Kejagung terkait hukuman mati," kata Asep dalam konferensi pers pemusnahan barang bukti narkotika di area Kampung Boncos, Palmerah, Jakarta Barat, Selasa (2/7/2025).

Kendati demikian, Asep mengungkap jika rata-rata vonis yang dijatuhkan kepada para terpidana adalah penjara seumur hidup atau hukuman 20 tahun.

Tuntutan pidana mati, baru ia jatuhkan terhadap 200 tersangka selama menjabat sebagai Jampidum.

Hanya saja, Asep menilai jika ancaman hukuman yang berat tersebut tidak serta-merta membuat niat pelaku penyalahgunaan narkoba sirna.

Mereka mungkin saja tetap menjalankan bisnis dan mengedarkan narkotika secara ilegal dengan berbagai motif yang melatarbelakanginya.

"Mereka mungkin berpikir sesaat itu merupakan keuntungan yang luar biasa. Tetapi mereka tidak paham dan belum mengerti bagaimana dampaknya luar biasa bagi masyarakat, bagi masa depan bangsa ini," jelas Asep.

Oleh karena itu, pihak Kejagung kini menerapkan kombinasi pendekatan mengikuti pelaku (follow the suspect) dengan cara mengikuti aliran uang atau aset kejahatan (follow the asset/follow the money).

Dengan begitu, setiap aset yang disalahgunakan untuk kejahatan yang disalahgunakan, akan dirampas untuk negara.

Terlebih, peredaran narkoba selama ini memang memiliki mata rantai yang sulit diputus sebab kerap dilandaskan masalah ekonomi.

Sehingga, perlu ada pemberantasan yang melibatkan banyak pihak untuk memberikan dampak signifikan seperti yang diharapkan.

"Tapi, dengan kami kombinasikan, kolaborasikan dengan pendekatan pada aset maupun kekayaan, insyaallah tentu mungkin akan menyurutkan, minimal memperkecil ruang gerak mereka," pungkas dia. (m40)